Shalom,
Kalau mengikuti hiruk pikuk tahun politik ini, ada banyak hal yang tidak kita pahami membuat kita kebingungan. Contoh: kalau sebelumnya ada politikus atau partai bermusuhan sekarang mereka menjadi akrab. Terbukti dunia politik tidak mengenal arti kesetiaan sejati, yang ada hanyalah kepentingan individu. Memang dunia tidak pernah menyediakan kesetiaan yang kekal kecuali kasih setia Allah yang berlaku sepanjang masa dimulai dari hari penciptaan hingga di pengujung 2023 ini kasih-Nya tidak dapat dihitung. Ia setia menopang alam semesta ini, setia menunggu pertobatan kita, setia mendengar seruan miliaran orang di muka bumi ini juga di setiap rumah Tuhan. Ia tidak pernah terlihat lelah dan tidak pernah berubah setia. Ia tetap setia walau manusia berubah setia.
Bagaimana kesetiaan Allah sepanjang masa menurut Mazmur 71?
KESETIAAN-NYA TETAP DI SEPANJANG UMUR HIDUP KITA (ay. 1-16).
Salah satu bentuk kesetiaan Allah dalam kehidupan kita ialah kehadiran-Nya. Apa dampak kehadiran-Nya bagi kita?
- Kita aman di dalam perlindungan-Nya.
“Pada-Mu ya TUHAN, aku berlindung,…Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku!....Sebab Engkaulah harapanku, ya TUHAN, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. Kepada-Mulah aku bertopang mulai dari kandungan,…” (ay. 1-2, 5-6)
Berdasarkan pengalaman historis, tampak Mazmur 71 ditulis oleh Raja Daud dengan latar belakang dia bertarung dalam pergumulan atas pemberontakan anaknya sendiri, Absalom, di masa tuanya (ay. 9).
Melalui pengalaman Raja Daud, dia ingin membangun kesadaran para pembaca tulisannya (termasuk kita) untuk dapat mengakui bahwa hanya Tuhanlah tempat perlindungan yang paling aman dan nyaman. Buktinya? Istana dengan penjagaan yang ketat dan sistem keamanan yang kuat tidak menjamin menjadi tempat perlindungan yang aman. Bahkan keluarga pun tidak dapat dijadikan sandaran untuk keamanan jiwanya; terbukti anaknya mendurhaka dan mau membunuhnya. Bukankah banyak terjadi pasangan berselingkuh, orang tua mungkir dari tanggung jawabnya?
Bagi Daud tidak ada tempat paling aman di bumi maupun di langit karena semua akan digoncangkan (Ibr 12:26-27) kecuali Dia yang tidak tergoyangkan. Daud mengaku tidak akan mendapat malu bila berlindung pada TUHAN (ay. 1) karena perlindungan-Nya tidak mungkin dapat dibobol/dijebol oleh siapa pun. Di zaman dahulu kemenangan ditentukan oleh kuat dan kukuhnya benteng yang dimiliki oleh suatu negeri/kerajaan. Contoh:
• Di zaman Yesaya, bangsa Israel pernah melakukan kesalahan ketika dalam keadaan terjepit. Namun bukannya minta perlindungan dari Allah, mereka malah minta pertolongan kepada Firaun (manusia) yang kuat saat itu (Yes. 30:1-3).
• Beberapa waktu lalu, Iron Dome (pertahanan kubah besi) Israel yang membanggakan dijebol oleh Hamas menyisakan rasa malu dan sakit yang sulit dihapuskan bagi Israel.
Sebenarnya kondisi Daud saat meminta perlindungan kepada Allah tidaklah buruk. Kariernya sebagai raja tidak ternodai dan dia tidak pernah kalah; oleh sebab itu dia disebut raja agung yang tidak terkalahkan.
