• KEBAHAGIAAN BAGI YANG TEKUN MENANTIKAN KESELAMATAN
  • Lukas 2:21-40
  • Lemah Putro
  • 2021-02-14
  • Pdt Stephen Manurung
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/812-kebahagiaan-bagi-yang-tekun-menantikan-keselamatan
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,

Berbicara tentang kebahagiaan, bukankah satu-satunya keadaan dan kenyataan hidup yang diidam-idamkan oleh semua manusia di dunia ini ialah kebahagiaan? Kegiatan apa pun yang kita lakukan, ujung-ujungnya yang disasar ialah kebahagiaan. Contoh: pasangan muda-mudi menikah dengan harapan beroleh kebahagiaan, mereka mempunyai anak agar bahagia di masa tua, anak-anak disekolahkan agar sukses dalam berkarier kemudian menikah dst. Siklus kehidupan berputar lagi dan puncak sasaran yang dituju tetap untuk mendapatkan kebahagiaan. Ada kebahagiaan bersifat harian yang diinginkan oleh kehidupan nikah dan rumah tangga, kebahagiaan bulanan bagi pekerja yang menerima gaji, juga kebahagiaan tahunan bagi mereka yang merayakan Imlek atau ulang tahun dst. Bukankah kita beribadah juga dengan tujuan berbahagia karena disertai, dilindungi dan diberkati oleh Tuhan? Jelas, kebahagiaan menjadi kebutuhan hakiki bagi manusia. Namun kebahagiaan dari Tuhan tidak bersifat fana atau berkala tetapi kebahagiaan sejati bersifat kekal. Namun harus diakui, kita lebih banyak menghabiskan waktu, pikiran, uang dll. untuk mengejar kebahagiaan sementara dan melupakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Injil Lukas 2:21-32 memberikan contoh seorang tua, Simeon namanya, mengalami kebahagiaan dalam menantikan keselamatan dari Tuhan. Apa yang menyebabkan dia bahagia sebelum mati?

  • Karena keselamatan yang dinanti itu bernama Yesus

“Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Dan ketika genap waktu pentahiran menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan.” (ay. 21)

Di dalam Alkitab, sebuah nama memiliki makna sangat penting dan bersifat sakral. Nama adalah sebuah pemberian yang menunjukkan sesuatu dalam hidup manusia. Dia akan menjadi apa dan bagaimana dia kelak tercantum dalam sebuah nama.

Dokter Lukas tidak asal-asalan menulis Nama Yesus tetapi mencatatnya atas ilham Roh Allah. Malaikat menyebut dengan jelas bahwa Nama Yesus yang diberikan kepada Maria sudah ada sebelum Yesus dikandung olehnya. Dengan kata lain, sebelum (bayi) Yesus hadir ke dunia melalui kandungan Maria, Nama Yesus sudah ada. Lazimnya, suami-istri mempersiapkan nama sesuai jenis kelamin jika si istri sudah positif mengandung. Herannya, Nama Yesus telah dipersiapkan Allah bahkan sebelum dunia dijadikan (bnd. Ef. 1:3-4). Apa pentingnya Nama Yesus ini sudah ada di dalam kekekalan? Untuk menunjukkan bahwa keselamatan yang sedang disediakan oleh Allah bukanlah kondisi dadakan atau bentuk kewalahan Allah dalam menyelamatkan dunia seperti dialami oleh seluruh negara di dunia saat ini menghadapi COVID-19. Mereka belum/tidak siap dan kebingungan menyiapkan vaksin dll. untuk menghentikan penyebaran virus yang mematikan ini.

Terbukti kehadiran Yesus ke dunia menjelaskan kehadiran Allah yang datang dan ada di dunia. Juga bukti Allah selalu memikirkan dan merencanakan kebahagiaan bagi manusia ciptaan-Nya. Ia selalu hadir dan tidak pernah meninggalkan kita. Masalahnya Yusuf-Maria, Simeon dan Hana baru menyadarinya karena manusia bukan seperti Allah yang berada di luar ruang dan waktu. Jelas sekarang, program keselamatan bukan berasal dari dunia tetapi Allah telah mempersiapkan jauh-jauh hari di dalam kekekalan bagi manusia.

Bila para ahli bidang perencanaan mempersiapkan suatu program jangka panjang dengan matang agar program tersebut dapat dinikmati oleh banyak orang, siapa yang menikmati program keselamatan yang dirancangkan Allah jauh-jauh hari ini? Itulah manusia yang sangat berharga dalam pandangan-Nya dan serupa dengan-Nya.

