Hidup Yang Terbebas Dari Prinsip-Prinsip Dasar Dunia

Pdm. Setio Dharma Kusuma, Johor, Minggu, 28 April 2019

Shalom,

Di akhir bulan Maret lalu, seluruh penduduk Indonesia diperkenalkan dengan budaya baru karena adanya transportasi MRT, kereta cepat, yang memangkas cukup banyak waktu oleh karena kemacetan parah di Jakarta. Setiap penumpang harus mengubah pola pikirnya jika memutuskan mau naik MRT karena mereka tidak dapat turun seenaknya seperti naik bemo, tidak dapat mencegat di tengah jalan, membayar dengan kartu dan yang tak kalah penting ialah antre. Itu sebabnya Presiden Jokowi mengatakan kita sekarang berada pada budaya baru yaitu budaya antre dan budaya tepat waktu.

Bila dunia berusaha mengubah pola pikir ke arah lebih baik; demikian pula dengan kehidupan rohani anak-anak Tuhan. Keubahan apa yang dikehendaki Tuhan untuk umat-Nya? Kolose 2:20-23 menuliskan, “Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan ini walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.”

Dari ayat-ayat di atas ada tiga poin yang akan kita pelajari lebih jauh, yaitu:

Sangat jelas disebutkan bahwa baptisan itu sama dengan sunat Kristus yaitu penanggalan tubuh yang berdosa. Saat itulah kita mati bersama dengan-Nya untuk selanjutnya dibangkitkan oleh kuasa Allah.

Mengapa kita harus mati bersama Kristus? Kolose 1:14 menuliskan, “di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.” Dengan kata lain, tidak ada peng-ampunan dosa di luar Kristus. Siapa berani memproklamasikan diri sanggup menghapus dosa manusia kecuali Kristus?

Apa esensi/hal penting pada waktu baptisan?

-    Dibaptis dalam Nama Tuhan Yesus Kristus untuk beroleh pengampunan dosa (Kis. 2:38). Jadi mati bersama Kristus itu adalah pengampunan dosa.

-    Baptisan adalah tanda pertobatan (Mat. 3:11).

Bertobat ditandai dengan hidup baru. Saat bertobat, ada sesuatu yang berbeda; pola hidup kita mengarah menjadi seperti Yesus.

Sayang, banyak orang Kristen dan teolog lebih memperdebatkan tentang tanda dari pertobatan bukan pada pengampunan dosa dan pertobatannya. Misal: orang sering terpukau dengan mukjizat kesembuhan; ketika melihat seorang mengalami mukjizat kesembuhan yang luar biasa, dia pasti bertobat. Tidak! Alkitab tidak menyatakan seperti itu. Perhatikan, mukjizat yang terjadi pada seseorang belum tentu mengindikasikan orang tersebut bertobat. Buktinya? Terjadi banyak mukjizat di Khorazim dan Betsaida tetapi mereka tidak bertobat dan berkabung (Luk. 10:13). Memang mukjizat dipakai Tuhan agar seseorang bertobat tetapi bukan berarti orang yang mendapat mukjizat pasti bertobat. Alkitab menuliskan banyak orang disembuh-kan Yesus dari pelbagai penyakit bahkan ada yang dibangkitkan dari kematian tetapi berapa banyak yang mengikut Dia, mendampingi-Nya saat Ia berada di Taman Getsemani hingga disalib? Murid-murid-Nya pun lari meninggalkan Dia.

Sekarang kita mengerti bahwa mati bersama Kristus adalah pengalaman pertobatan dan baptisan adalah tanda kita memproklamasikan diri bahwa kita bertobat.

Bagaimana dengan baptisan Yesus? Apakah Ia harus bertobat? Bukankah Ia adalah Allah Manusia sejati, Pribadi yang tidak berdosa namun dijadikan dosa? Karena Dia tidak berdosa, esensi baptisan-Nya beda. Bagi manusia berdosa, esensi baptisannya adalah pertobatan tetapi baptisan Yesus ialah untuk menggenapi seluruh kehendak Allah (Mat. 3:13-15).