Introspeksi: bukankah kita cenderung berbuat sama seperti bangsa Israel ketika terdesak? Kita rawan meminta perlindungan kepada sosok manusia yang mempunyai pengaruh kuat atau berduit tebal. Dengan demikian kita disebut orang Kristen tetapi sesungguhnya tidak percaya Tuhan alias ateis praktis. Atau kita mencampurkan kepercayaan kita kepada Allah dengan unsur lain yang disebut sinkretisme. Misal: ketika menghadapi persoalan genting, kita tidak berdoa kepada Tuhan tetapi malah pergi ke “orang pintar” (dukun) dll.
Jelas, kekristenan kita yang sesungguhnya baru tampak ketika kita dalam keadaan terdesak dan terjepit; di situlah muncul sifat asli kita – lari kepada Tuhan atau ke manusia yang dianggap dapat menolongnya. Oleh sebab itu kita perlu berdoa memohon Tuhan untuk menambahkan iman kita yang lemah karena pengaruh yang tidak baik di sekitar kita.
Daud dalam keadaan terdesak dikejar oleh anaknya, Absalom, tidak melawan tetapi meninggalkan istana sebab dia tidak mau terjadi pertumpahan darah dengan anak sendiri. Dia berseru kepada Allah, tempat perlindungannya. Juga menghadapi Simei yang mengutuki dan melemparinya dengan batu, Daud melarang panglimanya yang mau memenggal kepala Simei dengan alasan siapa tahu Tuhan menyuruh Simei untuk mengutukinya (2 Sam. 16:5-12).
Daud tidak meragukan perlindungan Allah terlihat dari perkataannya, “sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku!”
Tata bahasa “Sendengkanlah telingaMu” dalam bahasa Ibrani memiliki pengertian suatu pekerjaan yang segera dilakukan untuk merespons sebuah sebab-akibat. Daud mengajukan sebuah permohonan bukan karena kebutuhan atau karena terdesak tetapi kombinasi antara iman dan pengalamannya dengan Allah di masa lalu. Baginya Allah sangat responsif dan peduli terhadap kesulitan-kesulitannya. Daud merasa nyaman dan tenang di dalam kesulitan walau pertolongan Allah belum terlihat. Daud tahu respons Allah jauh lebih cepat daripada respons para penasihat dan loyalisnya. Ilustrasi: ketika sedang menghadapi masalah pelik, kita membutuhkan seseorang yang mau mendengarkan keluh kesah kita.
Aplikasi: hendaknya kita percaya bahwa respons Allah lebih cepat daripada para pendeta dan konselor mana pun. Itu sebabnya berbicaralah dan luapkan masalah kita kepada-Nya sebab Ia adalah Pendengar yang sangat responsif. Bukankah doa Hana yang disakiti oleh madunya, Penina, karena mandul didengar oleh Tuhan? Juga pergumulan Abram dan Musa yang begitu berat namun mereka mampu melaluinya happy ending karena komunikasi yang intens dengan Tuhan bukan curhat kepada manusia.
- Kita tidak perlu meragukan kesetiaan-Nya.
Daud tidak pernah meragukan kesetiaan Allah yang berlaku sejak masa mudanya bahkan Allah telah menopangnya sejak dalam kandungan (ay. 5-6). Daud menyebut Allah adalah gunung batu tempat berteduh, kubu pertahanan yang menyelamatkan dan bukit batu dan pertahanannya (ay. 3-4). Daud telah mengalami banyak riwayat bersama dengan Allah dan tidak ada satu pun mengecewakannya.
Tentu sangatlah mudah mengaku Tuhan adalah Penolong dan gunung batu pertahanan ketika kita diberkati dengan keuntungan besar dalam bisnis tetapi masihkah kita mengakui-Nya bila kita diimpit masalah sulit dan Ia tidak segera menolong kita?
