Hidup Dalam Perlindungan Allah (Mazmur 90)

Pdt. Evendy Tobing

Minggu, Lemah Putro, 5 November, 2017

Shalom,

Sering dalam doa kita otomatis mengucapkan, “Ya Bapa, sertailah kami dalam perja-lanan kami”. Sungguhkah kita memohon perlindungan-Nya di setiap waktu dan sudahkah kita mengalaminya? Siapa sesungguhnya pemberi perlindungan seperti diakui oleh Musa? Mazmur 90:1-17 menuliskan, “Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun. Sebelum gunung-gunung dilahirkan dan bumi dan dunia diperanakkan bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia (enos) kepada debu dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu. Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut. Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap… Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya TUHAN – berapa lama lagi? – dan sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah (satisfy = puaskan) kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka. Biarlah kelihatan kepada   hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-Mu kepada anak-anak mereka. Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.”

Dari ayat-ayat di atas, ada tiga poin yang dapat disimpulkan yaitu:

1. Manusia merasa tidak aman. Setiap orang, termasuk orang percaya, sama-sama
   mengeluh merasa sakit bersalin (Rm. 8:22), artinya: mereka ada dalam pergu-
   mulan.

Perlu diketahui Mazmur 90 merupakan Mazmur paling tua karena dicatat pada saat perpisahan Musa dengan bangsa Israel. Ayat-ayat di Mazmur 90:1 paralel dengan Ulangan 33:27; Mazmur 90:2 paralel dengan Ulangan 33:15; 32:18 yang mencatat pergumulan Musa bersama Tuhan dalam memimpin bangsa Israel.

Isu yang berkembang saat ini mengatakan bahwa kesuksesan hidup secara jasmani (mengutip ayat-ayat di Yohanes 10:10, Ulangan 8:18) menjadi tanda/bukti orang tersebut diperkenan Allah. Teori semacam ini sangat digemari namun sebe-narnya bersifat menghakimi karena berasumsi orang yang mengalami pergumulan dalam kesehatan (sakit) maupun keuangan (miskin) tidak dalam perkenanan Tuhan seperti dipercaya oleh sahabat-sahabat Ayub.

Sesungguhnya perkenanan Tuhan tidak harus dinilai dari yang kelihatan secara jasmani saja. Alkitab memaparkan adanya banyak hambatan, ancaman, tantangan, pergumulan bahkan kematian yang dialami oleh orang-orang percaya dalam pelayanannya seperti Rasul Paulus (2 Kor. 11:23-26). Apakah Paulus kurang rohani? Tidak, dia mengenal dan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh.

Daud yang mempunyai relasi intim dengan Tuhan juga mengeluh, “Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (Mzm. 13:2)

Mungkinkah Tuhan lupa seperti sifat manusia? Ingat, Tuhan memiliki sifat kasih sekaligus adil. Ternyata lupanya Tuhan jauh berbeda dengan lupanya manusia. Lupanya Tuhan ada unsur kesengajaan atau lebih tepat diabaikan oleh-Nya. Meng-apa Tuhan lupa? Hosea 4:6 menegaskan, “Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu.”

Analogi: akankah kita menyayang anak kita yang nakal dan membiarkan dia tetap dalam kenakalannya? Namun, jika kita bersikap tegas dan mendisiplinkannya dia justru akan membuat rayuan dan pendekatan kepada kita karena dia merasa dilupakan/diabaikan. Relasi Daud dengan Tuhan sangat dekat sehingga dia dapat merasakan kapan Tuhan melupakannya. Demikian pula hubungan intim suami istri, suami akan segera tahu ada sesuatu yang salah saat melihat muka si istri berubah masam. Waspada, kalau kita tidak dekat dengan Allah, kita tidak tahu kapan Dia melupakan kita.

Bukankah Allah itu omnipresent (mahahadir)? Jika Ia menarik diri dan menyem-bunyikan wajah-Nya, pasti ada alasan tertentu dibalik itu. Contoh: ketika Samuel muda menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli, pada masa itu Firman TUHAN maupun penglihatan-penglihatan jarang terjadi (1 Sam. 3:1). Mengapa Tuhan menarik diri? Karena Ia mau mendidik umat-Nya yang lebih mementingkan simbol-simbol lahiriah ketimbang Tuhan sendiri. Buktinya? Hofni dan Pinehas mempermainkan kurban persembahan (1 Sam. 2:12-17). Dosa dimulai di tempat kurban dipersembahkan, di tempat Nama Tuhan diserukan.

