Shalom,

Apa pun kondisi kita saat ini, ini tidak dapat membatasi atau menghalangi kita untuk tidak beribadah kepada Tuhan sebab kita yakin Ia hadir di mana pun, kapan pun dan dalam keadaan apa pun. Kita membutuhkan Firman Tuhan yang hidup untuk menghidupi kita dan Firman-Nya tetap berkuasa melebihi kuasa apa pun yang ada di langit, di bumi bahkan di bawah bumi.

Dampak dari pandemi COVID-19 yang makin menggila ini membuat banyak orang menderita bahkan tidak sedikit yang berdukacita ditinggal oleh orang-orang yang dikasihinya. Kita membutuhkan ketenangan, penghiburan dan pertolongan. Bagaimana dengan tema di atas yang menyinggung penderitaan? Jujur, kalau boleh memilih, saat-saat ini kita lebih suka mendengarkan Firman Tuhan yang bersifat menghibur. Bukankah Yesus berjanji memberikan kedamaian, kelegaan, perhentian tetapi mengapa Firman Tuhan malah menyinggung berita “Mesias yang menderita”?

Bagaimanapun juga kita sedang membaca Firman Allah yang tidak hanya bertuliskan ayat-ayat yang menyenangkan perasaan manusia tetapi Firman hidup ini memberikan gambaran yang lebih indah daripada sekadar penghiburan tetapi ada proses yang perlu kita ketahui.

Kita mempelajari lebih jauh proses apa saja yang perlu kita ketahui dari kisah yang diambil dari Lukas 9:18-27:

“Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu siapakah Aku ini?” Jawab Petrus: “Mesias dari Allah.”

Sebagai orang Kristen, kita telah diajar dan mendapat penjabaran bahwa Yesus adalah Anak Allah, Kristus, Utusan Allah bukan Yohanes Pembaptis bukan Elia juga bukan salah satu nabi dahulu yang bangkit.

Introspeksi: benarkah kita yakin bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah?

Bila kita tidak meragukan identitas Pribadi Yesus sebagai Mesias, kita akan bersedia mendengarkan perkataan Yesus berikutnya. Apa itu?

Setelah mendengarkan jawaban dari Petrus, Yesus memberitahu para murid-Nya, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.”

Harus diakui kita sering mendengarkan ayat hanya sepenggal-sepenggal kemudian menyimpulkan dan memutuskan sendiri seperti dilakukan oleh Petrus ketika mendengar omongan Gurunya yang harus menangung banyak penderitaan. Segera Petrus menarik Yesus ke samping dan mengatakan, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” (Mat. 16:22)

Jelas Petrus menolak menolak rancangan Allah dan lebih mengedepankan pikirannya sendiri sehingga Yesus menghardiknya, “Enyahlah Iblis.” (Mat. 16:23)

Apa yang dikatakan Yesus bukanlah emosional tetapi sesuai rencana Bapa yang mengutus-Nya dan ini harus terlaksana bukan ditolak. Yesus datang ke dunia untuk menderita supaya manusia mengalami proses menuju pada suatu keadaan yang beda dengan kondisi dunia yang kita jalani saat ini. Yesus jujur dan mengatakan apa adanya. Bukankah Firman Tuhan itu “ya” dan “amin”? Kita tidak lagi fokus pada Elia, Yohanes Pembaptis dan nabi-nabi lain yang sudah mati tetapi pemahaman kita fokus pada Yesus yang menderita-mati-bangkit.

Bila kita mengaku sebagai pengikut Yesus, apakah kita tidak perlu menderita? Cukup Yesus saja yang menderita? Apa yang dikatakan Yesus selanjutnya?

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”

Ternyata untuk menjadi pengikut Yesus, kita harus berani menyangkal diri dan memikul salib setiap hari. Apakah ini mudah untuk diterapkan? Setelah terjadi mukjizat perbanyakan lima roti dan dua ikan, banyak orang mengikut Yesus karena mereka kenyang (Yoh. 6:26). Apa reaksi mereka ketika Yesus mengatakan daging-Nya adalah benar- benar makanan dan darah-Nya adalah benar-benar minuman? Banyak murid mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia (ay. 66). Mereka tidak memahami makna rohani dari perkataan-Nya.

