IMAN YANG MEMUNCAK KEPADA KEKEKALAN


Lemah Putro, Minggu, 19 April 2020

Pdt. Paulus Budiono

 

Shalom,

Memang tampak seperti “dipaksakan” ketika kita beribadah via live streaming tetapi Yesus sendiri mengatakan di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Nya, Ia ada di tengah-tengah mereka (Mat. 18:20). Setelah Ia naik ke Surga, gereja Tuhan berhimpun hingga ribuan orang tetapi sudah ada tanda-tanda ibadah di rumah masing-masing. Kemudian berkembang dengan didirikan bangunan-bangunan gereja yang makin hari makin beragam sehingga kita terbiasa beribadah di zona nyaman. Namun tiba-tiba tanpa diduga terjadilah pandemi COVIC-19 yang menyebabkan kita beribadah di rumah sendiri-sendiri. Tentu semua ini seizin Tuhan, yang penting apa pun bentuk ibadahnya kita tetap dapat menikmati kehadiran-Nya untuk memberkati kita.

Kita masih melanjutkan pembahasan tentang Injil Yohanes. Ternyata pola pembelajaran di sekolah yang menerapkan materi lebih berbobot di jenjang lebih tinggi juga berlaku dalam kehidupan rohani. Iman yang kita peroleh dari (terus menerus) mendengarkan Firman Kristus (Rm. 10:17) akan menunjukkan progres/kemajuan mencapai kekekalan. Dengan demikian, kita akan makin terpacu dan dikuatkan untuk mempelajari Firman Tuhan karena tahu dengan pasti tujuan akhirnya.

Bagaimana dengan pengalaman seseorang yang disembuhkan Yesus dari penyakit yang dideritanya selama 38 tahun? Apa yang terjadi saat itu? Yohanes 5:1-2, 5-18 menuliskan, “Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam yang dalam bahasa ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya….Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: “Maukah engkau sembuh?” Jawab orang sakit itu kepada- Nya: “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang dan sementara aku menuju ke kolam itu orang lain sudah turun mendahului aku.” Kata Yesus kepadanya: “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.” Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: “Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu.”….Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.” Orang itu keluar lalu menceritakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia….Sebab itu orang- orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri- Nya dengan Allah.

Ironis, Yesus menyembuhkan orang sakit tetapi Ia malah mau dibunuh. Percakapan Yesus dengan orang sakit tersebut berlangsung begitu cepat tetapi menghasilkan mukjizat kesembuhan. Awalnya orang yang disembuhkan tidak tahu siapa yang memulihkan dan baru tahu setelah pertemuannya dengan Yesus di Bait Allah. Apakah Yesus salah karena menyembuhkan orang sakit itu? Dan apakah iman orang tersebut dapat meningkat kalau Yesus – Sang Firman – dibunuh oleh orang-orang Yahudi gara-gara menyembuhkan dia? Mengapa Yesus memilih dia dari antara banyak orang sakit di kolam Betesda itu, tidakkah Ia juga mengasihi mereka juga? Sebagai Pencipta alam semesta, Ia pasti mengasihi semua. Demikian pula, saat ini semua Hamba Tuhan memberitakan Firman Tuhan (walau via live streaming) karena mengasihi jemaat dan menguatkan iman mereka. Namun setiap gereja/jemaat mempunyai kepentingan/kebutuhan berbeda.

Terjadi percakapan Yesus lebih lanjut terhadap orang yang sudah disembuhkan itu untuk menentukan imannya. Orang tersebut diingatkan agar tidak berbuat dosa lagi. Yesus menegur iman orang itu bukan imannya orang lain. Anehnya perkataan Yesus tidak menimbulkan iman bagi yang lain tetapi malah muncul kebencian. Terbukti bahwa iman setiap orang itu tidak sama.

