Oleh Darah Kristus Tembok Pemisah Dirubuhkan

Efesus 2:11-22

Pdm. Kasieli Zebua, Minggu, Johor, 6 Mei 2018

Shalom,

Semakin kita mendengarkan dan menyelidiki Firman Tuhan, semakin kita digairahkan dan bukan menjadi bosan sebab Firman Tuhan itu hidup dan berkuasa menolong kita. Firman Tuhan ini ditulis ribuan tahun lalu sehingga bukanlah hal baru bagi kita. Dengan demikian semakin kita membaca dan merenungkannya, semakin kita mengenal Tuhan, mengenal kehendak-Nya dan juga mengenal kehidupan diri sendiri.

Kalau kita memerhatikan pembacaan setiap artikel dan naskah tertentu selalu diawali dengan pendahuluan, isi bacaan kemudian kesimpulan sebagai penutup. Kita telah mendengar dan membahas Efesus 2:11-22 beberapa kali dan sekarang tiba saatnya untuk menarik kesimpulan, tetapi bukan berarti kita sudah selesai/berakhir untuk membaca dan mempelajarinya karena Firman Tuhan itu hidup dan baru setiap hari.

Efesus 2:11-22 menjelaskan kondisi kita yang berbeda: dahulu kita tanpa Kristus, tanpa peng-harapan, tidak beroleh janji dan tanpa Allah namun sekarang di dalam Kristus kita yang dahulu ‘jauh’ menjadi ‘dekat’ dengan Allah oleh darah Kristus bahkan kita dibangun menjadi tempat kediaman Allah dan Roh-Nya ada di dalam kita.

Mengapa Firman Allah mengingatkan kita tentang masa lalu kita? Supaya kita menyadari apa yang kita alami sekarang merupakan anugerah Tuhan. Perubahan hidup yang lebih baik hendaklah membuat kita makin rendah hati, makin setia dan makin berterima kasih kepada Tuhan.

Yang menjadi topik bahasan kita hari ini ialah Oleh Darah Kristus Tembok Pemisah Diru-buhkan. Tembok pemisah yang dimaksud ialah perseteruan. Dalam Efesus 2:11-22, kita dapat melihat 2 hal yang dikerjakan oleh darah Kristus, yaitu:

  • Oleh darah Kristus,perseteruan dengan Allah dirubuhkan.

“Karena Dialah (= Kristus Yesus; Red.) damai sejahtera kita yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah yaitu perseteruan sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya dan dengan itu mengadakan damai sejahtera dan untuk memperdamaikan keduanya di dalam satu tubuh dengan Allah oleh salib dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.” (ay. 14-16)

Ketika manusia berdosa, Allah menjauhkan manusia dari-Nya sehingga ada ‘tembok’ pemisah. Ketika Adam dan Hawa melanggar perintah Allah, Ia mengusir mereka dari Taman Eden dan membuat pembatas dengan mereka yaitu menempatkan dua kerub dengan pedang bernyala-nyala (Kej. 3:24).

Terbukti dosa memisahkan manusia dengan Allah; semakin banyak manusia melakukan perbuatan dosa dengan tidak taat kepada Firman, semakin tinggi dan kuat tembok pemisahan terbangun dan semakin jauh manusia terpisah dari-Nya.

Di era Musa, Allah memerintahkan pembuatan Tabernakel karena Ia mau hadir di tengah-tengah umat-Nya tetapi masih ada pembatas-pembatasnya. Umat-Nya (orang Yahudi) di-perbolehkan masuk hanya di Pelataran, para imam boleh masuk ke Tempat Kudus mela-kukan pelayanan imamat dan hanya imam besar Harun diizinkan masuk ke Tempat Maha-kudus itupun setahun sekali.

Demikian pula Bait Suci Herodes juga ada pembatasan. Orang-orang Yahudi boleh masuk di Pelataran; pria dan wanita dipisahkan, yang pria boleh masuk lebih dalam. Bagi orang-orang non-Yahudi yang mengikuti agama orang Yahudi diperbolehkan ikut tetapi di Pelataran bagian luar. Yang boleh masuk ke Tempat Kudus hanyalah imam-imam dan imam besar. Jelas, pemisahan terjadi karena dosa!

Semakin manusia berbuat dosa, semakin tinggi tembok perseteruan dibangun. Sungguh mengerikan, tidak hanya terpisah jarak tetapi Allah melihat manusia sebagai ‘musuh-Nya’! Tembok perseteruan yang dibangun ribuan tahun makin tinggi dan makin menjauhkan manusia dari-Nya itulah kematian manusia di hadapan-Nya (Ef. 2:1).

Tidak ada kata-kata lain kecuali ucapan syukur sebab di saat kita berseteru dengan Allah, kita justru diperdamaikan dengan kematian Anak-Nya (Rm. 5:10). Perdamaian terjadi mela-lui pengurbanan dan tembok pemisah dirubuhkan oleh kematian Yesus, Putra tunggal-Nya.

