Apa yang Direnggut dari Kita?


Musibah menghapus apa yang tadinya kita pikir aman, terjamin dan stabil. Hal-hal yang kita harapkan, impikan dan andalkan menguap begitu saja di depan mata kita. Kita merasakan betapa rapuhnya kita melalui serangkaian kehilangan yang dialami setelah terjadinya musibah, antara lain:

Kehilangan rasa aman. Kita tahu dunia bukanlah tempat aman tetapi sedikit di antara kita benar-benar menyadarinya. Kita malah cenderung memupuk suatu khayalan dan meyakinkan diri sendiri bahwa kita aman dari bencana.

Yesus mengingatkan para murid-Nya agar tidak terbuai dan memercayai bahwa hidup di dunia ini memberikan keamanan serta perlindungan. Di malam terakhir bersama mereka, Ia meyakinkan bahwa Ia tidak akan meninggalkan mereka sendirian ketika menderita penganiayaan di dunia ini (Yoh. 16:33). Yesus mengetahui bahwa kita akan menghadapi banyak ancaman terhadap keamanan dan keselamatan yang mengakibatkan kita terpuruk di bawah tekanan.

Kehilangan kendali. Kekuatan bencana (alam) yang mahadahsyat memaksa kita menghadapi kenyataan bahwa kita hanya memiliki sedikit kendali atau bahkan tidak sama sekali untuk melindungi orang yang dekat dengan kita dari bahaya, sakit ataupun kematian. Kita akhirnya menyerah kepada kenyataan bahwa hidup itu berbahaya, kematian adalah pasti dan kerentanan tidak dapat dihindari.

Kehilangan kepercayaan diri. Bencana yang tragis dapat meruntuhkan kepercayaan diri bahwa kita dapat mengatasi apa pun yang menimpa hidup kita. Musibah yang terus menerus memaksa kita mempertanyakan kemampuan kita dalam menangani apa pun. Korban dari bencana dihantui dengan pemikiran “seandainya” seperti: seandainya aku tidak pergi bekerja hari itu, seandainya aku pulang lebih cepat…dst.

Kehilangan sudut pandang. Orang yang tidak beragama secara naluriah berdoa meminta pertolongan dan campur tangan Allah yang mungkin tidak dikenalnya. Mereka yang lemah iman mulai menyalahkan Allah atau setidaknya mempertanyakan/meragukan kehadiran-Nya dalam musibah itu.

Kehilangan harapan. Musibah menghempaskan pengharapan dengan kuatnya. Keputusasaan terbentuk ketika mimpi kita hancur. Penderitaan mendalam ketika melihat hidup tidak akan pernah sama lagi karena pasangan kita, anak, kesehatan, karir, rumah dll. lenyap membuat kita berpikir untuk apa lagi kita hidup.

 

APA YANG DAPAT DIAJARKAN

Amatlah wajar bagi kita untuk berharap terhindar dari musibah. Namun para pakar mengatakan bahwa musibah dan kematian mempunyai potensi mempercepat pertumbuhan/kedewasaan. Musibah menyadarkan kita tentang kefanaan diri sendiri. Suka atau tidak, terbentuknya keyakinan yang mendalam sering merupakan hasil tempaan dari perapian trauma dan sengsara berat. Di tengah-tengah keburukan itulah kita mendapat pelajaran yang membentuk fondasi bagi sisa hidup kita selanjutnya, yaitu:

Yang paling penting. Krisis traumatis sering memaksa kita untuk introspeksi apakah kita telah benar mengarah kepada hal-hal yang paling penting. Perhatian kita mudah sekali teralih oleh kepentingan dan kebutuhan hidup sehari-hari sehingga kita kehilangan sudut pandang yang lebih luas tentang apa yang memberi makna dan tujuan bagi hidup kita. Pada akhirnya semua berujung pada apa yang kita yakini dapat memberikan makna kekal dalam kehidupan. Keyakinan ini berasal dari hubungan kita dengan Allah (Mat. 22:37-38) dan dengan orang lain (ay. 39-40) melalui Kristus. Mengasihi Allah adalah hubungan mendasar yang harus menjadi pusat dari segala hal dan ini bukan pilihan tetapi hal yang terpenting. Hubungan kita dengan sesama makin bernilai karena kasih kita kepada Allah memengaruhi kasih kita terhadap orang lain.