Setiap suku/etnis memiliki adat dan kepercayaan sendiri-sendiri. Misal: etnis Tionghoa suka ke Gunung Kawi meminta kekayaan; sangat takut dengan angka 4 dan angka 13 yang dianggap membawa sial bahkan merupakan angka kematian. Bukankah banyak hotel yang liftnya tidak menggunakan angka 4 dan 13? Angka 13 jika digabung (1 + 3) menjadi 4, angka kematian.

Bagaimana dengan prinsip Alkitab? Allah tidak mengenal perbedaan penggunaan angka. Angka 4 banyak dijumpai dalam Alkitab. Contoh: Allah menciptakan pada hari ke-4 (Kej. 1:19); dengan kata lain Ia tidak meniadakan angka 4 dalam penciptaan. Ada 4 sungai yang diciptakan di Taman Eden (Kej. 2:10); ada 4 Injil dalam Perjanjian Baru; ada 4 tanduk pada Mazbah Kurban Bakaran (Kel. 27:2) dst. Justru Alkitab berbeda dari prinsip dunia.

Banyak orang termasuk orang Kristen masih percaya dengan zodiak dan shio. Mereka percaya pada ramalan perbintangan.

Introspeksi: bagi kita yang sudah dibaptis, masihkah kita dibelenggu dengan kepercayaan berbau supranatural?

Bagaimana dengan peraturan-peraturan dunia, apakah hal ini tidak ditemui di gereja? Ternyata peraturan-peraturan yang tampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuas-kan hidup duniawi/tubuh dikuasai dosa (Kol. 2:23).

Kalau begitu, apa yang harus kita perbuat agar tetap di dalam Kristus? Kita harus berakar di dalam Dia, dibangun di atas Dia, bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan, hati melimpah dengan syukur juga berhati-hati terhadap filsafat kosong dan palsu menu-rut ajaran turun-temurun (adat istiadat) dan roh-roh dunia (Kol. 2:6-8).

Yesus pernah menegur orang Yahudi tentang peraturan makan tanpa mencuci tangan. Ia mengatakan, “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.” (Mat. 15:3-6)

Singkatnya, kalau rumah dijual dan dipersembahkan untuk gereja kemudian hidup sebagai full-timer di gereja, tidak perlu lagi menghormati atau memelihara orang tua.

Ternyata tradisi dan adat istiadat manusia dapat bertentangan dengan Firman Tuhan. Misal: budaya Barat seperti bridal shower atau malam midodaren (Jawa) adalah pesta untuk melepas masa lajang sebelum masuk dalam hidup nikah. Masalahnya sering pesta lajang ini kebablasan dengan obrolan jorok dan nonton film porno yang berakhir dengan kenajisan.

Aplikasi: hendaknya kita menghindari tradisi yang bertentangan dengan Firman Tuhan, yang membuat kita kembali pada kehidupan lama.

Bila kita telah mati (bertobat) dan hidup baru bersama Kristus, apa yang harus kita lakukan?

-    Mencari dan memikirkan perkara-perkara di atas di mana Kristus ada (ay. 1-2).

-    Mematikan segala sesuatu yang duniawi yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat juga keserakahan yang sama dengan penyembahan berhala (ay. 5).

-    Membuang semua marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulut juga dusta (ay. 8-9).

-    Mengenakan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, suka mengampuni (ay. 12-13).

Ingat, Kristus tidak pernah ada di dalam pergaulan dan perbuatan berbau najis dan jahat juga pada perkataan dusta/hoax dan fitnah.

Apa yang harus diperbuat bagi mereka yang sudah lama dibaptis? Terus menerus diperbarui untuk beroleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya (Kol. 3:9-10).

Masihkah kita berpijak pada dua kaki? Sudah dibaptis tetapi pertobatannya setengah-setengah karena tidak mau bebas dari roh-roh dunia – menambah pundi-pundi kekayaan dengan menghalalkan segala cara, masih mengikuti kegiatan supranatual, lepas kendali menggunakan kata-kata kasar dan jorok di medsos dst.

Marilah kita kembali pada jalur yang dikehendaki Tuhan dengan hidup terbebas dari prinsip-prinsip dasar dunia – bebas dari roh-roh dunia, dari kuasa-kuasa supranatural dan senantiasa memikirkan perkara-perkara dimana Kristus ada. Dengan demikian kita berkenan di hadapan-Nya dan makin dekat dengan-Nya. Amin.