Juga saat orang Israel kalah berperang melawan bangsa Filistin, para penatua mengevaluasi kekalahan mereka dan berkesimpulan karena tidak ada Tabut Per-janjian di tengah-tengah mereka (1 Sam. 4:2-3). Mereka memutuskan mengambil Tabut Perjanjian di Silo dan bersorak-sorak ketika Tabut Perjanjian muncul. Mereka begitu yakin akan mengalami kemenangan namun apa yang terjadi? Bangsa Filistin yang awalnya ketakutan ternyata berhasil memukul kalah orang Israel bahkan merampas Tabut Allah juga Hofni dan Pinehas tewas (1 Sam. 4:6-11). Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Umat Israel bersorak-sorak menyebut Nama Tuhan tetapi sesungguhnya mereka hidup jauh dari-Nya. Mereka membawa Tabut Perjanjian sebatas tanda kehadiran Tuhan tetapi Pribadi Tuhan tidak ada di tengah-tengah mereka. Akibatnya, jumlah mereka yang gugur jauh lebih banyak padahal ada Tabut Tuhan (ay. 2,10).

Musa mengakui Allah adalah tempat perteduhan (aon) bagi umat-Nya turun temurun. Tempat perteduhan (aon) sebenarnya berupa puing-puing bangunan reruntuhan di mana binatang-binatang liar tinggal. Jadi, tempat perteduhan di sini bukanlah Tabernakel. Namun istilah ini juga dipakai untuk tempat tinggalnya Tuhan seperti tertulis dalam Ulangan 26:15, “Jenguklah dari tempat kediaman-Mu (aon) yang kudus dari dalam sorga dan berkatilah umat-Mu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan kepada kami seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kami – suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."

Dengan kata lain, Allah ingin hadir di tengah-tengah umat-Nya sekaligus menjadi tempat tinggal bagi mereka (Mzm. 71:3; 91:9). Bila demikian, mengapa kita khawatir dan takut?

Allah menjadi tempat perteduhan turun temurun berarti Ia adalah Sang Pelindung kekal. Dimulai dari Abram yang dipanggil dari Ur-Kasdim mampir di Haran (Terah, bapaknya, meninggal di sana) kemudian menuju Kanaan. Menurut catatan arkeologi, di Ur-Kasdim lebih banyak dewa daripada manusia. Dalam tulisan entah dongeng atau tradisi dikatakan Terah adalah pedagang patung dan Abram sebelum dipanggil Tuhan memang tidak suka dengan patung. Suatu hari Terah hendak bepergian dan menyuruh Abram menjaga toko. Begitu bapaknya hilang dari pemandangan, Abram menutup tokonya dan membuka toko begitu tahu bapaknya pulang. Terah heran mengapa tidak ada patung yang laku dan dijawab hari itu lagi sepi. Keesokan harinya Terah pergi karena ada urusan, Abram harus jaga toko lagi. Begitu bapaknya pergi, dia mendapat ide, diambilnya palu besar lalu dipukulnya patung-patung tersebut. Betapa kagetnya Terah waktu pulang melihat patung-patungnya hancur berantakan. Dia bertanya kepada Abram apa yang terjadi dan dijawab bahwa patung-patung itu saling pukul. Terah heran bagaimana patung bisa berkelahi, segera Abram mengatakan kalau patung tidak dapat berkelahi mengapa bapaknya percaya patung. Terbukti orang yang menyembah berhala adalah kebodohan (Yer. 10:14). Abram menghadapi banyak tantangan ketika pindah dari Ur-Kasdim sampai di Kanaan.

Begitu pula bangsa Israel menderita di Mesir selama 430 tahun hingga mereka berteriak kepada Tuhan dan mereka dilepaskan dari perbudakan Mesir. Mereka mengalami banyak tantangan selama 40 tahun mengembara di padang gurun dan dialami pula oleh generasi demi generasi mereka yang tinggal di Kanaan tetapi Tuhan melindungi mereka. Sampai sekarang pun hingga Ia datang kembali, Ia tetap Sang Pelindung yang sama.

