YESUS TELADAN DALAM HAL MENGASIHI

Yohanes 13:31-38

 

Lemah Putro, Minggu, 23 Agustus 2020

Pdt. Paulus Budiono

 

 

Shalom,

Sungguh kita tidak dapat membalas kasih Tuhan bahkan jujur di masa pandemi ini kita tidak beribadah online dengan serius, kontinu dan tertib atau tidak dapat beribadah karena keterbatasan gadget. Bagaimanapun juga hendaknya kita belajar mengasihi-Nya untuk menjadi berkat bagi sesama sebab kasih-Nya yang sempurna senantiasa memenuhi dan mengawasi hidup kita.

Melalui tulisan Rasul Yohanes, kita telah mempelajari Yesus sebagai teladan sempurna dalam kerendahan hati juga sebagai Utusan Allah dan sekarang kita membahas keteladanan-Nya yang sempurna dalam kasih. Seandainya kita hidup di zaman itu, kita setuju Yesus dalam seluruh tindak tanduk-Nya menunjukkan kasih yang luar biasa tetapi kita tidak mengetahui dari mana Ia mendapatkan kasih semacam itu dan sejauh mana kasih-Nya berlanjut.

Masihkah kasih-Nya relevan hingga sekarang? Kita tidak mempunyai buku catatan apa pun yang lebih akurat daripada catatan yang tertulis dalam Alkitab. Dengan membaca Alkitab, kita dapat menyelami kasih-Nya walau kita tidak hidup di zaman Yesus juga iman kita bertumbuh dan tidak “menelan” begitu saja semua khotbah pendeta. Terbukti Alkitab yang terdiri dari 66 kitab menjadi satu keutuhan ajaib yang ditulis oleh lebih dari 40 penulis dalam urapan Roh Kudus dengan latar belakang pendidikan, kondisi dan waktu berbeda juga dalam tiga bahasa (Ibrani, sedikit bahasa Aram dan bahasa Yunani).

Sungguhkah Yesus menjadi teladan dalam mengasihi? Yohanes 13:31-38 menuliskan, “Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya dan akan mempermuliakan Dia dengan segera   Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku yaitu jikalau kamu saling mengasihi..............................

Menjelang Yesus disalib, Ia melontarkan ucapan yang seakan-akan tidak relevan yaitu memberikan “satu perintah baru” kepada 11 murid-Nya untuk saling mengasihi. Lawan dari mengasihi ialah membenci – melihat muka orang yang tidak disukai saja tidak senang apalagi mau berkomunikasi dan bekerja sama dengannya. Ternyata satu orang dari mereka tidak mau menerima perintah baru tersebut itulah Yudas Iskariot.

Memang waktu itu merupakan perintah baru tetapi bagi kita sekarang perintah itu tidak baru lagi. Kita ditantang oleh Alkitab – Firman Allah – yang tidak pernah usang tetapi ada dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya agar kita saling mengasihi. Ilustrasi: ketika seseorang memberikan perintah untuk mengasihi, kita menunggu apakah orang tersebut telah melakukannya terlebih dahulu sebagai bukti dan contoh untuk kita ikuti. Umumnya orang Kristen telah membaca ayat di atas puluhan bahkan ratusan kali tetapi sudahkah kita mempraktikkannya dengan saling mengasihi sehingga semua orang tahu bahwa kita adalah murid Yesus? Faktanya, medsos banyak mengungkapkan gereja saling saingan, pemimpin gereja rebutan aset sehingga berhadapan dengan hukum di pengadilan dll. Bahkan murid-murid Yesus sendiri masih keliru dalam pengikutan mereka kepada Gurunya. Mereka bertengkar siapa yang terbesar di antara mereka (Luk. 22:24). Terbukti sifat saingan sudah muncul di antara para murid Yesus untuk menunjukkan siapa lebih dikasihi Gurunya, siapa yang mendapat karunia lebih hebat dst. Namun Yesus tahu tidak ada satu pun dari mereka memiliki kasih sejati; itu sebabnya Ia memberikan perintah baru sebelum “pergi” kembali ke rumah Bapa-Nya.

Aplikasi: sebelum berbicara lebih jauh tentang kasih Kristus dan “saling mengasihi”, hamba Tuhan hendaknya memulai dari diri sendiri apakah sudah membangun kesatuan dengan istri, anak dan keluarganya. Yesus memberikan perintah untuk mengasihi bukan dengan perkataan tetapi dengan perbuatan serta dalam kebenaran dan Ia membuktikannya dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (1 Yoh. 3:18,16).

Teladan kasih apa yang Yesus berikan untuk kita ikuti dan lakukan?

Di usia tua, Rasul Yohanes menulis apa yang telah dilakukan oleh Guru-Nya terhadap 12 murid-Nya menjelang penderitaan dan kematian-Nya disalib. Yesus memberi contoh dengan menanggalkan jubah-Nya – “telanjang” bagaikan budak – kemudian membasuh semua kaki kotor para murid-Nya tanpa pilih kasih walau Ia tahu Yudas Iskariot akan mengkhianati, Petrus akan menyangkal dan semua murid akan meninggalkan-Nya. Tindakan Yesus membuktikan bahwa kasih-Nya kekal dan sebagai Tuhan, Ia merendahkan diri menjadi budak/hamba untuk melayani murid-murid-Nya. Mereka tidak mengerti makna pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Guru mereka saat itu (Yoh. 13:7) bahkan tidak tahu kalau Yudas Iskariot akan menjual-Nya padahal Yesus telah memberikan ciri-ciri orang yang akan mengkhianati-Nya (Yoh. 13:26-30). Betapa sempurnanya kasih Yesus sehingga gerak gerik dan mimik-Nya tidak dipengaruhi emosi ketika memberitahu siapa yang akan menjual-Nya, membuat para murid tidak curiga siapa pelakunya. Mereka mengira Yudas Iskariot pergi untuk membeli keperluan atau melakukan kegiatan sosial karena ia pemegang uang kas (Yoh. 13:29). Petrus awalnya juga menolak untuk dibasuh kakinya tetapi setelah Yesus menjelaskan pentingnya pembasuhan tersebut, Petrus malah minta dibasuh dari kepala sampai kaki (ay. 8-9).