Mengikut Yesus ‘tidak berhenti’ dengan cukup menikmati berkat-berkat jasmani tetapi harus ada progres/kemajuan mengikuti-Nya. Ia mau kita mengikuti-Nya ke mana pun arah jalan-Nya karena Ia adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). Sayang, Tomas tidak tahu jalan-Nya.

Apakah mengikut Dia hanya sekadar menderita, menyangkal diri dan memikul salib setiap hari? Tujuan pengikutan kita kepada-Nya ialah supaya kehidupan-Nya menjadi kehidupan kita. Dengan kata lain, kita tidak dapat mempertahankan kehidupan lama kita sebab daging dan darah kita tidak dapat mewarisi Kerajaan-Nya (1 Kor. 15:50).

Perhatikan, banyaknya kegiatan pelayanan atau lamanya menjadi orang Kristen bukanlah jaminan bahwa seseorang itu sungguh-sungguh mengikut Tuhan. Apa kata Yesus? “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.” (ay. 24).

Logikanya, setiap dari kita pasti menyayangi nyawa kita tetapi kita tidak dapat menyelamatkan nyawa dengan cara kita sendiri, misal: mencari agama yang dianggapnya benar. Namun kalau kita kehilangan nyawa (tidak mempertahankan ego, kedudukan, rencana sendiri, kepandaian sendiri) karena Yesus – Mesias – kita akan selamat. Justru kalau kita “mati” karena Firman Allah, kita mendapatkan kehidupan baru melalui proses keubahan hidup – menjadi ciptaan baru di dalam Kristus (2 Kor. 5:17) dan ini menyelamatkan sebab daging dan darah tidak mewarisi Kerajaan-Nya.

Bagaimana proses memperoleh keubahan hidup? Yesus mengingatkan, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri (is himself destroyed or lost = dia sendiri binasa atau terhilang)? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus.” (ay. 25-26)

Introspeksi: maukah kita barter/menukar nyawa dengan seluruh kekayaan di dunia? Menumpuk kekayaan dengan korupsi, mengejar popularitas dengan menghalalkan segala cara yang melanggar Firman Tuhan?

Yesus juga mengingatkan jika kita malu mengaku Yesus di depan umum apalagi melakukan tindakan-tindakan yang melanggar Firman-Nya, Ia akan malu alias tidak akan mengakui kita ketika Ia datang kembali. Jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita (2 Tim. 2:12). Perhatikan, hanya Yesus yang dapat memberikan jaminan masuk dalam Kerajaan-Nya dan Firman-Nya memberikan keselamatan.

Waktu itu Yesus telah memberitahu murid-murid-Nya apa yang akan terjadi pada diri-Nya – menderita bahkan mati tetapi bangkit pada hari ketiga. Bagi kita sekarang, Firman Tuhan juga telah mengatakan tentang kedatangan-Nya kembali. Bagaimana dengan kondisi dunia saat ini? Makin jahat dan kasih manusia makin dingin (Mat. 24:12).

Aplikasi: hendaknya kita mencintai Firman Tuhan dan memastikan (tanpa paksaan) bersedia menyangkal diri dan memikul salib untuk mengikut Yesus. Yesus sendiri tidak memaksa waktu banyak orang meninggalkan-Nya tetapi Petrus mewakili murid-murid lainnya menegaskan mereka tetap mau mengikut Dia. Jangan fokus hanya pada masalah menderita kalau mengikut Yesus sebab ini dapat melemahkan iman saat kita dalam kondisi menderita karena kehilangan pekerjaan, kesehatan terganggu dll.

Lebih lanjut Yesus mengatakan, “Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Kerajaan Allah.”

Siapa yang melihat Kerajaan Allah waktu itu?

Dapatkah kita melihat Kerajaan Allah? Kata “sesungguhnya = amin” berarti Firman-Nya berlaku dari dahulu, sekarang dan selamanya.