“Sebelum gunung-gunung dilahirkan dan bumi serta dunia diperanakkan, Engkaulah Allah“ membuktikan Ia adalah Pelindung yang dapat diandalkan karena Ia kekal dan tidak berubah. Faktanya, kita sering tidak percaya akan Dia, iman kita lebih ditentukan oleh situasi dan kondisi yang terjadi.

2. Manusia yang lemah dan berdosa membutuhkan pertolongan Allah (ay. 3-
   5).

Manusia (enos) itu lemah digambarkan seperti rumput yang cepat layu dan kembali kepada debu yang tidak berguna sama sekali (Kej. 3:19). Manusia juga dibatasi oleh waktu/umur sekitar 70 tahun, jika kuat 80 tahun dan kebanggaannya adalah penderitaan. Bagi mereka yang sudah usia senja, sisa waktunya makin singkat, sudahkah diisi dengan melayani pekerjaan Tuhan semaksimal mungkin? Jangan hidup untuk diri sendiri atau kelompok (gereja) kita sendiri; jika demikian, pemberitaan Injil tidak akan berjalan. Bagaimana orang-orang yang sedang berjalan ke neraka kekal (di bawah ancaman murka Allah) dibalikkan berjalan menuju Tanah Perjanjian bila tidak ada yang memberitahukan Injil keselamatan?

Manusia tertua di dunia, Metusalah (969 tahun; Kej 5:27) terkesan satu hari di mata Tuhan (2 Ptr. 3:8), terlebih kita yang hidup di bawah 100 tahun, benar-benar sangat singkat waktunya!

Selain tubuh lemah dan dibatasi usia, kita membutuhkan pertolongan Tuhan karena menghadapi murka-Nya akibat dosa yang kita perbuat (ay.7).

Musa menjelaskan murka Allah jatuh kepada bangsa Israel karena sungutan dan pemberontakan mereka menyebabkan perjalanan keluar dari Mesir menuju Kanaan yang seharusnya makan waktu 40 hari berubah menjadi 40 tahun (Bil. 14:34).

Sebenarnya tidak ada bangsa yang mengalami kemurahan Tuhan melebihi bangsa Israel, mereka mengalami mukjizat-mukjizat spektakuler tetapi mereka masih bersungut-sungut, ingin kembali ke Mesir dan jatuh dalam penyembahan berhala. Perjalanan mereka yang diprakasai oleh Allah dan dipelihara oleh-Nya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh Allah. Akibatnya, padang gurun menjadi kuburan massal kecuali Kaleb dan Yosua yang tidak dibinasakan (Bil. 14:29-30). Tidakkah cukup pemeliharaan dan perlindungan Allah selama perjalanan 40 tahun? Faktanya mereka gagal, bahkan Musa yang menjadi mediator memohon belas kasihan bangsa Israel supaya tidak binasa ikut menjadi ‘korban’ tidak masuk ke Kanaan.

Jelas, tidak ada dosa yang tersembunyi di hadapan Allah. Perhatikan, orang berdosa itu menjadi bodoh, contoh: Yunus diutus Tuhan dan dia tahu Tuhan itu mahahadir tetapi karena dia tidak taat (berdosa) dia lupa kalau Tuhan itu mahatahu. Dia bersembunyi di ruang kapal paling bawah, dipikirnya Tuhan tidak tahu. Waspada, ketika dosa menghampiri kita, kepekaan kita terhadap suara Tuhan lama-lama hilang. Dan semua orang berdosa harus mempertanggungjawabkan dosanya di hadapan Tuhan.

