• Editorial 811, 2 Mei 2021

Ada sesuatu yang menarik pada penjelasan Firman Tuhan hari Minggu lalu yang bertemakan “Yesus adalah Tuhan atas Hari Sabat”. Hari Sabat disebut pertama kali ketika Allah berhenti dari pekerjaan-Nya pada hari ketujuh (sekarang dikenal “hari Sabat”) setelah menciptakan dunia dan seisinya selama 6 hari. Hari Sabat itu begitu dihargai dan diistimewakan oleh Tuhan karena hanya pada hari ketujuh disebutkan Ia memberkati dan menguduskannya (Kej. 2:3).

Begitu berharganya hari Sabat bagi Tuhan sehingga dalam hukum keempat Allah mengulang lagi perintah-Nya, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat karena pada hari itu Tuhan memberkati dan menguduskannya (Kel. 20:11). “Hari ketujuh adalah HARI SABAT TUHAN “, kata ayat sebelumnya. Pada hari itu semua dilarang bekerja dan diharapkan hari itu merupakan hari persekutuan yang indah antara Tuhan Sang Pencipta dengan manusia ciptaan- Nya. Pada hari itu Tuhan ingin kita mengingat betapa besar kebaikan dan kasih-Nya saat Dia menciptakan bumi dengan segala isinya untuk kita. Juga betapa besar kekuatan-Nya saat Dia membebaskan Israel dari perhambaan Mesir (bagi kita dari perhambaan dosa). Apakah kita menyadarinya?

Ketika Dia memberi perintah, “Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu tetapi pada hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan”, Ia sepertinya berkata, “Aku juga bekerja selama enam hari dan Aku pun berhenti pada hari ketujuh untukmu.” Hal ini mengandung arti bahwa selama enam hari Allah bekerja untuk menyediakan apa yang kita perlukan kemudian menyediakan hari ketujuh untuk memberkati dan menguduskannya. Dia mengharapkan kita pun mengkhususkan hari ketujuh bagi-Nya untuk menerima berkat dan kekudusan-Nya. Hal itu diperkuat dengan ayat di Markus 2:21 bahwa Sabat diadakan untuk manusia bukan manusia untuk hari Sabat. Lalu bagaimana tanggapan kita? Apakah kita telah membebaskan diri dari persoalan-persoalan duniawi dan menyiapkan diri untuk mendapatkan berkat dan kekudusan-Nya?

Ketika Dia begitu mengistimewakan Hari Sabat sebagai hari bersama kita, apakah kita juga menghargai dan menguduskan kebersamaan kita dengan-Nya?

“Ya Tuhan, terima kasih telah menjadi Penciptaku sekaligus Pembebasku.”