Apa yang dimaksud dengan Kerajaan Allah? Apakah berbentuk suatu bangunan dan ada pemerintahan di dalamnya? Ilustrasi: Istana Merdeka merupakan tempat resmi kediaman dan kantor presiden Indonesia. Tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam Istana Merdeka ini. Kalau kita berkesempatan diundang masuk ke istana ini, kita akan bersaksi banyak tentang apa saja yang ada di dalamnya.

Kita tidak akan mengetahui Kerajaan Allah dan isinya jika tidak dijelaskan oleh Orang yang datang dari Kerajaan itu. Siapa Orang itu? Yesus pergi dari satu kota ke kota lain memberitakan Injil Kerajaan Allah (Luk. 4:42-44). Ia rindu semua orang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Apa untungnya pemberitaan Kerajaan Allah bagi kita? Kita menjadi pemilik Kerajaan-Nya asal kita miskin (Luk. 6:20) – rendah hati dan polos seperti anak kecil (Mat. 19:14).

Yesus tidak anti terhadap orang kaya yang diberkati luar biasa tetapi jangan bersikap seperti orang muda kaya yang lebih mencintai hartanya bahkan menolak mengikut Yesus ketika diminta untuk menjual semua miliknya (Mat. 19:21-22). Bila Istana Merdeka hanya memperbolehkan orang-orang tertentu untuk masuk ke dalamnya, Kerajaan Allah justru menjadi pemilik orang miskin dan anak-anak; orang kaya malah sukar masuk ke dalamnya (Mat. 19:23).

Bagaimana mendatangkan Kerajaan Allah? Dengan mengundang Bapa Surgawi melalui doa (Luk. 11:2). Kalau kita yakin Kerajaan Allah penuh damai sejahtera, rumah tangga kita juga akan bersuasanakan damai yang datang dari- Nya.

Kita tidak perlu berdoa panjang dan berbelit-belit meminta sesuatu yang tidak perlu sebab persoalan makan minum dicari oleh mereka yang tidak mengenal Allah. Ia tahu kebutuhan kita tetapi kita harus mencari Kerajaan-Nya lebih dahulu maka semuanya akan ditambahkan kepada kita. Ia berkenan memberikan Kerajaan-Nya kepada kita kawanan kecil (Luk. 12:29-32). Hendaknya iman kita (walau sebesar biji sesawi) tumbuh menjadi sebesar Kerajaan Surga (Mat. 13:31-32).

Kapan kita mengetahui Kerajaan Allah datang jika tanpa tanda-tanda lahiriah? Dengan tegas Yesus mengatakan, “Sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara (within = di dalam) kamu.” (Luk. 17:20-21)

Kerajaan Allah yang bersuasanakan damai sejahtera penuh ketenangan ada di dalam hati yang tidak dilihat kasatmata. Namun orang-orang Farisi yang mengerti Taurat tidak mengerti makna dari ayat itu sehingga mereka menolak Yesus.

Besar kecilnya Kerajaan Allah tergantung pada hati kita. Kerajaan Allah yang bersifat kekal akan turun bila kita memintanya dengan sungguh-sungguh. Walau tidak dapat dilihat secara lahiriah, tanda orang yang memiliki Kerajaan Allah terlihat dari tutur kata yang keluar dari mulutnya – perkataan baik bersifat membangun atau perkataan negatif penuh curiga.

Marilah kita mengikut Yesus walau harus menyangkal diri dan memikul salib untuk menderita sementara waktu di dunia ini karena kita mempunyai tujuan pasti yaitu tinggal di dalam Kerajaan Allah – Yerusalem baru. Sekarang kita, bangsa kafir, telah melihat Kerajaan-Nya (2 Tim. 4:17-18) bahkan Kerajaan-Nya ada di dalam hati yang membuat kita tetap tenang dan damai menghadapi banyak tantangan dan kesulitan terutama di masa pandemi ini hingga tiba saatnya Yesus datang kembali menjemput kita untuk tinggal bersama-Nya di dalam Kerajaan-Nya yang kekal. Amin.