Introspeksi: sungguhkah kita mengerti makna ibadah ketika mengikuti liturgi ibadah yang tersusun rapi? Bila kita tidak mengerti bahasa Alkitab, kita dapat keliru menilai seseorang atau melakukannya secara membabi buta karena emosi.

Sekitar 60 tahun setelah peristiwa pembasuhan kaki, Rasul Yohanes mengerti dan atas ilham Roh Kudus menulis Injil Yohanes dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan sebab ia menyaksikan sendiri tindakan Gurunya. Yohanes telah menerima kasih dan mendorong kita untuk saling mengasihi (1 Yoh. 3:1,11).

Allah Tritunggal – Bapa, Yesus (Sang Firman) dan Roh Kudus – adalah sumber kasih dalam kekekalan dan telah berkarya dalam kasih ketika menciptakan alam semesta dan isinya. Yesus yang adalah Tuhan dan Guru (Yoh. 13:13) telah memberikan teladan sempurna dalam kerendahan hati tanpa batasan menjadi Hamba dan Murid. Ia rindu kita juga saling mengasihi dan tetap rendah hati mencontoh Dia.

Dengan saling mengasihi, kita akan berbuah banyak, seperti buah pertobatan (Luk. 3:8), buah kebenaran (2 Kor. 9:10), buah hidup kekal (Yoh. 4:36) dst. Ingat, kalau kita terlepas dari kasih-Nya, kita tidak akan berbuah; kalaupun “mengasihi”, kasihnya bukan seperti yang dimaui oleh Tuhan.

Aplikasi: paling sedikit “saling mengasihi” dipraktikkan dalam hubungan suami-istri dan orang tua-anak yang mana harus ada keseimbangan kasih sehingga masing-masing tidak saling menuntut. Mengasihi bukan sekadar memenuhi adat dan budaya manusia tetapi kasih mempunyai tujuan memuliakan Bapa dan kita tidak mampu melakukannya sendiri tetapi berkaitan dengan ranting-ranting lainnya. Kasih Yesus ditandai dengan rendah hati; bila suami-istri atau orang tua-anak dipenuhi dengan kasih-Nya, mereka akan saling mengasihi tanpa banyak tuntutan karena masing-masing rendah hati sehingga dapat menghargai orang lain.

Bagaimana perasaan Yesus mendengar pengakuan Petrus yang mengasihi-Nya sebatas teman? Karena Yesus adalah kasih sempurna, Ia tetap mengasihi Petrus dan bertanya dengan menurunkan kasih Agapao menjadi kasih phileo kepada Petrus (ay. 16-17). Kemudian Yesus mengatakan lebih lanjut bahwa ketika masih muda Petrus mengikat pinggang dan berjalan ke mana saja dia kehendaki tetapi setelah menjadi tua orang lain akan mengikat dan membawanya ke tempat yang tidak dikehendaki. Yesus menyuruh dia untuk tetap mengikut-Nya (ay. 18-19) agar beroleh kasih Agapao. Hanya Yesus yang mampu mengubah kasih (phileo) Petrus menjadi kasih (Agapao) yang mana akhirnya Petrus mati (syahid) disalib di Roma.

Introspeksi: bagaimana kita bereaksi dan menilai suami/istri/orang tua/anak yang tidak mengasihi kita? Apakah kita memiliki kasih phileo karena memiliki hobi dan kebiasaan sama?

Siapa kasih itu dan dari mana asalnya? Kasih berasal dari Allah dan Allah adalah kasih; karena Allah begitu mengasihi kita, haruslah kita saling mengasihi (1 Yoh. 4:7-8, 10-11).

Kapan kasih Agapao Allah dicurahkan kepada kita? Justru saat kita dalam kondisi sangat buruk dan tak layak menerimanya yaitu ketika kita masih berdosa (Rm. 5:5-11). Konsep Allah berbeda dengan manusia yang mencari dan memilih orang kompeten bercirikan “the right man at the right place and at the right time”. Sungguh, kasih-Nya sangat menakjubkan dan tidak ada duanya! Oleh sebab itu bila kita dapat saling mengasihi, semua karena kasih-Nya sehingga kita tidak perlu bangga apalagi sombong dengan talenta-talenta (ketrampilan bernyayi, bermain musik, berkurban dll.) yang Ia karuniakan kepada kita.

Kita patut bangga memiliki Tuhan Yesus Kristus yang tak tertandingkan juga kasih-Nya yang sempurna telah menjadi teladan bagi kita untuk dapat saling mengasihi dengan penuh kerendahan hati dan tidak banyak menuntut. Dengan demikian semua orang tahu (tanpa kita perlu memperkenalkan diri) bahwa kita adalah murid Yesus dan Nama Allah dipermuliakan. Amin.

 

Anda dapat melihat rekaman Video Ibadah secara lengkap DISINI.