Persekutuan Kita Dengan Allah Tritunggal

Pdm. Jusak Pundiono, Minggu, Lemah Putro, 6 Mei 2018

Shalom,

Orang tua tidak hanya berusaha keras memenuhi kebutuhan jasmani anaknya tetapi juga ingin agar gaya hidup mereka menjadi gaya hidup anak mereka. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya ingin mewariskan harta benda (lahiriah) kepada anak-anaknya tetapi karakter dan nilai-nilai baik lainnya juga menurun pada mereka. Bukankah kita diselamatkan dalam kasih karunia Allah dan sadar bahwa kita buatan Allah diciptakan dalam Kristus Yesus untuk mengekspresikan gaya hidup Allah dalam perbuatan-perbuatan baik (Ef. 2:10)?

Sungguh kebahagiaan kekal telah menanti bagi pelaku Firman Allah yaitu orang-orang yang menghidupi gaya hidup Allah terlebih bagi kita mengingat kita dahulu orang-orang tidak bersunat lahiriah (Ef. 2:11). Terbukti kematian Kristus Yesus disalib tidak hanya menyelamatkan tetapi juga mempersekutukan kita dengan Allah Tritunggal yang tidak kita kenal sebelumnya (ay. 15-16).

Aplikasi: gaya hidup kita sebagai orang percaya golongan tidak bersunat terlihat dari perbuatan baik kita dan persekutuan kita dengan Allah Tritunggal.

Melalui pembacaan Efesus 2:11-22, kita dapat merangkumnya sebagai berikut:

1. Kita menyembah hanya kepada Allah Yang Esa (ay. 11-12)

Jujur, kita cenderung mudah lupa; itu sebabnya perlu diingatkan seperti bangsa Yahudi yang berkali-kali lupa akan identitasnya sebagai umat penyembah Allah Yang Esa padahal mereka memiliki perjanjian sunat dengan Allah, tertulis dalam Kejadian 17:7, “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.” juga di Kitab Ulangan 6:4, “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Demikian pula bagi kita, orang percaya tidak bersunat (lahiriah), menyembah hanya kepada Allah yang esa.

Perjanjian sunat berlaku hanya bagi bangsa Israel (PL) tetapi di dalam Kristus, hati kita disunat dan dosa ditanggalkan (Kol. 2:11) untuk tidak lagi kembali berbuat dosa (PB). Jadi, bukan masalah walau kita tidak termasuk kewargaan Israel (Rm. 2:28-29) karena di dalam Kristus kita mendapat bagian ketentuan-ketentuan janji.

Kita tidak perlu demonstratif memakai atribut-atribut Yahudi kecuali untuk main sandiwara memerankan salah satu tokoh Israel yang ada di Alkitab. Juga jangan bingung dan resah dengan penyebutan Nama Allah yang diganti dengan Yahweh (bhs. Ibrani) karena ini tidak memengaruhi keselamatan apalagi di Perjanjian Baru hampir semua salinan naskah asli di-tulis dalam bahasa Yunani (abad 2-16), hanya sebagian kecil dalam bahasa Aram. Demikian pula penyebutan Yesus Kristus dengan kata Yeshua Ha-Masyiakh (bhs. Ibrani). Tidak ada tulisan Yahweh dan Yeshua Ha-Masyiakh dalam Perjanjian Baru. Sekitar abad 15-an baru ada yang menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Ibrani, berarti statusnya adalah terjemahan dari salinan-salinan bahasa Yunani yang sudah ada lebih dahulu. Kitab-kitab PL (bhs. Ibrani) juga diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani disebut Septuaginta karena ba-nyak orang Yahudi yang tersebar di mana-mana tidak lagi mengerti bahasa ibu mereka (lingua franca). Mereka lebih paham bahasa Yunani helenisme karena politik di era Alexander Agung.

Di Perjanjian Lama, Set melahirkan Enos dan waktu itulah manusia menyebut Nama YHWH (Kej. 4:26) namun setelah peristiwa air bah, manusia mendirikan kota dengan menara Babel yang puncaknya sampai ke langit untuk mencari nama bagi diri sendiri (Kej. 11:4).

Bagaimana kita, anak-anak Allah, harus bersikap di tengah-tengah dunia penuh pember-halaan?

- Orang melihat kita meninggalkan penyembahan banyak berhala (politeisme) kepada penyembahan hanya kepada Allah yang hidup (monoteisme).

- Kita juga menanggalkan pemberhalaan diri sendiri dan segala sesuatu yang bukan Allah seperti: pengalaman masa lalu, kekayaan, ketenaran dll.

- Saat kita menikmati berkat maupun saat dalam pencobaan, pikiran, perkataan dan tin-dakan kita tetap mencerminkan seorang penyembah Allah.

