KESATUAN BERLANDASKAN PIKIRAN DAN PERASAAN KRISTUS

Lemah Putro, 29 September 2019
Pdt. Paulus Budiono

Shalom,

Sungguh kita merindukan shalom/damai sejahtera dari Allah di dalam Yesus Kristus karena dunia tidak akan pernah dapat memberikan shalom kecuali keresahan dan ketidakpastian.

Saat dipenjara, Paulus tidak stres dan putus asa kemudian ingin mati meskipun kematian justru merupakan keuntungan baginya karena dia hidup bersama Tuhan selamanya (Flp. 1:21). Namun dia memiliki shalom dan sukacita serta berkeyakinan tetap hidup di dunia untuk bekerja memberi buah (ay. 22). Memberi buah berarti tidak mengonsumsi buah untuk diri sendiri supaya sehat tetapi siap berbagi dengan mereka yang membutuhkan (yang lemah dan sakit) agar mereka tertolong. Buah apa yang dimaksud olehnya? Galatia 5:22-23 menjelaskan adanya 9 rasa buah Roh yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Paulus sendiri juga membutuhkan buah itu; dengan kata lain, semua membutuhkan buah untuk siap berbagi satu sama lain.

Rasul Paulus tidak dapat bergerak bebas di dalam penjara tetapi melalui tulisannya dia memberikan nasihat kepada jemaat Filipi (juga kita) yaitu, “Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (Flp. 2:1-5)

Pertanyaan: perlukah kita memasukkan pikiran dan perasaan orang lain ke dalam hidup kita? Dan sejauh mana pikiran dan perasaan orang lain memengaruhi kita agar tidak kebablasan menerima pikiran dan perasaan orang lain seluruhnya sehingga terjadi penurutan total seperti dilakukan oleh seorang budak yang tidak mempunyai hak atas pikiran dan perasaannya sendiri?

Terbukti di dalam Kristus ada nasihat dan penghiburan yang sangat kita butuhkan sebab tidak ada seorang pun bebas dari masalah dan sering membutuhkan nasihat serta penghiburan dari orang lain.

Sesungguhnya Tuhan dapat melakukan apa pun tanpa bantuan kita, tetapi Ia ingin melibatkan kita dengan memberikan kasih karunia dan berkat-Nya tidak untuk dinikmati sendiri tetapi diberikan/dibagikan kepada yang lain. Dengan kata lain, Tuhan ingin kita aktif bekerja bukan semua dilemparkan kepada Dia untuk dikerjakan oleh-Nya. Ilustrasi: ketika kaki keseleo, kepala menyuruh tangan untuk memijat kaki. Jadi, kepala mengatur, anggota tubuh bergerak melakukan perintah dari kepala (otak). Yesus adalah Kepala gereja dan kita adalah tubuh-Nya (Ef. 5:23,30). Anggota tubuh (tangan, kaki dll.) tidak dapat berdiri sendiri tetapi membutuhkan persekutuan dan persatuan untuk saling menolong. Paulus tahu dia tidak dapat keluar dari penjara untuk bersekutu dengan jemaat tetapi dia mempunyai pikiran dan perasaan Tuhan untuk menolong orang lain melalui tulisannya.

Introspeksi: sudahkah kita dalam hidup bersama/bermasyarakat menolong sesama yang perlu penghiburan, perhatian, pertolongan dll.?

Rasul Paulus mengatakan dengan tegas agar kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Ini harus menjadi dasar/landasan bagi kita untuk tidak menghapus Kristus Yesus dalam hidup kita sebab kenyataannya ada negara yang mulai menghapus kata-kata Yesus, Allah, Surga. Dapatkah dibayangkan kita membaca buku-buku rohani tetapi di dalamnya sama sekali tidak ada kata-kata Allah, Yesus Kristus, Juru Selamat dunia dst.? Bagaimana dengan pengharapan kita akan masa depan? Ingat, di luar Yesus, semua berakhir dengan kehancuran. Landasan ini harus ditukik dalam pikiran dan perasaan kita supaya kita berpikiran dan berperasaan seperti Kristus. Rasul Paulus mempunyai dasar yang kuat ketika menulis ayat-ayat di atas sebab ia mempunyai pengalaman mengenal dan memiliki pikiran Kristus (1 Kor. 2:11,16).

Tak dapat dipungkiri, orang tua yang membesarkan kita memegang peran penting dalam membentuk dan memengaruhi pola pikir serta perilaku kita. Bukankah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya atau setiap pohon dikenal pada buahnya (Luk. 6:44)? Didikan orang tua yang dilatih terus menerus dan berlangsung tahunan telah membentuk cara kita berpikir.

Apa yang dimaksud dengan pikiran? Pikiran (Inggris: mind = thoughts, feelings, understanding → pikiran, perasaan, pengertian). Untuk mampu menaruh pikiran dan perasaan Kristus, kita perlu latihan terus menerus juga berlatih satu dengan yang lain untuk mendewasakan rohani kita. Ibrani 5:14 meneguhkan bahwa orang dewasa membutuhkan makanan yang keras karena mempunyai pancaindra yang terlatih untuk membedakan yang baik dan yang jahat. Kita harus belajar membuka diri mau berlatih/melatih pikiran dan perasaan kita melalui komunikasi, diskusi dan debat bukan hidup terkungkung dengan perasaan sendiri dan tidak mau bergaul dengan sesama karena alasan tidak satu level atau tidak satu ras dll. Rasul Paulus dalam penjara rindu supaya semua orang kudus termasuk para penatua, diaken belajar suka berhimpun dan menyatu berlandaskan pikiran dan perasaan Kristus.