Manusia siapa yang berharga dalam pandangan Allah?

Sebenarnya program keselamatan ini ditujukan untuk umat-Nya, bangsa Israel (Yes. 9:5-7). Dari gambar penglihatan para nabi, semua nabi di Perjanjian Lama melihat bintang, Mesias, Yesus tersalib, antikristus, datangnya kebenaran (Yesus kedua kali), kerajaan 1.000 tahun, langit dan bumi hancur diganti langit dan bumi baru. Di dalam penglihatan/nubuat mereka, gereja (bangsa kafir) terkubur dalam lembah yang dalam seakan-akan tidak ada di dalam rencana Allah. Dalam Perjanjian Baru pun ketika perempuan Kanaan (orang kafir) datang meminta pertolongan kepada Yesus karena anak perempuannya kerasukan setan, Yesus mengatakan bahwa Ia diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel (Mat. 15:22-25). Baru setelah bangsa Israel menolak Nama itu, gereja muncul ke permukaan bagaikan “program dadakan”. Bangsa Israel “dipatahkan” dari program Allah dan kita (bangsa kafir) – carang liar – dicangkokkan dalam program kebesaran Nama itu (Rm. 11:17-20). Sepertinya rencana Allah yang indah “dipending/ditunda” untuk sementara waktu dengan masuknya gereja (bangsa kafir) padahal ini sesuai dengan janji-Nya kepada Abraham bahwa oleh keturunannya semua bangsa di bumi akan mendapat berkat (Kej. 22:18).

Apa tujuan gereja dicangkokkan sementara cabang asli (bangsa Israel) dipatahkan? Keselamatan membuat seseorang bahagia terlebih lagi kita, bangsa kafir, bahagianya dobel. Ternyata munculnya gereja bagaikan program cemburu dari Allah agar bangsa Israel yang “berselingkuh/berpaling dari-Nya” kembali kepada-Nya (Rm. 11:11).

Pertanyaan: benarkah bangsa Israel dan orang-orang yang belum/tidak mengenal Tuhan cemburu melihat kehidupan kita, orang Kristen, yang telah diselamatkan oleh Yesus? Atau mereka makin jauh dari-Nya oleh sebab tutur kata dan tingkah laku kita tidak mencerminkan pengikut Yesus sejati? Sungguh kita beroleh kasih karunia Allah luar biasa (Rm. 11:33). Oleh sebab itu jangan kita merendahkan Nama Yesus sebab anugerah terbesar dari-Nya merupakan sumber kebahagiaan kita.

Selain Nama-Nya sudah disebut sebelum dunia dijadikan, Nama Yesus menjadi solusi satu-satunya bagi dosa dunia (Mat. 1:21).

Ilustrasi: Allah memberikan hikmat yang luar biasa kepada manusia untuk belajar menemukan solusi-solusi kehidupan dan penghidupannya di bumi ini. Contoh: pandemi COVID-19 yang kita alami sekarang begitu mengejutkan dan mengerikan tetapi suatu saat nanti penyakit ini akan dapat ditangani dan diperlakukan seperti penyakit lainnya oleh sebab pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Namun ada satu masalah yang sangat besar (tetapi sering diabaikan dan diremehkan oleh manusia) dan sampai kapan pun tidak akan pernah ditemukan solusinya itulah masalah dosa.

Mengapa dosa tidak dapat diselesaikan oleh kepandaian manusia dan kecanggihan teknologi apa pun?

Dosa yang tidak berwujud tidak langsung menyerang organ tubuh tetapi menghancurkan hakiki kemanusiaan seseorang (pikiran, perasaan dan kehendak) karena manusia tidak melulu terdiri dari tubuh yang akan kembali menjadi debu kalau meninggal tetapi juga memiliki roh dan jiwa. Kerusakan roh dan jiwa pasti memengaruhi tubuh manusia. Terlebih lagi, dosa ini merusak esensi dan inti dari kehidupan manusia sebagai makhluk mulia; akibatnya manusia menjadi sangat rendah bahkan lebih rendah dari mahluk lain (binatang/hewan).

Contoh: dosa pertama membuat suami-istri (Adam-Hawa) saling menyakiti sementara semua mahluk saat itu hidup harmonis. Dosa berikutnya membuat saudara (Kain- Habel) tega membunuh padahal hewan pada masa itu belum saling menggigit/ membunuh hewan lain sebab belum ada binatang karnivora. Di zaman Nuh, dosa makin meningkat, manusia kawin mawin sesuka hati; dosa di zaman Lot lebih menjijikkan karena praktik LGBT (homoseks dan lesbian) berlaku dst. Dan sekarang ini, dosa kejahatan maupun kenajisan makin memuncak. Ironisnya, dunia tidak menganggapnya sebagai masalah besar karena memang tidak ada satu negara pun dapat menyelesaikan masalah dosa. Akibatnya, manusia cenderung lebih bersahabat dengan dosa dan menutupi/memolesnya dengan kemasan etika maupun hak asasi manusia.

Perhatikan, dosa yang disembunyikan tidak dapat diselesaikan dengan perbuatan baik apa pun sebab dosa tidak berkaitan dengan ukuran/takaran besar kecilnya dosa. Solusinya hanya ada di dalam (Nama) Yesus. Untuk itu Yesus datang ke dunia dengan tujuan mengampuni dosa manusia dan menyelamatkan umat-Nya (Kis. 10:43). Masalahnya, apakah kita termasuk umat-Nya yang percaya dan mengikut Dia? Apa ciri-ciri pengikut Kristus? Kita menaruh pikiran dan perasaan seperti yang dimiliki Yesus serta tidak mempertahankan kedudukan tinggi maupun gengsi sebab Yesus sendiri tidak segan-segan menghampakan/ mengosongkan diri bahkan taat sampai mati (Flp. 2:5-8).

Introspeksi: apa pola pikir kita selama ini, apakah berdasarkan budaya dan latar belakang pendidikan kita? Apakah kita menuruti perasaan dalam berpacaran seperti gaya pemuda-pemudi duniawi merayakan Valentine’s day? Maukah kita yang merasa hebat mengosongkan diri dari kehebatan kita dan bersedia menerima kekurangan orang lain? Mudahkah suami/istri yang bersalah mengakui kesalahannya dan minta maaf kepada pasangan hidupnya? Pikiran dan perasaan mana yang kita pakai? Seperti yang ada pada Yesus atau manusia?

  • Karena keselamatan yang dinanti itu kini sudah nyata (ay. 29-32) “Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya,… ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan firman- Mu sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu,’ (ay. 25, 28-30)

Simeon yang benar dan saleh sedang menantikan penghiburan (restorasi = pemulihan) bagi bangsa Israel. Ketika melihat bayi Yesus, Simeon mengaku bahwa dia melihat keselamatan datang dari-Nya. Jelas, dia melihat dengan mata iman bukan mata jasmani sebab faktanya Yesus masih berumur 40 hari dan orang tuanya miskin dilihat dari sepasang burung tekukur yang dipersembahkan (bnd. Im. 12:8). Pemulihan apa yang dapat diharapkan dari bayi Yesus yang miskin? Namun dengan mata imannya, Simeon mengerti bahwa keselamatan/pemulihan yang dimaksud bukanlah restorasi politik atau ekonomi tetapi pemulihan spiritual (ay. 30-32).

Umumnya seseorang mengatakan ingin mati sebab sudah tidak tahan lagi menghadapi sakit parah maupun penderitaan hebat tetapi Simeon mengutarakan kalimat “langka” sebagai pengalaman pribadi bahwa dia siap mati dalam damai sejahtera (yang melampaui segala akal). Dokter Lukas menuliskan perkataan Simeon dalam nada nyanyian/pujian yang keluar dari dalam hati (ay. 29-32) terlihat dari tulisannya menjorok ke dalam yang berarti kalimat-kalimat tersebut dilantunkan dengan hati bersyukur bukan karena keputusasaan.

Introspeksi: kebahagiaan/kedamaian macam apa yang kita peroleh dalam mengikut Yesus? Apakah indikatornya karena kemakmuran ekonomi terlebih di hari-hari sulit saat ini? Jika demikian, kita akan kecewa mengikut Dia! Kita mengalami kebahagiaan sejati bila dalam kondisi apa pun kita diliputi damai sejahtera.

Apakah damai sejahtera menjadi sesuatu yang langka dalam hidup pribadi dan keluarga kita? Jangan jadikan kehadiran Yesus sama dengan kehadiran segala macam kenyamanan yang kita harapkan dari dunia ini! Sebaliknya, kita melihat dengan iman bahwa Yesus adalah Penyelamat manusia berdosa dan mencontoh teladan-Nya dalam kerendahan hati. Alhasil, kita beroleh kebahagiaan sejati sementara menanti kedatangan-Nya kembali untuk menjemput kita dan tinggal bersama Dia selama-lamanya di Yerusalem baru. Amin.