3. Respons orang percaya terhadap perlindungan Allah (ay. 12-17)

Belajar menghitung hari-hari agar beroleh hati bijaksana. Hati bijaksana harus dilandasi takut akan Tuhan sebab hari-hari yang kita lalui adalah hari-hari yang jahat (Ef. 5:16). Bukankah takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan/hikmat (Ams. 1:7)? Non-Kristen pasti bertanya-tanya apa hubungannya permulaan pengetahuan dengan takut akan Tuhan? Logikanya, permulaan pengetahuan diperoleh dengan belajar sebanyak mungkin. Ini tidak salah, tetapi menurut Alkitab Perjanjian Lama, pengetahuan/hikmat itu pertama-tama berbicara mengenai relasi sebab orang fasik dan orang bodoh bukanlah orang yang tidak memiliki pengetahuan tetapi mereka tidak memiliki hubungan dengan Sumber pengetahuan itu. Mengapa harus takut akan Tuhan? Karena faktanya orang yang berkemampuan tinggi secara kognitif, orang jenius dan brilian malah menghancurkan dunia ini dengan kepandaiannya. Anehnya, Alkitab mengajarkan kita (yang memiliki multiple intelligence/multikecerdasan) mencontoh 4 binatang yang tidak memiliki kemampuan kognitif, yaitu semut, pelanduk, belalang, dan cicak (Ams. 30:24-28) tetapi berkemampuan emosi dan sosial tinggi. Sebenarnya kemampuan spiritual, kemampuan sosial dan kemampuan intelektual sudah dicatat di dalam Alkitab dan sumbernya ialah takut akan Tuhan.

Selain belajar menghitung hari agar beroleh hati bijaksana, Musa berdoa:

  • Memohon agar “Tuhan kembali” kepada hamba-hamba-Nya (ay. 13).

Betapa seriusnya akibat dari dosa yaitu memisahkan manusia dengan Tuhan. Klimaks seriusnya dosa ditunjukkan saat Yesus disalib berteriak, “Eli, Eli, lama sabakhtani.” (Mat. 27:46) Penderitaan Yesus yang paling menyakitkan bukanlah cambukan, hujaman tombak, caci maki atau hinaan tetapi saat Ia ditinggalkan oleh Bapa-Nya.

Sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengarannya tidak kurang tajam untuk mendengar tetapi yang memisahkan kita dari Allah ialah kejahatan dan dosa kita membuat Dia menyembunyikan diri (Yes. 59:1-2).

Musa tahu dosa bangsa Israel membuat Tuhan menyembunyikan diri dari mereka. Apakah umat-Nya berdoa? Tidak. Musa yang tahu persis akan murka yang bakal dijatuhkan berdoa bagi mereka.

Sudahkah kita berdoa bagi orang-orang di sekeliling kita yang tidak tahu persis kapan murka akan jatuh menimpa mereka?

  • Agar Tuhan mengenyangkan (satisfy = memuaskan) dengan kasih setia

Segala sesuatu ada masa kadaluarsanya (expired date) seperti: kecantikan di masa muda akan pudar ditelan usia, kekuatan diwaktu tua menjadi lemah tak berdaya dst. tetapi kasih setia Tuhan tak terbatas dan selalu baru tiap pagi se-perti dialami Yeremia di tengah sengsara dan tekanan yang dideritanya (Rat. 3:21-23). Habakuk juga bersorak-sorai di dalam Tuhan di tengah kondisi di sekitar yang tidak memungkinkan (Hab.3:17).

Pernahkah kita mengunjungi tempat-tempat menyedihkan yang membutuhkan belas kasihan Tuhan supaya mereka juga dipuaskan oleh kasih setia-Nya? Ba-nyak jiwa membutuhkan jamahan tangan kita. Bagaimana mereka dapat me-muji Tuhan dan bersukacita bila kita tidak peduli akan mereka? Kita tahu mereka kelaparan tetapi kita tidak memberi mereka makan, mereka keku-rangan tetapi kita tidak membantu mereka dsb.

  • Agar perbuatan Tuhan tampak melalui kehidupan kita (ay. 16). Melalui per-lindungan dan pertolongan Tuhan, kita menjadi kesaksian – garamdan terang –
         bagi orang-orang di sekitar kita.
  • Agar Tuhan meneguhkan perbuatan tangan berdoa bukan untuk
       dirinya sendiri tetapi bagi banyak orang agar mengalami seperti yang dia alami.

Bila kita telah mengalami perlindungan Allah, sudahkah kita menggunakan hari-hari dengan bijak untuk peduli kepada orang lain agar mereka juga beroleh perlindungan dan dipuaskan oleh kasih setia-Nya seperti yang telah kita alami? Dengan demikian perbuatan Tuhan nyata melalui kehidupan kita dan nama Tuhan dipermuliakan. Amin.