Mind‟ juga mengandung pengertian perasaan. Apakah kita lebih mendahulukan emosi ketimbang perasaan sehat kita? Waspada, emosi mudah tersinggung yang tidak terkontrol sering mengakibatkan tindakan konyol yang merugikan diri sendiri. Jangan makin tua makin mudah tersinggung karena lebih mengedepankan perasaan sendiri bukan perasaan Kristus! Yesus menjadi teladan sempurna terkait dengan perasaan, Ia tidak mudah terpancing emosi-Nya atau bertindak impulsif (cepat bertindak secara tiba-tiba menuruti gerak hati). Ia melakukan banyak perbuatan baik tetapi ketika dibenci dan dicaci maki bahkan disalib, Ia masih memberikan yang terbaik itulah nyawa-Nya dan pengampunan bagi semua manusia berdosa termasuk para pembenci-Nya. Maukah kita belajar dari Dia? Yesus sendiri mengatakan, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat. 11:29)

Jelas, hanya Yesus yang mampu membuktikan kelemahlembutan dan kerendahan hati sebab Musa yang ditulis dalam Alkitab sebagai orang paling rendah hati (humble) di muka bumi (Bil. 12:3) di akhir hidupnya tidak mampu mengendalikan emosi kemarahan berakibat tidak diperbolehkannya masuk Kanaan karena dia tidak menghormati kekudusan Allah di depan mata orang Israel (Bil. 20:8-12). Kesimpulan, perbuatan seseorang berkaitan dengan imannya. Iman kita terhadap Tuhan tercermin dalam tindakan dan perbuatan kita dalam menghadapi suatu masalah.

Hendaknya kita melandaskan pikiran dan perasaan kita pada pikiran dan perasaan yang ada pada Yesus (bukan pada manusia sehebat apa pun dia) seperti pengakuan Rasul Paulus yang mengatakan bahwa ia hanya seorang ahli bangunan yang meletakkan dasar bangunan, Kristus Yesus, dan orang lain membangun terus di atasnya (1 Kor. 3:10-11). Jadi, gereja Tuhan dibangun atas dasar kurban Kristus.

Rasul Paulus mengatakan bahwa Yesuslah satu-satunya dasar/landasan bangunan sebab dia tahu jemaat Korintus terpecah dengan adanya pengelompokan-pengelompokan yang pro Paulus, pro Apolos, pro Kefas, pro Kristus (1 Kor. 1:12). Dia mengingatkan untuk hati-hati membangun bagian atasnya, apakah dibangun dengan persatuan yang teguh berdasarkan pikiran dan perasaan Kristus atau berdasarkan kemauan sendiri.

Lebih lanjut Rasul Paulus menjelaskan adanya dua model bangunan dengan landasan sama, Yesus Kristus, tetapi di atasnya dibangun dengan bahan berbeda (1 Kor. 3:12) yaitu:

Bahan dari kayu juga tidak kuat karena kayu akan rapuh dan rusak. Demikian pula dengan jerami yang enteng sebab kosong di dalamnya. Baik kayu, rumput kering dan jerami merupakan bahan yang mudah terbakar habis.

introspeksi: apakah kita terbuat dari bahan kayu, rumput kering yang mudah terbakar emosi kita saat bersekutu dengan anggota tubuh Kristus lainnya karena kita berlandaskan pada pikiran sendiri?

Mempelai perempuan Tuhan digambarkan sebagai Yerusalem baru. Bila kita rindu menjadi mempelai-Nya, kita harus menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Dengan demikian, perselisihan karena beda pikiran/pendapat boleh terjadi tetapi kita tidak mudah meninggalkan persekutuan karena perasaan tersinggung, marah dll.

Bagaimana kita dapat menjadi satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan? Tidak ada jalan/cara lain kecuali menyerahkan pikiran dan perasaan kita yang beda-beda ini kepada pikiran dan perasaan Tuhan. Dan kita mengetahui pikiran dan perasaan Tuhan melalui Firman-Nya. Dengan mencintai Firman Allah, kita diubah dari waktu ke waktu – kita menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus menerus dibarui untuk beroleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya sehingga tidak lagi ada pikiran dan perasaan beda-beda (pikiran orang Yunani beda dengan pikiran orang Yahudi, perasaan orang bersunat dengan yang tidak bersunat dst.) sebab Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu (Kol. 3:9-11).

Harus diakui untuk berpikiran dan berperasaan seperti Kristus diperlukan pengurbanan yang sakit bagi daging – bersedia membuang pikiran dan perasaan lama yang masih melekat, mengampuni orang yang menyakiti kita, rendah hati, tidak mementingkan diri sendiri tetapi memerhatikan kepentingan orang lain. Namun dengan ketekunan dan latihan terus menerus, kita diubahkan hingga menjadi segambar dan serupa dengan Allah Tritunggal dan tinggal di Yerusalem baru bersama-Nya selamanya. Amin.

 

Video ibadah ini dapat Anda lihat di sini Ibadah Umum - "Kesatuan yang Berlandaskan Pikiran dan Perasaan Kristus" - 29 September 2019 - Pdt. Paulus Budiono