Bagaimana iman kita dapat memuncak kalau kita tidak mengikuti jalannya pembacaan Firman Allah dari pasal ke pasal untuk mengetahui lebih lanjut kisah berikutnya yang dapat meningkatkan iman. Jangan memberitakan Firman disesuaikan dengan kondisi yang sedang terjadi kemudian mencomot ayat-ayat untuk dicocokkan dengan situasi saat itu! Tindakan semacam ini sama dengan memperlakukan Alkitab sebagai primbon atau “buku panduan kesehatan”; akibatnya, kalau tidak ada masalah rumit, kita tidak memerlukan Alkitab untuk dibaca. Ilustrasi: seorang dokter memberikan resep obat beda terhadap pasien dengan penyakit yang tidak sama. Setelah sembuh, pasien-pasien tersebut tidak datang ke dokter untuk berobat lagi. Apakah kita mengikut Yesus karena mengidap penyakit atau pekerjaan bangkrut terutama saat-saat pandemi COVID-19 ini? Pengikutan seperti ini tidak meningkatkan iman sebab kita tidak menghadapi satu kasus tetapi banyak masalah yang kompleks. Tuhan ingin kita beriman oleh sebab Ia telah berkurban nyawa bagi kita.

Pada pertemuan kedua kali, orang yang disembuhkan itu masih tidak mengenal Yesus, dia baru sadar siapa Penyembuhnya setelah Yesus mengingatkan dia untuk tidak berbuat dosa lagi. Tujuan Yesus menyembuhkan orang itu ialah supaya dia berbuat baik. Namun pertolongan Yesus justru memicu orang-orang Yahudi untuk membunuh-Nya.

Introspeksi: bagaimana pengenalan kita terhadap Tuhan? Ia tidak mau kita mengenal Dia karena kita telah ditolong oleh-Nya. Untuk itu jangan kita hanya memegang ayat-ayat “emas” tertentu walau sudah menjadi berkat dan kekuatan bagi kita.

Sesungguhnya iman yang memuncak kepada kekekalan diperoleh bukan dari sepenggal-sepenggal ayat tetapi bila kita menikmati seluruh ayat dalam Alkitab secara utuh. Sadarkah kita bahwa pasal demi pasal saling berkaitan (dahulu tidak ada pasal dan ayat)? Contoh: Yohanes 5:1 dimulai dengan kata “Sesudah itu” berarti kisah ini berhubungan dengan kisah sebelumnya tentang perempuan Samaria (Yoh. 4). Masihkah kita beriman seperti iman perempuan Samaria yang mengakui Yesus adalah Juru selamat dunia (ay. 42)? Demikian pula pada pasal 6:1; 7:1 selalu dimulai dengan kata “Sesudah itu” dan peristiwa demi peristiwa berlanjut terus. Tuhan mau sebelum mempelajari peristiwa baru, kita mengingat peristiwa sebelumnya yang telah menumbuhkan iman kita. Ilustrasi: untuk beroleh ilmu lengkap dan lulus dengan nilai baik, seorang siswa harus mempelajari materi yang diajarkan dari Bab 1 sampai selesai tanpa “lubang-lubang” melewati beberapa bab yang tidak dibahas dan dipelajari. Demikian pula iman yang bertumbuh karena mendengarkan Firman Kristus; jangan memilah-milah ayat kemudian memegang ayat-ayat yang hanya diucapkan oleh Yesus lalu mengabaikan ucapan Paulus dll. karena dianggap perkataan manusia semata.

Apa respons Yesus terhadap orang-orang Yahudi yang tidak percaya bahwa Ia adalah Anak Allah? Yohanes 5:36- 47 menuliskan, “….segala pekerjaan yang diserahkan Bapa supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa yang mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab suci sebab kamu menyangka bahwa oleh- Nya kamu mempunyai hidup yang kekal tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu….Jangan kamu menyangka bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa yaitu Musa yang kepadanya kamu menaruh pengharapanmu. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?”

Kitab Suci orang Yahudi diawali dengan lima Kitab Musa (Kejadian-Keluaran-Imamat-Bilangan-Ulangan) yang sudah baku dan tidak dapat dibolak-balik. Ilustrasi: kita tidak mungkin mempelajari materi pelajaran SMA kelas tiga terlebih dahulu kemudian mempelajari materi pelajaran SMA kelas satu. Kenyataannya, kita hanya mencintai kitab tertentu dalam Alkitab. Demikian pula orang-orang Yahudi merayakan Paskah dengan menyembelih domba untuk mengingat pembebasan dari perbudakan Mesir menuju Kanaan tanpa mengaitkannya dengan keselamatan.