Normalnya pihak yang bersalah meminta maaf kepada pihak yang dirugikan agar terjadi perdamaian. Manusia dalam posisi bersalah karena melanggar peraturan Allah seharusnya datang kepada Allah mohon pengampunan tetapi yang terjadi justru kebalikannya, Allah yang mengambil inisiatif mengadakan pendamaian untuk merubuhkan perseteruan.

Allah telah memberikan teladan kepada kita, Ia yang tidak bersalah dan hati-Nya disakiti oleh tindakan manusia malah dengan rendah hati mendekati untuk berdamai dengan manusia. Masihkah kita bersikeras hati mempertahankan ego tidak membutuhkan kasih-Nya juga pengampunan-Nya melalui pengurbanan Yesus?

Hanya oleh kasih karunia-Nya, kita diperdamaikan dengan Allah. Kita tidak lagi membangun tembok pemisah karena dosa tetapi sekarang kita dibangun menjadi bait Allah yang kudus (tidak lagi terpisah dengan-Nya) tempat kediaman Allah di dalam Roh (ay. 19-22). Hidup akan terasa indah di dalam persekutuan dengan Tuhan karena damai sejahtera dan kasih-Nya melimpah dalam kita.

Namun yang perlu diperhatikan dan selalu diingat ialah pendamaian dengan jalan merubuh-kan tembok pemisah = perseteruan terjadi melalui harga yang mahal yaitu pengurbanan Kristus.

  • Oleh darah Kristus,perseteruan dengan sesama dirubuhkan.

Surat Efesus 2:11-22 yang ditulis oleh Rasul Paulus ditujukan kepada orang Yahudi dan orang Yunani yang percaya kepada Kristus. Dua golongan berbeda ras ini berada di dalam satu jemaat. Pada umumnya, orang Yahudi begitu bangga dengan tanda-tanda lahiriah mereka lalu merendahkan orang Yunani yang tidak bersunat. Kebanggaan diri menjadi penyebab terjadinya tembok pemisah satu dengan lainnya.

Namun di dalam Kristus, tembok pemisah diruntuhkan dan tidak lagi ada perbedaan ras, suku/etnis, bahasa seperti tertulis dalam Galatia 3:26-29 (bnd. Kol. 3:9-11; 1 Kor. 12:13), “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.”

Rasul Paulus perlu menuliskan surat ini untuk mengingatkan orang Yahudi agar tidak merasa superior lalu menganggap orang lain lebih rendah berakibat terbangunnya tembok pemisah.

Darah Kristus telah meruntuhkan tembok pemisah, jangan kita membangunnya lagi karena dalam bergereja kita bergaul dengan jemaat beda latar belakang (usia, gender, pendidikan, status sosial dll.). Di dalam Kristus, kita semua sama tetapi bukan berarti hamba bertindak kurang ajar terhadap tuannya; perempuan bersikap kurang ajar kepada laki-laki dengan alasan emansipasi wanita. Di hadapan Tuhan kita semua sama menjadi bait kudus-Nya. Hidup kita telah ditebus dan diperdamaikan dengan Allah oleh pengurbanan Yesus dan kita dipilih untuk dijadikan bahan bangunan yang berharga di mata-Nya.

Apa yang harus kita lakukan supaya tidak timbul lagi tembok pemisah? Jangan lagi menganggap diri lebih benar/kuat/hebat dari yang lain. Sebaliknya, yang kuat imannya harus menolong mereka yang lemah dan jangan mencari kesenangan diri sendiri (Rm. 14:1; 15:1). Kita berusaha saling melayani karena kita adalah sesama anggota dalam satu keluarga Allah.

Oleh darah Yesus kita sekarang dengan penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri (Ibrani 10:19-20), pembatas telah dirubuhkan maka semakin kita dekat dengan Allah, semakin dekat pula kita dengan sesama. Misal: bila hubungan suami-istri, anak-orang tua dan antarjemaat makin dekat dengan Allah, semakin dekat pula hu-bungan satu dengan lainnya. Sebaliknya, semakin kita jauh dari Allah, hubungan kita dengan sesama juga semakin jauh. Bila kita sudah berdamai dengan Tuhan, kita juga dapat berdamai dengan sesama. Perhatikan, jika kita tidak berdamai dengan sesama sebenarnya kita belum berdamai dengan Tuhan sebab Yesus berkata, “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat. 6:14-15).

Marilah kita mengambil tindakan inisiatif (jangan menunggu atau didorong-dorong) menjalani kehidupan baru (sudah diperdamaikan dengan Allah dan sesama) untuk senantiasa melakukan kehendak Tuhan dan dipakai menjadi alat perdamaian agar makin banyak jiwa diselamatkan karena beroleh pendamaian dengan Allah. Roh Kudus yang diam di dalam kita memberikan kemampuan untuk merubuhkan tembok-tembok perseteruan yang memisahkan kita dengan Allah dan dengan sesama. Amin.