Jangan Ada Ragi Dalam Paskah!
Pdt. Paulus Budiono, Lemah Putro, Jumat, 19 April 2019
Shalom,
Menurut kalender orang Yahudi, Jumat Agung adalah hari ketika Yesus yang telah ditangkap, disiksa, disalib dan mati siap dikubur karena hari itu adalah hari persiapan menjelang Sabat dimulai. Kita, bangsa kafir, beroleh kemurahan dapat merayakan Jumat Agung dari tahun ke tahun. Sudahkah kita mempersembahkan hidup bagi Tuhan yang telah mengurbankan diri-Nya bagi kita?
Bagaimana kita dapat mempersembahkan hidup yang berkenan bagi Tuhan Yesus Kristus? 1 Korintus 5:7-8 menuliskan, “Buanglah ragi yang lama itu supaya kamu menjadi adonan yang baru sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba paskah kita juga telah disembelih yaitu Kristus. Karena itu marilah kita berpesta bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan tetapi dengan roti yang tidak beragi yaitu kemurnian dan kebenaran.”
Hingga saat ini orang Yahudi tetap melakukan ritual menyembelih domba Paskah kemudian menyelenggarakan pesta Paskah. Benarkah Jumat Agung dan Paskah berlaku hanya bagi orang Yahudi dan tidak ada kaitannya dengan kita, bangsa kafir? Kita harus membaca ayat-ayat sebelum dan sesudahnya secara utuh maka kita akan mengerti bahwa Paulus berbicara tentang Paskah kepada jemaat Korintus (non-Yahudi alias kafir).
Ada hal penting yang diingatkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat Korintus yaitu, “..kamu sombong.” (1 Kor. 5:2) Apa penyebab mereka menjadi sombong? Sedikit ragi telah mengkhamiri seluruh adonan (ay. 6). Jemaat Korintus (orang-orang Kristen kafir) sudah menerima keselamatan tetapi dirusak oleh ‘ragi’ sehingga mereka melakukan dosa kenajisan yang tidak terdapat di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah (ay. 1).
Paskah (orang Yahudi) telah terjadi ± 4.000 tahun lalu tetapi Rasul Paulus mengingatkan agar makna Paskah tidak kita lupakan maupun abaikan. Bagaimana reaksi bangsa Israel ketika merayakan Paskah dan makan roti tak beragi kemudian keluar dari rumah perbudakan Mesir? Mereka pasti bersukacita penuh kegirangan. Demikian pula dengan kita sekarang, Tuhan menghendaki kita mengerti makna Paskah dan merayakannya tidak dengan tangis pilu karena terbawa emosi menonton film atau drama yang mendemonstrasikan penderitaan Yesus. Saat Yesus dalam perjalanan menuju tempat bernama Tengkorak, banyak perempuan menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan mengingatkan agar mereka tidak menangisi Dia melainkan menangisi diri sendiri dan anak-anak mereka (Luk. 23:26-28).
Mengapa ragi lama harus dibuang? Pesta akan muncul jika ragi telah dibuang. Masih ingat bagaimana Musa atas perintah Allah menyuruh bangsa Israel menyembelih anak domba, membubuhkan darahnya pada tiang pintu dan ambang atas juga memakan dagingnya yang dipanggang di api disertai makan roti tidak beragi dan sayur pahit (Kel. 12:11-15)? Peristiwa itu menjadi hari raya Paskah yang harus dirayakan sebagai ketetapan untuk selamanya.
Terbukti Paskah berkaitan dengan roti tak beragi dan siapa tidak makan roti tersebut selama tujuh hari akan dilenyapkan. Apakah Allah plin-plan setelah menyelamatkan bangsa Israel yang ada tanda darah di rumahnya kemudian akan melenyapkannya jika mereka tidak makan roti tanpa ragi?
Memang peraturan Paskah berlaku bagi orang Yahudi tetapi tulisan Rasul Paulus ditujukan kepada jemaat kafir. Kita bukan orang Yahudi tetapi menerima Alkitab – Firman Allah – yang mayoritas ditulis oleh orang-orang Yahudi; karena kita meyakini Firman Allah, kita patut menaati Paskah pula.