2. Kita tetap menyatu di dalam Kristus (ay. 13-16)

Kita, orang tidak bersunat (lahiriah) yang ditempatkan di dalam Kristus, hendaknya tetap tinggal di dalam-Nya sebab di dalam Dia ada keselamatan, kelepasan, ketenangan, kesuka-an sampai selama-lamanya.

Di dalam Kristus ada damai sejahtera (shalom; eirene) sebab:

  • Tembok pemisah yaitu perseteruan, telah dirubuhkan oleh kematian-Nya disalib sehing-ga kita dipersekutukan dengan Allah dan dengan sesama (ay.14-15).
  • Yesus yang disalib menghasilkan damai sejahtera (shalom; eirene) dan penyatuan orang-orang percaya di dalam satu Tubuh Kristus (ay.16).
  • Kita dijadikan alat perdamaian Kristus bagi mereka yang masih jauh dari pengenalan akan Allah baik bagi orang-orang tidak bersunat maupun orang-orang bersunat sehingga target misi kembali kepada Samaria – Yudea – Yerusalem.
  • Setiap pribadi di dalam Kristus bagaikan papan-papan Tabernakel dari kayu penaga yang berdiri tegak dilapisi emas dan merapat menjadi satu dengan ukuran sama (Kel. 26:15-16, 29a) juga seperti tembok Bait Suci Salomo terbuat dari batu-batu masif yang kukuh disusun rapi tanpa ada bunyi palu, kapak atau perkakas besi selama pembangunan. Dinding-dinding batu tersebut kemudian dilapisi kayu dan emas seluruhnya lalu dihiasi batu-batu permata disertai ukiran kerub (1 Raja 6:7,15,21,29). Maknanya bagi kita sekarang, tiap pribadi di dalam Kristus begitu solid menyatu satu dengan yang lain tanpa ada perbedaan suku, bahasa, bangsa maupun kedudukan sosial.

3. Kita dibangun menjadi rumah Roh Kudus (ay. 17-18)

Kematian Kristus disalib membuka akses kepada Bapa Surgawi karena kita bukan lagi orang asing dan pendatang melainkan kawan sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah. Kita dibangun menjadi kediaman Allah di dalam Roh.

Terbukanya akses kepada Bapa oleh Kristus yang mati tersalib dinyatakan Allah dengan terbelahnya tabir Bait Suci dari atas ke bawah (Mat. 27:51; Mrk. 15:38; Luk. 23:45). Sementara Injil Yohanes 2:13-22 menuliskan waktu Yesus menyucikan Bait Allah, Ia ber-kata, ”Rombak Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kematian-Nya tidak hanya meruntuhkan pemisahan area orang-orang tidak bersunat (non-Yahudi) dengan orang-orang bersunat (Yahudi) di Pelataran Bait Allah tetapi mereka juga disatukan dan menjadi kawan sewarga dan anggota keluarga Allah (Ef.2:19). Demikian pula akses bertemu Allah setahun sekali yang dilakukan oleh imam besar Harun di Tempat Mahakudus (Ibr. 9:25) dirombak menjadi terbuka setiap saat untuk orang-orang yang percaya Yesus baik yang tidak bersunat maupun yang bersunat.

Bila awalnya ada rasul-rasul untuk orang bersunat dan Rasul Paulus untuk orang-orang tidak bersunat (Gal. 2:7-9), dengan kematian Yesus rencana Allah digenapkan. Semua diba-ngun di atas dasar para rasul dan para nabi dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru (Ef. 2:20). Maknanya ialah tulisan para rasul dan para nabi menunjuk kepada Kristus yang mati disalib, itulah berita Alkitab (Perjanjian Lama dan perjanjian Baru) yang diterjemahkan ke pelbagai bahasa sehingga baik orang bersunat maupun orang tidak bersunat menyembah Bapa, disatukan di dalam Kristus Yesus, dan dibangun menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh Kudus (ay. 21-22).

Kata “Tempat Kediaman” dalam bahasa Yunani memakai kata khusus “katoikētērion” (= an abode, a habitation, a dwelling place) yang disebut hanya dua kali dalam Perjanjian Baru:

- Orang-orang tidak bersunat dan orang-orang bersunat dibangun menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Ef. 2:22) atau

- Ada orang-orang tidak bersunat dengan orang-orang bersunat dibangun menjadi tempat kediaman roh-roh jahat yang mengerikan itulah Babel besar (Why. 18:2).

Pilihan ada di tangan kita, siapa yang kita undang untuk tinggal di dalam hidup kita? Jangan salah pilih, mantapkan diri menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh dengan meningkatkan penyembahan kita kepada Allah Yang Esa dan tetaplah tinggal di dalam Kristus maka damai sejahtera-Nya meliputi kita sekarang sampai selamanya. Amin.