Apa yang tidak penting sama sekali. Musibah mengajarkan kita untuk mengabaikan hal yang sepele. Pada akhirnya rencana dan harta benda menjadi hal-hal yang tidak penting sama sekali. Terungkap di masa kehilangan yang tragis ialah kita bertekad menjalani hidup menurut rencana kita sendiri bukan rencana Allah. Kita sering berdoa supaya Ia mengikuti rencana kita untuk memenuhi impian kita daripada dengan rendah hati menyerahkan hati kita untuk mengikuti kehendak-Nya.

Prioritas kita sering tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kita menggunakan sebagian besar waktu, bakat dan harta untuk memupuk kekayaan, merencanakan liburan, menabung untuk masa tua dll. sehingga melupakan kerinduan melihat orang lain bertumbuh di dalam Kristus.

Kita merasa puas di masa-masa nyaman melihat segala sesuatu berjalan baik kemudian cenderung melupakan Tuhan. Oleh sebab itu Allah merasa perlu menggunakan musibah untuk mendapatkan perhatian kita. Jika kita mengizinkan Allah mengajar kita melalui musibah, Ia akan memperlengkapi kita untuk hidup penuh keyakinan kepada-Nya di dalam dunia yang penuh bahaya ini.

 

HIDUP DENGAN KEYAKINAN DALAM DUNIA YANG PENUH BAHAYA

Kata-kata terakhir Yesus kepada para murid-Nya sebelum medoakan mereka, “Semuanya Kukatakan kepadamu supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh. 16:33)

Perkataan Yesus merupakan peringatan sekaligus penguatan bagi murid-murid-Nya yang tidak menyadari mereka akan menghadapi penganiayaan, penderitaan dan trauma berat. Yesus tahu mereka akan ditindas, dianiaya, disiksa dan ditekan dari segala sisi namun Ia tidak akan meninggalkan mereka sendirian. Ia menawarkan pengharapan dan memberikan damai sejahtera kepada mereka di tengah pergumulan mereka menghadapi tantangan hidup. Ia bahkan memimpin dan mendahului mereka dengan masuk jalan penderitaan, duka dan kesengsaraan penuh pengurbanan. Ia juga membuka jalan bagi kita untuk sanggup menang dalam dunia berbahaya dengan:

Menjalani penderitaan dengan baik. Atlet yang ingin unggul dalam pertandingan haruslah menghadapi luka dan penderitaan. Kita semua hidup dengan bekas-bekas luka dari pergumulan traumatis yang telah kita alami. Walau berjalan dengan ‘timpang’, kita dapat terus menjalani hidup karena pengharapan kita dalam Allah dikuatkan melalui penderitaan. Melalui musibah, kita makin rendah hati dan mengakui bahwa Allah menjadi tempat perlindungan dan kekuatan serta Penolong kita. Oleh sebab itu kita tidak akan takut sebab Ia menyertai dan menjadi kota benteng kita (Mzm. 46:2-3,8).

Berpusat pada apa yang masih dimiliki. Orang yang menjadi dewasa melalui musibah menyadari bahwa trauma, bencana bahkan kematian tidak akan pernah menjadi penentu akhir. Mereka tetap berduka karena kehilangan tetapi dibungkus dengan pengharapan (1 Tes. 4:13). Kristus mejadi pengharapan kita sehingga kita tidak lagi menjadi lemah dan putus asa (Ibr. 12:2-3).

