• PENGHARAPAN DI TENGAH PENDERITAAN
  • Mazmur 137
  • Lemah Putro
  • 2025-09-21
  • Pdp. Samuel Sirait
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1781-pengharapan-di-tengah-penderitaan
  • Video Ibadah: KLIK DISINI
pengharapan-di-tengah-penderitaan

Shalom, 

Dalam hidup ini kita banyak sekali diperhadapkan dengan pilihan-pilihan mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga mau tidur di malam hari. Namun tahukah bahwa sekalipun manusia dapat memilih ini dan itu, ternyata kita tidak mempunyai hak prerogatif untuk memilih penderitaan yang harus dialami. Artinya, kita tidak dapat memilih penderitaan yang ringan lalu menolak penderitaan yang berat.  

Kenyataannya, bangsa Israel tidak dapat menolak untuk dibuang oleh Tuhan ke tanah pembuangan, Babel. Ini sangat menyesakkan hati orang Israel. Mereka dipaksa untuk tersenyum, diminta bernyanyi padahal hati mereka hancur. Buktinya, mereka duduk sambil menangis di tepi-tepi sungai Babel mengingat Sion. 

Mazmur 137 termasuk kategori Mazmur ratapan, apa yang diratapi oleh umat Tuhan?

  • Menyadari rasa kehilangan. 
    Apa yang membuat kita merasa kehilangan hari-hari ini? Kesehatan? Ditinggal oleh orang yang terkasih? Pekerjaan? Kehilangan segala sesuatu asalkan tidak kehilangan Tuhan? Atau sebaliknya, rela kehilangan Tuhan asal posisi dan kedudukan aman? Ingat, pengharapan kita tidak bertumpu pada semua yang hilang tetapi kepada Allah yang tidak pernah hilang dari hidup kita seperti doa pemazmur yang menunjukkan rasa ketakutan kalau mereka kehilangan Tuhan di dalam hidup mereka. 

Bangsa Israel menangis di tepi sungai Babel akibat perbuatan dosa mereka kepada Tuhan sebab banyak nabi sudah diutus untuk memberitakan Firman Tuhan supaya mereka berbalik dari dosa-dosanya tetapi mereka tidak menghiraukannya. Di pembuangan selama 70 tahun mereka berada di titik terendah namun ini justru menjadi awal pemulihan bagi mereka. 

Perbuatan dosa apa yang telah dilakukan oleh bangsa Israel? Dosa penyembahan berhala yang sudah berlangsung ± 800 tahun mulai sejak keluar dari Mesir (Kel. 32) berlanjut di zaman hakim-hakim dengan adanya banyak Baal begitu pula di zaman raja-raja bahkan Raja Salomo pun jatuh dalam dosa penyembahan berhala. Ternyata hikmat sehebat apa pun yang dimiliki seseorang sekalipun mengaku sebagai anak Tuhan, manusia masih dapat jatuh dalam dosa. 

Terbukti dosa penyembahan berhala orang Israel naik signifikan sementara kesetiaan mereka merosot tajam. Mereka bukan bangsa yang tidak mengenal Tuhan bahkan sudah mengadakan perjanjian dengan Tuhan tetapi dosa penyembahan berhala sudah mendarah daging bagi mereka berakibat mereka dibuang oleh Tuhan padahal Allah telah memberi mereka kesempatan untuk berbalik kepada-Nya melalui utusan nabi-nabi. Untuk itu mereka harus menghadapi penderitaan dan kesulitan lebih dahulu saat dalam pembuangan supaya mereka dapat membuka diri dan menyadari keberdosaan mereka kepada Tuhan. Di tempat pembuangan umat Tuhan mendapatkan pembelajaran yang selama itu gagal dipahami oleh mereka. Allah ingin mencabut dosa bangsa Israel hingga ke akar-akarnya supaya sadar bahwa Tuhan tidak dapat digantikan oleh apa pun dan siapa pun.

Aplikasi: sering di masa kesesakan dan penderitaan, kita mengerti bagaimana kita sangat membutuhkan Tuhan dan datang kepada-Nya. Kita baru menyadari bahwa tidak ada benda, situasi, kondisi dan seorang pun dapat menggeser posisi Tuhan di dalam hidup kita. Di dalam penderitaan dan kesulitan, kita melakukan “evaluasi” dan “perenungan” untuk menyadari kekeliruan kita yang telah menyakiti hati Tuhan. Ingat, jangan berlama-lama melawan Tuhan! Semakin kita melawan Tuhan, semakin kita babak belur seperti dialami oleh Paulus yang menendang ke galah rangsang (Kis. 26:14). Kita sendiri akan berdarah-darah dan rugi banyak, lebih baik menyerah kepada Tuhan saja! Dengan percaya kepada Tuhan bukan berarti kekuatan, kecerdasan, dan pengalaman kita tidak berguna tetapi yang jelas kita tidak dapat melakukan semua tanpa-Nya seperti pengakuan bangsa Israel. Hendaknya kita peka terhadap suara Tuhan; jangan menunggu Ia menegur keras bahkan menghukum baru kita sadar dan mengerti kesalahan kita.  

  • Gagal mengenali identitas iman.
    Bangsa Israel tidak sadar bahwa sudah bertahun-tahun mereka jatuh bangun dalam penyembahan berhala dan ketidaksetian kepada Tuhan. 