Kemudian orang Yahudi menambahkan kitab-kitab lain sehingga Kitab Perjanjian Lama berjumlah 39 Kitab. Selain itu mereka juga memakai Kitab Talmud – kitab hikmat dan pengungkapan besar – yang menjabarkan lebih detail tentang Kitab Musa. Mereka lebih memercayai Kitab Talmud ketimbang Alkitab sendiri. Waspada, jangan menganggap khotbah Hamba Tuhan lebih hebat dari Alkitab sebab pemaparannya dapat dipengaruhi oleh kondisi dan emosi. Berbeda dengan Yesus, Ia mengestafetkan apa yang dikatakan oleh Bapa-Nya.

Yesus tidak berhenti pada mukjizat kesembuhan tetapi melanjutkan dengan mengingatkan agar orang yang disembuhkan itu tidak berbuat dosa lagi. Jangan berhenti pada penginjilan yang lebih memfokuskan kesembuhan jasmani tetapi harus ada follow up-nya; artinya iman kita harus berkelanjutan. Misal: iman kita akan meningkat bila kita membaca seutuhnya Injil Yohanes dari pasal 1 – 21 bukan hanya membaca beberapa pasal kemudian pindah ke Kitab lain dan melupakan peristiwa yang terjadi di Injil Yohanes. Kita juga mengetahui adanya benang merah antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Contoh: Kitab Kejadian merupakan awal penciptaan yang mana Allah Tritunggal berkarya – Pribadi Allah, berfirman (Yesus) dan Roh Allah melayang-layang. Injil Yohanes 1 menuliskan pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Yesus adalah Firman menjadi manusia (ay. 14). Ingat, Allah Tritunggal tidak pernah bertentangan satu sama lain tetapi faktanya banyak pendeta bertikai karena ayat. Bukankah Allah memakai ± 40 penulis dengan latar belakang beda dan tidak saling kenal dalam kurun waktu 1.500 tahun tetapi dapat menyatu menghasilkan Akitab yang dikanonisasi oleh bapak-bapak gereja pada abad 3 – 4 M? Alkitab itu ada di tangan kita, mengapa kita tidak membacanya dengan baik?

Hendaknya kita tidak bersikap seperti orang-orang Yahudi yang makin tidak suka dan berniat mau membunuh Yesus. Hati-hati, iman yang tidak bertumbuh akan makin tumpul bahkan dapat berbalik mau “membunuh” Firman. Bagaimanapun juga, kita yang beriman harus berani menanggung konsekuensinya – tetap bersukacita dalam pelbagai pencobaan yang menguji kemurnian iman dengan api (1 Ptr. 1:5-7). Jelas, iman kita tidak boleh berlangsung sesaat. Contoh: apakah iman yang diperoleh saat mendengarkan Firman Tuhan di gereja tetap teguh setelah keluar dari gereja menghadapi banyak masalah? Iman yang diuji dengan aneka ragam pencobaan bagaikan pembuatan Kandil Emas yang ditempa oleh api untuk menghasilkan bentuk yang indah. Agar iman kita meningkat, kita tidak boleh berbuat dosa lagi; untuk itu kita harus dipenuhi dan menyatu dengan Firman Tuhan yang berkemenangan. Bila iman kita memuncak, saat Yesus datang kembali kita dipermuliakan bersama-Nya.

Kitab Keluaran mengisahkan keluarnya bangsa Isreal dari perbudakan orang Mesir dilanjutkan dengan Kitab Imamat yang menuliskan tentang tata tertib beribadah dan menyembah Allah. Dalam Injil Yohanes 4:21-24, Yesus menjelaskan ibadah yang benar tidak dibatasi dengan tempat tetapi menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran.

Kitab Bilangan mencatat penghitungan orang Israel dua kali untuk penentuan masuk ke Kanaan. Apakah kita sebagai tentara Kristus ikut dalam hitungan/bilangan masuk Yerusalem baru atau terbuang keluar?

Sekarang kita mengerti bahwa iman yang memuncak diperoleh jika kita mempelajari Alkitab – Firman Allah – secara utuh (Kitab Kejadian – Wahyu) dari pasal ke pasal berikutnya. Untuk itu kita harus bersedia diuji dalam pelbagai pencobaan yang bertujuan memurnikan iman kita hingga klimaksnya saat Yesus datang kembali, Ia menjemput kita untuk dijadikan Mempelai Perempuan-Nya dan tinggal bersama-Nya di dalam Yerusalem baru selamanya. Amin.

 

Video selengkapnya dapat disimak di Ibadah Minggu Raya - 19 April 2020 - Pdt. Paulus Budiono