 

BAGAIMANA DAPAT MENOLONG

Sadarilah bahwa kita tidak dipanggil untuk menolong semua orang tetapi setidaknya menolong seseorang seperti pesan Allah untuk saling bertolong-tolongan menanggung beban (Gal. 6:2). Pertimbangkan bagaimana menolong mereka yang sedang mengalami suatu musibah:

Beri mereka waktu. Beri mereka waktu dan ruang untuk berduka. Biarkan mereka memproses luka hati mereka dengan melampiaskan emosi yang kuat dan sering berlebihan sementara kita berusaha untuk melihat, mendengar dan merasakan penderitaan itu bersama mereka.

Jangan berusaha memperbaikinya. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki permasalahan. Kita tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi, membangkitkan mereka yang mati atau mengembalikan apa yang telah hilang. Mendampingi mereka yang menderita sudah cukup menguatkan mereka. Tidak ada sesuatu pun dapat menghilangkan penderitaannya tetapi sentuhan atau pelukan memastikan mereka akan kehadiran kita dan membuat mereka mengecap kehadiran Allah yang memberikan pengharapan (Kol. 1:27).

Menangislah bersama mereka. Air mata merupakan salah satu hadiah paling berharga yang dapat kita berikan kepada mereka yang telah kehilangan orang-orang yang mereka kasihi. Kita perlu mendengarkan ketika mereka menceritakan penderitaan mereka, turut meneteskan air mata, ikut berduka atas apa yang hilang dari mereka dan bersukacita bersama mereka untuk apa yang masih mereka miliki (Rm. 12:15).

Penuhi kebutuhan mereka yang mendesak. Orang yang berada di tahap awal trauma sangatlah terguncang oleh penderitaannya sehingga mereka sering lupa untuk mengurus diri sendiri, seperti: makan, mandi, bahkan tidur. Keputusan-keputusan yang dahulu diambil tanpa berpikir panjang sekarang telah dilupakan sama sekali. Menolong mereka yang berduka dengan mempersiapkan dan mengatur kebutuhan mendesak sangat membantu sehingga mereka tidak merasa begitu sendirian dalam kondisi menyakitkan tersebut.

Berdoa bersama untuk mereka. Dalam kondisi traumatis, sering mereka tidak sanggup berdoa. Menjadi pengantara atas nama mereka yang mengalami trauma, berduka dan luka hati menjadi hak istimewa yang tidak boleh disia-siakan. Betapa besar penguatan yang kita berikan bagi mereka yang merasa terlalu letih untuk berdoa ketika mereka mendengar kita menyebutkan nama mereka di hadapan takhta Allah.

 

TEMPAT PERLINDUNGAN DAN PENGHARAPAN KITA YANG UTAMA

Raja Daud mengalami pelbagai musibah dan menulis, “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang sebab dari pada-Nyalah harapanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah. Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya: Allah ialah tempat perlindungan kita.” (Mzm. 62:6-9)

Yesus mengundang kita untuk menjalani kehidupan penuh dengan keyakinan dan pengharapan walau kita diperhadapkan dengan kehilangan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” (Yoh. 14:1)

Percaya kepada Yesus berarti bergantung kepada-Nya untuk segala sesuatu yang tidak akan pernah musnah (bnd. Yoh. 1:12; 3:16; 10:10). Kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya memberi jaminan bagi yang percaya kepada-Nya bahwa mereka akan menerima dari-Nya anugerah, belas kasihan, damai sejahtera, pengampunan, kehidupan kekal dan kasih yang tak berkesudahan (Rm. 8:31-39).

Walau kita mungkin kehilangan banyak hal dalam hidup ini, Yesus memberikan jaminan bahwa Ia hadir dan tinggal beserta kita sekarang serta berjanji membawa kita tinggal bersama-Nya di Surga kekal kelak. Jaminan dan janji ini menjadi benteng pengharapan dan damai sejahtera yang tidak tergoyahkan bagi kita di masa-masa sulit yang kita alami.

Saduran dari: Kala Musibah Melanda (Seri Terang Ilahi)