Mereka menolak bernyanyi memenuhi permintaan orang-orang Babel bukan karena kurang persiapan tetapi karena mereka tidak mau berkompromi dengan orang Babel dan rela kehilangan keterampilan musik daripada melupakan Tuhan. Mereka menyadari bahwa pujian yang dinyanyikan hanya diperuntukkan bagi Tuhan dan  dihukum oleh Tuhan agar berubah karena mereka merasakan dampaknya akibat dipermalukan oleh bangsa-bangsa lain. 

Allah memakai Babel untuk menyadarkan bangsa Israel akan keterpurukan mereka. Umat Tuhan yang menderita di Babel mengingat Sion, Yerusalem, tanah kelahiran mereka dan mengenang betapa indahnya beribadah kepada Tuhan. 

Introspeksi: apakah kita harus jatuh ke dalam situasi rumit terlebih dahulu untuk mengalami hajaran Tuhan baru menyadari kita membutuhkan Dia?   

Tahukah saat kita menghadapi kesulitan dan penderitaan, Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk berbalik kepada-Nya bukan malah menentang dan menjauh dari-Nya hingga terhilang? Ingat akan perumpamaan ayah yang berbelas kasihan kepada anak bungsunya yang terhilang? Si ayah dengan setia menanti anaknya agar bertobat. Pesan dari perumpamaan domba yang hilang, dirham yang hilang dan anak yang hilang ialah seberapa besar dosa dan serusak apa pun kita, Tuhan sanggup memulihkan asal kita mau percaya dan menerima Dia. 

Orang Israel mengingat identitas mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang percaya Tuhan dan memiliki Dia. Dapatkah kita membuktikan bahwa kita adalah anak-anak Tuhan di dalam kondisi sesulit apa pun? Pengharapan kita kepada Tuhan bukan tergantung pada keadaan tenang maupun mencekam (di-PHK, divonis hidup tinggal 2 bulan karena penyakit yang mematikan, kesepian tidak mempunyai teman dll.) 

Terbukti Tuhan masih berbicara di situasi yang sulit tentang pembalasan terhadap putri Babel yang suka melakukan kekerasan (at. 7). Sebenarnya penderitaan tidak pernah membungkam iman kita. Justru di tengah kesulitanlah iman harus berbicara paling lantang.  

Lingkungan adalah rumah kedua bagi bangsa Israel maupun kita. Ketika orang Israel berada di pembuangan selama 70 tahun, seharusnya lingkungan telah mengubah pola hidup mereka karena orang Babel bukan bangsa yang percaya kepada Tuhan dan mereka sangat bengis. Dalam jangka panjang tersebut seharusnya orang Israel ikut menyembah berhala dan melupakan Tuhan tetapi justru iman mereka muncul di atas penderitaan. 

  • Berpengharapan dan percaya kepada cara Allah.
    Allah tidak pernah membiarkan kejahatan itu menang. Ia adalah Allah yang adil. Heran, bangsa Israel dikeluarkan dari pembuangan oleh Koresh, raja Persia (2 Taw. 36:22-23).

Dengan cara apa kita boleh keluar dari masalah dan persoalan besar yang sedang kita hadapi? Allah mempunyai cara yang unik dan tidak terduga untuk menolong kita. Kita boleh mempelajari setumpuk buku tutorial “how to” untuk menyelesaikan masalah tetapi faktanya tetap tidak ada jalan keluar dan ini membuat kita putus asa.  Itu sebabnya kita harus memiliki pengharapan di tengah penderitaan karena cara Tuhanlah yang paling mujarab untuk mengeluarkan kita dari persoalan. Pengharapan kita bukan berdasarkan pada keadaan yang sudah membaik tetapi pengharapan yang tertuju kepada Allah. Ia tidak pernah berubah dan tidak dipengaruhi oleh situasi-kondisi apa pun. Buktinya Allah tidak meninggalkan bangsa Israel mati binasa di tempat pembuangan di Babel.

Tidak dapat disangkal, penderitaan membuat kita memilih: menyerah pada keadaan atau berserah kepada Tuhan. Pilihan yang kita lakukan menentukan keadaan kita di masa depan. Untuk itu kita perlu menjaga pengharapan kepada Tuhan di tengah kesulitan dan penderitaan.

Suatu hal yang mustahil untuk mengeluarkan satu bangsa dalam jumlah besar dari Babel ke Yerusalem (± 1.200 km ditempuh jalan kaki selama 2-3 bulan) kalau bukan Tuhan. Jadi, semakin besar persoalan yang dihadapi, semakin besar iman dan pengharapan yang dimiliki juga semakin kita mendekatkan diri kepada Tuhan. Masalahnya, kita tidak sabar menanti jawaban pertolongan dari Tuhan dalam mengatasi persoalan; kita ingin Tuhan menolong kita segara.

Allah dapat memakai siapa pun dan apa pun untuk menyelamatkan orang Israel. Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi di depan atau jika kita berada di titik terendah, ingatlah bahwa pengharapan kita bukan tergantung pada keadaan yang kondusif. Jujur, dalam keadaan baik ataupun buruk, kita tetap membutuhkan Tuhan. Bahkan sejauh dan sedalam mana pun kita jatuh dan menjauh dari Tuhan, ini bukan penghalang bagi-Nya; Ia sanggup menjangkau kita. 

Jelas sekarang, penderitaan dan tantangan apa pun bukan menjadi penghalang bagi kita untuk berharap kepada Tuhan. Oleh sebab itu marilah kita terus berharap kepada Tuhan dan miliki pengharapan sejati bukan pada benda/orang/situasi tetapi hanya kepada Tuhan, Penyelamat jiwa kita. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: