Shalom,
Percayalah bahwa Allah itu baik tetapi kenyataannya tidak semua orang dapat memahami kebaikan Allah dan pemahaman seorang dengan yang lain juga berbeda. Buktinya ada yang mengatakan Allah itu baik karena memberkatinya saat dia membutuhkan uang, karena menyelesaikan masalah yang dihadapinya tetapi ada pula yang mengatakan dia belum tahu Allah itu baik sebab dia tetap bergumul dengan permasalahan yang tidak selesai- selesai. Namun ada pula yang yakin Allah itu baik sekalipun persoalannya belum selesai dan percaya Ia menyertainya di dalam setiap persoalan.
Sesungguhnya memahami kebaikan Allah merupakan konsep yang sangat penting di dalam pertumbuhan iman kekristenan juga proses pertumbuhan karakter yang membawa seseorang mengenal Kristus lebih dalam. Pemahaman tentang kebaikan Allah ini menjadi satu dari sekian indikator yang menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Juga merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kematangan/kedewasaan seseorang akan Allah.
Pemazmur mempunyai sudut pandang sendiri mengenai kebaikan Allah, yakni:
- Allah telah melakukan kebaikan sebelum pemazmur mengerti apa itu kebaikan (ay. 65-66).
“Kebajikan telah Kaulakukan kepada hamba-Mu, ya TUHAN, sesuai dengan firman-Mu. Ajarkanlah kepadaku kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik sebab aku percaya kepada perintah-perintah-Mu.”
Kebajikan adalah kebaikan yang dilakukan terus menerus dan Allah telah melakukannya seturut dengan Firman- nya. Dengan demikian pemahaman ini hanya dapat dimengerti oleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang bersumber dari Firman.
Kata “telah” berarti sudah terjadi maksudnya sudah dilakukan di masa lalu. Kebaikan apa yang sudah dilakukan Allah kepada pemazmur? Pemazmur telah mengalami banyak kebaikan yang dilakukan Allah kepadanya hingga dia tidak menulisnya secara rinci.
Nabi Yesaya mengilustrasikan kebaikan Allah sebagai berikut, “Dengarlah, hai langit dan perhatikanlah hai bumi sebab TUHAN berfirman: "Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya tetapi mereka memberontak terhadap Aku.” (Yes. 1:1-2)
Hubungan Allah dan Israel, umat-Nya, digambarkan seperti relasi orang tua dan anak-anaknya yang lahir dan dibesarkan dalam masa pertumbuhan. Namun apa yang terjadi? Mereka memberontak kepada-Nya bahkan sebelum mereka mengenal kebaikan dari Orang yang mengasuh mereka. Mereka diibaratkan lebih bodoh daripada keledai (bodoh) yang mengenal palungan yang disediakan tuannya (ay. 3). Ilustrasi: anak batita (toddler) yang baru belajar merangkak tidak dapat membedakan benda bersih (kue) yang dapat dimakan dengan benda kotor (kotoran) yang menjijikkan. Dia akan memegang, meremas dan mencampurnya tanpa rasa jijik bahkan tak segan-segan memasukkan ke mulutnya hingga ibunya datang mengangkat dan membersihkan serta memandikannya. Kejadian ini akan terulang dan terulang kembali bila tidak diawasi oleh orang tua. Demikian pula dengan kehidupan bayi rohani yang tidak dapat membedakan mana yang kotor, yang najis, yang kudus – semua dianggap sama dan siap "dimakan”. Namun Allah, Bapa yang begitu sabar mengasuh anak-Nya, mengampuni kita setiap kali kita berbuat dosa. Ia begitu sabar sebab kita masih dalam fase bayi rohani. Bagaimanapun juga kita tidak dapat tinggal terus menerus dalam kondisi nyaman seperti ini. Kebaikan Allah yang dinyatakan kepada mereka yang masih bayi rohani berbeda dengan orang percaya yang bertumbuh dewasa rohani. Oleh sebab itu kita tidak perlu iri hati dengan mereka yang hidup sembrono dan ngawur. Semua ada batas waktunya.
- Kebaikan Allah di masa pertumbuhan rohani dinyatakan berupa ajaran dan hajaran (ay. 67-68). “Sebelum aku tertindas, aku menyimpang tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.”
Tertindas adalah bentuk kesesakan dan penderitaan akibat dari penyimpangan dan pelanggaran kepada Allah entah disengaja/tidak disengaja dan dilakukan secara diam-diam atau terang-terangan.
Ketika kita masih bayi rohani, Allah dengan sabarnya membimbing kita dari kesalahan demi kesalahan. Kalaupun “nakalnya” keterlaluan saat masih bayi, Allah mendidik dengan lembut penuh kasih sayang. Jauh berbeda setelah tumbuh dewasa, cara Allah memperlakukan kebaikan-Nya pun berbeda. Ketika kita menyimpang dari Firman, wujud kebaikan Allah datang dalam bentuk nasihat, ajaran dan teguran untuk mengembalikan kita ke arah yang benar. Bila Tuhan datang dengan ajaran, sadar dan jangan keraskan hati!
Seperti halnya orang tua, jika mereka menasehati berulang kali tetapi kita, anaknya, tidak mau mendengarkannya maka ajaran akan berubah menjadi hajaran. Nasihat Tuhan adalah tali kasih yang diulurkan untuk membuat kita kembali ke jalan yang benar. Jika kita tetap menolak kebaikan-Nya, tali-tali kasih-Nya dipilin menjadi sebuah cambuk untuk menghajar bahkan hingga babak belur.
Perhatikan, betapapun kerasnya hajaran Tuhan, ini pun tetap merupakan bentuk kasih-Nya. Sejauh mana bangsa Israel melakukan kesalahan dan apa tindakan Tuhan dalam mendisiplinkan mereka? Mereka sarat (= penuh) kesalahan bahkan murtad meninggalkan Tuhan hingga tidak ada lagi bagian mana yang mau dipukul/dihajar – seluruh kepala sakit dan hati lemah lesu (Yes. 1:4-6). Tuhan menghajar mereka habis-habisan tetapi mereka tetap tidak mau sadar dan kembali kepada-Nya.
Perlu diketahui, walau Tuhan menghajar kita hingga babak belur mendatangkan susah, sesungguhnya Ia tidak rela hati melakukannya dan tetap menyayangi kita (Rat. 3:32-33). Mungkin dalam kemarahan-Nya, Allah memukul kita dan membuat kita menderita kesakitan hingga menangis serta menjerit tetapi sesungguhnya Ia tidak rela hati memukul kita. Oleh sebab itu jangan terus-terusan menyakiti hati Tuhan karena Ia juga tidak rela hati memukul kita.
Aplikasi: hendaknya kita memanfaatkan kebaikan Tuhan untuk kembali kepada-Nya dan memuliakan Dia bukan malah menyakiti-Nya. Jangan terus tinggal di dalam kebodohan/kepicikan tetapi bertobat dan tinggalkan segala perbuatan yang menyakiti hati-Nya. Sesungguhnya dalam kondisi dewasa rohani, kita menjadi mitra kerja Allah dan perpanjangan tangan-Nya untuk berbuat kebaikan kepada orang lain.
Waspada, jangan pernah menyia-nyiakan kebaikan Tuhan serta meremehkan kasih karunia-Nya karena dapat berakibat fatal. Firman Tuhan menegaskan, "Sekalipun Musa dan Samuel berdiri di hadapan-Ku, hati-Ku tidak akan berbalik kepada bangsa ini. Usirlah mereka dari hadapan-Ku, biarlah mereka pergi! Dan apabila mereka bertanya kepadamu: Ke manakah kami harus pergi?, maka jawablah mereka: Beginilah firman TUHAN: Yang ke maut, ke mautlah! Yang ke pedang, ke pedanglah! Yang ke kelaparan, ke kelaparanlah! dan yang ke tawanan, ke tawananlah!” (Yer. 15:1-2)
Peringatan: kalau kita tetap menolak kebaikan Allah walau hajaran demi hajaran sudah dijatuhkan, ada batas waktu yang Tuhan berikan atas kehidupan kita. Percuma memanggil pendeta dan gembala untuk memohonkan belas kasih sebab Tuhan tidak akan lunak hati-Nya! Yang paling mengerikan ialah Ia membiarkan kita menuju maut, pedang, kelaparan, tawanan. Oleh sebab itu jangan meremehkan pengajaran tentang penyucian yang membuat kita bertumbuh dewasa rohani untuk bertemu dengan Dia, mempelai Pria Surga.
- Rahasia kebaikan Allah tersimpan di balik penderitaan tanpa salah (ay. 69-72).
“Orang yang kurang ajar menodai aku dengan dusta tetapi aku dengan segenap hati aku akan memegang titah-titah-Mu. Hati mereka tebal seperti lemak tetapi aku, Taurat-Mu ialah kesukaanku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu…”
Pernahkan dalam pengikutan kepada Tuhan, kita berjalan dalam kesalehan sesuai Firman Tuhan tetapi Ia mengizinkan kita mengalami penderitaan yang dilakukan oleh orang-orang fasik berhati jahat menindas kita? Mungkin saja kita salah mengerti tetapi pemazmur mengakui dalam kondisi tertindas itu baik baginya supaya dia belajar tentang ketetapan-ketetapan-Nya.
Ternyata Tuhan menyimpan maksud baik di balik penderitaan tanpa salah dan ini berlaku bagi pertumbuhan rohani mencapai kematangan dan kedewasaan rohani yang sempurna.
Apa tujuan menderita karena kebenaran? “Sebab adalah kasih karunia jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.” (1 Ptr. 2:19)
Perhatikan, menderita tanpa salah karena kebenaran adalah kasih karunia juga proses pemurnian iman dalam mempelajari ketetapan-ketetapan-Nya. Dengan memahami kebaikan Allah di balik penderitaan, kita sedang mematangkan kehidupan rohani kita supaya layak ditampilkan menjadi mempelai-Nya.
Sadarkah kita akan kebaikan Allah yang berlaku atas hidup kita? Ia bahkan telah berbuat kebaikan jauh sebelum kita mengenal apa itu kebaikan. Namun jangan kita meremehkan dan menyia-nyiakan kebaikan-Nya walau untuk itu kita harus menerima ajaran dan hajaran dari-Nya. Semua ini dilakukan karena kasih-Nya kepada kita. Kalaupun kita menderita tanpa salah karena kebenaran, ini adalah kasih karunia agar kita makin dewasa rohani untuk satu kali kelak siap menjadi mempelai perempuan-Nya dan tinggal bersama Dia di Yerusalem baru selamanya. Amin.