Kematian Yesus membuat kita hidup namun kita harus membuang ragi; jika tidak, kita yang telah meraih kehidupan menghadapi kematian lagi. Waspada, banyak orang Kristen tidak hidup seutuhnya alias setengah mati/hidup karena tidak melakukan perintah Tuhan dengan tuntas.
Bangsa Israel dilarang makan roti beragi selama tujuh hari di segala tempat kediaman (Kel. 12:19-20) dan Musa melakukan perintah Allah dengan iman (Ibr. 11:28) berdampak bangsa Israel terhindar dari kematian. Setelah makan anak domba Paskah dan roti tak beragi, bangsa Israel buru-buru keluar dari Mesir sambil membawa adonan dan tempat adonan yang dibungkus dalam kain (Kel. 12:33-35) melanjutkan makan roti tak beragi saat berada di dalam perjalanan.
Aplikasi: kita yang telah menerima kelepasan dari perbudakan dosa oleh darah Anak Domba Paskah, Kristus, tidak boleh berdiam diri tetapi bergerak keluar dalam perjalanan rohani menuju tujuan pasti itulah Yerusalem baru. Marilah kita melangkah dengan iman dan menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah yang telah menghidupkan kita untuk menjadi senjata-senjata kebenaran (bnd. Rm. 6:11-13).
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus yang telah digembalakannya cukup lama agar tidak terjebak oleh ‘ragi’ yang berbahaya. Dalam hal ini diperlukan kerelaan dan kemauan untuk membuang ragi tersebut.
Waspada, barangsiapa melakukan sesuatu tanpa iman adalah dosa (Rm. 14:23). Buktinya? Saat Adam dan Hawa makan buah larangan, mereka jatuh dalam dosa karena tidak lagi beriman pada perintah Allah (Kej. 2:16-17; 32-7). Jadi, jangan mengklasifikasikan dosa seperti: dosa besar, dosa hitam, dosa abu-abu, dosa putih, dosa kecil dll.! Allah tidak pernah membeda-bedakan dosa besar atau kecil; dosa macam apa pun berujung maut (Rm. 6:23). Bagaimanapun juga, oleh karena kasih Allah yang begitu besar, Ia mau melepaskan kita dari belenggu dosa dengan memberikan nyawa Putra-Nya yang tunggal, Yesus, agar kita menerima nyawa alias hidup (Yoh. 3:16). Jika kita menolak Dia, kita tetap mati.
Jelas, hanya (dari pihak) Allah yang mampu menyelamatkan dan menyucikan hidup kita. Kita tidak mungkin dapat membuang dosa kita sendiri tanpa darah-Nya namun kita dapat membuang ragi. Sekarang tergantung kita apakah kita memutuskan: mau membuang ragi atau tetap menyimpannya atau pura-pura tidak tahu atau sengaja tidak mau membuangnya.
Jika Tuhan menyuruh membuang ragi berarti ragi ini tidak bermanfaat tetapi malah merusak. Apa sebenarnya fungsi dari ragi? Membuat adonan mengembang juga mengempukkan. Umumnya, orang menyukai roti empuk bukan yang keras. Mengapa Allah mengancam siapa pun yang makan roti beragi akan dilenyapkan? Ternyata persoalan roti beragi telah berlangsung lama dan bangsa Israel telah terbiasa makan roti semacam itu. Mereka kemudian diminta makan roti tanpa ragi hanya selama tujuh hari. Apa maksud larangan Tuhan yang berlaku hanya untuk sementara? Menguji ketaatan bangsa Israel untuk keluar dari kebiasaan; dampaknya mereka akan hidup jika menaati perintah-Nya. Demikian pula dengan kita, bila kita ingin beroleh hidup, taati Firman Tuhan serta berpesta di dalam kebenaran dan kemurnian tanpa ragi sedikitpun.
Saat itu Musa tidak mengerti makna Paskah tetapi dia melakukan perintah Allah dan di tahun kedua diadakan lagi pesta Paskah disertai roti tak beragi (Bil. 9:1-2). Kemudian perayaan Paskah di tahun-tahun berikutnya tidak ditulis lagi di Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan hingga bangsa Israel menjejakkan kaki di Tanah Kanaan dan berkemah di Gilgal, mereka merayakan Paskah dan makan roti tak beragi juga penyunatan untuk kedua kalinya (Yos. 5:2,10). Berapa tahun mereka tidak merayakan Paskah dan mengabaikan sunat? Ironis, setelah itu tidak lagi dikisahkan tentang Paskah hingga zaman Raja Hizkia baru diadakan Paskah dan makan roti tak beragi (2 Taw. 30:1-2,13). Ini menunjukkan betapa bangsa Israel telah melupakan Paskah dan tidak menghargai roti tak beragi yang telah ditetapkan untuk selamanya.
Kita, bangsa kafir, beroleh anugerah Tuhan sementara orang Yahudi hingga sekarang tidak percaya Yesus adalah Anak Domba Paskah. Kita menerima pengampunan dan hidup kekal oleh sebab percaya kepada Yesus. Memang kita telah menerima hidup kekal tetapi perjalanan hidup kita masih belum selesai. Jangan (rohani) kita puas diri dan berhenti di gereja karena merasa sudah mapan! Kita harus berkeinginan menuju ‘Tanah Perjanjian’ dan jangan bertindak seperti bangsa Israel yang tidak selera masuk ke Kanaan. Sepuluh pengintai memberikan laporan palsu akibatnya bangsa Israel mengembara di padang gurun 40 tahun dan semua generasi tua tidak masuk ke Kanaan kecuali Yosua dan Kaleb (Bil. 14:29-34).
Introspeksi: orang Kristen telah dilepaskan dari dunia dosa untuk terus berjalan bukan berhenti. Ke mana tujuan jalan pikiran, tutur kata dan perbuatan kita?
Ragi macam apa yang harus dibuang?
Ragi ajaran orang Farisi (Mat. 16:12).
Orang Farisi sangat agamawi dan ketat melakukan peraturan-peraturan. Contoh: Saulus/Paulus adalah orang Farisi yang kolot, dia setuju Stefanus dilempari batu hingga mati karena Saulus menganggap Stefanus menghujat Musa dan Allah (Kis. 6:11-12; 8:1).
Ragi orang Farisi ialah sikap munafik (Luk. 12:1). Perhatikan, Tuhan sangat mengenal setiap hati manusia dan apa yang keluar dari mulut merupakan luapan dari isi hati (Mat. 12:34). Ingat, seberapa lama kita berusaha menutupi sikap kemunafikan pasti akhirnya terbongkar sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi/tertutup yang tidak akan diketahui/dibuka (Luk. 12:2).
Hanya sedikit ragi yang mungkin tercampur tanpa diketahui akan segera terlihat karena adonannya memuai/mengembang. Yesus menegur keras sikap munafik orang-orang Farisi dan ahli Taurat (yang keras kepala) karena mereka menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang; mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang; menobatkan orang tetapi kemudian menjadikannya orang neraka; sebagai pemimpin buta, melakukan hukum Taurat tetapi mengabaikan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan; membersihkan bagian luar tetapi di dalamnya penuh rampasan dan kerakusan; seperti kuburan berlabur putih tetapi di dalamnya penuh tulang dan kotoran; merasa tidak ikut dalam pembunuhan nabi-nabi dan orang saleh (Mat. 23).
Introspeksi: sungguhkah sikap dan tutur kata kita tulus tidak dibungkus dalam kepura-puraan? Jangan suka menghakimi orang lain tetapi periksalah diri sendiri apakah sikap kita benar dan murni tanpa kemunafikan sebab Tuhan mengetahui rahasia hati kita.
Rasul Paulus (junior) berani menegur Rasul Petrus (senior) yang bersikap munafik ketika berhadapan dengan orang tidak bersunat (kafir) dan orang bersunat (orang Yahudi) mengakibatkan orang-orang Yahudi lainnya termasuk Barnabas bersikap munafik (Gal. 2:11-13).
Petrus pernah menyangkal Gurunya, Yesus, tetapi setelah dipenuhi Roh Kudus dia berubah total dan membuat 3.000 orang bertobat melalui satu kali khotbah (Kis. 2:14,41). Bahkan dia setuju orang kafir yang sudah bertobat tidak perlu disunat sebab dia menjadi saksi ketika diperintahkan Tuhan pergi ke rumah Kornelius (orang kafir), di sana telah menunggu Kornelius, sanak saudara dan sahabat-sahabatnya. Petrus tercengang melihat semua orang yang mendengarkan pemberitaannya dipenuhi Roh Kudus kemudian dia membaptis mereka dalam Nama Yesus Kristus (Kis. 10). Sayang, dengan berjalannya waktu ternyata tabiat lama Petrus muncul dan menjadi ragi yang mengkhamiri orang-orang di sekitarnya. Semakin tua semestinya iman dia semakin kuat bagaikan pohon yang makin tua makin berakar kuat tidak mudah digoyahkan. Tidak disebutkan mengapa dia goyah, mungkin karena takut kehilangan pamor atau takut kehilangan kedudukan dll. yang jelas dia telah bersikap munafik penuh kepura-puraan.
Waspada, ‘ragi’ perkataan, kelakuan dll. yang merusak akan mudah dan cepat memengaruhi yang lain. Itu sebabnya perlu dan harus dibuang ragi yang merusak itu! Berhati-hatilah mendengar khotbah dari pendeta siapa pun, hendaknya meng-crosscheck dengan Alkitab untuk mengetahui kebenarannya seperti dilakukan oleh jemaat di Berea (Kis. 17:11).
Ragi ajaran orang Saduki (Mat. 16:12).
Orang Saduki adalah imam-imam keturunan orang Lewi tetapi liberal. Mereka tidak percaya akan kebangkitan orang mati (Mat. 22:23).
Orang Kristen liberal tidak percaya akan kebangkitan orang mati bahkan ada beberapa orang mengatakan bahwa kebangkitan sudah berlalu.
Ragi Herodes (Mrk. 8:15).
Herodes dari kalangan pemerintahan bertindak separuh hati untuk menyenangkan orang-orang Yahudi namun pemerintah sendiri tidak percaya kepada Yesus.
Ragi pemberitaan yang melemahkan sehingga tidak lagi menuruti kebenaran Firman seperti dialami oleh jemaat Galatia.
Ternyata jemaat Galatia lebih menerima dan percaya pada (ajakan) pemberitaan manusia ketimbang Firman Tuhan (Gal. 5:7-8). Sekali lagi, sedikit ragi mengkhamirkan seluruh adonan (ay. 9).
Perhatikan, apa yang kita beritakan dapat memengaruhi seseorang bahkan tidak menutup kemungkinan menghambat/memperlambat perkembangan imannya jika orang tersebut tidak berpegang teguh pada kebenaran Firman Tuhan. Pemimpin-pemimpin rohani harus hati-hati dalam menggunakan kewenangan dan kefasihan berbicara agar tidak memberikan ruang bagi ragi untuk masuk dan merusaknya. Waspada, jangan pengetahuan teologi melebihi autentisitas/keaslian Firman Tuhan!
Satu sikap Petrus yang positif ialah dia berani mengaku salah, tertulis dalam suratnya, “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.” (1 Ptr. 2:1) Di akhir hidupnya, sejarah menulis bahwa Petrus disalib terbalik karena tidak layak disalib seperti Gurunya.
Marilah kita bertekad membuang ragi lama (kebusukan dan kejahatan) supaya kita menjadi adonan baru tanpa ragi sebab Anak Domba Paskah kita, Kristus, telah disembelih. Dengan makan roti tak beragi kita diperkenankan hidup. Yesus mengaku, “Akulah roti hidup.” (Yoh. 6:35,48). Jangan menerima roti (hidup) hanya untuk mengenyangkan perut seperti dialami oleh 5.000 orang laki-laki (Mat. 14:19-21) tetapi terima dan percaya kepada-Nya sebagai Firman hidup penuh kemurnian dan kebenaran seperti diakui Petrus (Yoh. 6:67-68) hingga perjalanan kita tiba di tujuan akhir itulah Yerusalem baru dan tinggal bersama Dia selamanya. Amin.