Ternyata Daud juga mengalami gejolak jiwa yang bercampur aduk dalam dirinya yaitu antara iman yang kuat kepada Allah dan percikan-percikan rasa kesedihan melihat keadaan masa tuanya saat menghadapi pemberontakan anaknya, Absalom. Apa jeritan hatinya keada Allah? “Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.” (ay. 9)
Kali ini Daud di masa tuanya mengalami pergumulan iman di dalam dirinya. Inilah manusia Kristen yang sesungguhnya – ada gejolak yang campur aduk antara iman yang kuat kepada Allah dan percikan-percikan rasa kecewa yang sewaktu-waktu muncul. Inilah sensasi mengikut Tuhan. Sangatlah wajar para veteran, pensiunan, lansia dan orang-orang yang di-PHK karena sakit mengalami post-power syndrome atau berpikiran “tidak berguna lagi”; “tidak ada yang memedulikan aku lagi”; “anakku yang berhasil tidak lagi menghormati aku”; “aku menjadi beban keluargaku” dll. Ternyata ketidakmampuan yang hadir di masa tua dapat merusak dan meracuni imannya kepada Allah. Memang mereka yang sudah lanjut usia, tenaganya tidak lagi bersinar mulia tetapi uban menjadi simbol kemuliaannya karena telah mampu mengalahkan waktu dan kehidupan yang belum tentu dapat dilalui oleh anak-anak muda. Perhatikan, Allah tetap setia kepada orang tua yang tidak lagi gesit dan kuat dalam melakukan sesuatu, para difable yang cacat sejak lahir atau karena kecelakaan bahkan mereka yang menderita ODGJ. Allah tidak pernah meninggalkan mereka dan kesetiaan-Nya tetap selamanya.
Ia dapat berbicara secara pribadi dengan bahasa mereka seperti dialami oleh janin Yohanes Pembaptis dalam rahim ibunya, Elisabet, yang melonjak ketika Maria datang memberi salam kepada Elisabet (Luk. 1:40-41).
Para orang tua jangan menjadi inferior sebab masih dibutuhkan untuk mendidik, mendorong dan mempersiapkan anak-anak muda untuk menggantikan posisi mereka suatu hari menunggu waktu yang tepat.
KESETIAAN-NYA MENJADIKAN KITA TERLATIH MENJALANI HIDUP KITA (ay. 17-24)
Ilustrasi: pemain sepakbola berlari kencang dari ujung sini ke ujung sana dalam waktu 90 menit dan bergerak terus tanpa kehabisan napas. Beda dengan kita yang lari kecil hanya 5 menit sudah ngos-ngosan padahal kita sama-sama makan nasi dan minum air mineral. Mengapa? Karena mereka sudah terlatih.
Apa yang sedang dihadapi oleh Daud di masa tuanya? Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib; Engkau yang telah membuat aku mengalami banyak kesusahan dan malapetaka, Engkau akan menghidupkan aku kembali, dan dari samudera raya bumi Engkau akan menaikkan aku kembali.” (ay. 19-20)
Untuk apa Tuhan membuat kita mengalami banyak kesusahan dan malapetaka? Mendidik kita menjadi orang yang terlatih. Inilah kekristenan sejati.
Melalui pengalaman pahit yang Daud lalui seizin Tuhan, mulutnya dapat menceritakan keadilan-Nya (ay. 15) juga memberitakan perbuatan-Nya yang ajaib (ay. 17). Jelas tidak akan ada cerita kalau tidak ada kisah! Daud tidak mungkin dapat bersaksi kalau tidak memiliki pengalaman di baliknya sebab tidak ada kemenangan tanpa perjuangan, tidak mungkin kita dapat berbagi solusi tanpa adanya pengalaman. Ternyata Tuhan mengasihi dengan mendidik kita (sepanjang hidup) melalui kesulitan-kesulitan demi kesehatan rohani kita. Jadi, jangan malah mengomel dan protes kalau kita mengalami masalah berat sebab di situ Ia hadir untuk menyertai dan melindungi kita karena kasih setia-Nya kekal selamanya. Amin.