• PENGHARAPAN DI TENGAH PENDERITAAN (JOHOR)
  • Mazmur 137
  • Johor
  • 2025-09-21
  • Pdt. Sonny J. Garing
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1782-pengharapan-di-tengah-penderitaan-2
  • Video Ibadah: KLIK DISINI
pengharapan_di_tengah_penderitaan

Shalom,  

Seberat apa pun masalah kita, selama kita memiliki pengharapan walau kecil sekalipun, kita akan mendapatkan jalan keluarnya. Masalahnya, kita sering kali putus pengharapan ketika menghadapi masalah besar yang menghalangi kita melihat pengharapan yang tersedia di depan kita. 

Pengharapan di tengah penderitaan seperti apa yang kita lihat menurut Mazmur 137? 

  • Karena adanya kehadiran Tuhan (ay.1-6). 
    Pemazmur mengaitkan diri dengan orang-orang Yehuda yang mengalami pembuangan di Babel dan menangis mengenang Sion saat duduk di tepi Sungai Babel.

Pembuangan orang-orang Yehuda, penduduk Yerusalem (Kerajaan Selatan), ke Babel disebabkan karena ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka lebih memilih menyembah berhala ketimbang menuruti perintah Tuhan berakibat mereka ditawan di Babel selama 70 tahun. 

Berbicara tentang Kerajaan Selatan, ini tidak bisa lepas dari Kerajaan Israel yang dibangun oleh Daud. Kerajaan ini cukup berjaya yang kemudian diturunkan kepada Salomo. Namun di bawah pemerintahan Rehabeam, anak Salomo terjadilah peristiwa pecahnya kerajaan tersebut menjadi dua, yaitu: Kerajaan di Utara dengan ibu kota Samaria didukung oleh 10 suku dan Kerajaan Selatan, kerajaan Yehuda, dengan ibu kota Yerusalem, didukung oleh 2 suku. 

Kerajaan Utara telah lebih dulu ditaklukkan oleh orang Asyur dan dibuang ke Asyur serta diceraiberaikan di sana (2 Raja. 17:7-23). Sejarah mencatat peristiwa itu terjadi pada 721 SM dan Alkitab tidak mencatat apakah mereka kembali ke Israel atau tidak.  

Bagaimana dengan Kerajaan Selatan yang didukung oleh 2 suku – Yehuda dan Benyamin? Raja Babel, Nebukadnezar, menyerang Kerajaan Yehuda (2 Raja. 25) dan mengangkut mereka sebagai tawanan ke Babel sementara yang miskin dan lemah ditinggal di Yerusalem. Peristiwa ini terjadi pada 587 SM. Setidaknya Nebukadnezar menyerang Yerusalem tiga kali yakni:

    • Di masa Raja Yoyakim (2 Raja. 24:1-4). Dalam penyerangan ini, anak-anak muda yang berprestasi dan bijaksana ditawan antara lain Daniel (Dan. 1:1-7).  
    • Penyerangan kedua terjadi pada pemerintahan Raja Yoyakhin, anaknya Yoyakim (2 Raj. 24:8-16). Dalam penyerangan ini Raja Yoyakhin, ibunda raja, istri-istri raja, para pembesar, orang yang berkuasa dan yang gagah perkasa, tukang pandai besi, pahlawan yang sanggup berperang diangkut ke Babel. Dalam serangan kedua ini, nabi Yehezkiel juga ditawan. Jadi di Babel ada dua nabi yang seizin Tuhan ditempatkan untuk menguatkan umat yang sedang dalam tawanan.  
    • Nebukadnezar menaklukkan raja Yehuda terakhir yaitu Raja Zedekia (2 Raja. 25:8-10). Apa yang yang terjadi pada umat Tuhan saat itu? Nebuzaradan, kepala pasukan raja Babel membakar rumah Tuhan, rumah raja dan semua rumah di Yerusalem serta merobohkan tembok sekeliling kota Yerusalem. Ini merupakan bukti bahwa Yehuda tidak setia dan meninggalkan Tuhan (bnd. 1 Raja 9: 6 - 9) sehingga apa yang menjadi kebanggaan penduduk Yerusalem diinjak-injak dan diluluhlantakkan.

Apa yang dilakukan orang Yehuda di pembuangan? Mereka mendirikan rumah untuk didiami, berkebun untuk dinikmati hasilnya, beranak cucu, juga diberi kesempatan untuk mendoakan tempat di mana mereka berdiam supaya sejahtera (Yer. 29:1,4-7). Sekilas tampak kondisi mereka normal; jadi apa yang menjadi penderitaannya? Mereka menangisi/meratapi Sion. Apa yang terjadi dengan Sion? Di Sion ada Yerusalem dan Bait Suci dengan kondisi hancur dan tembok-temboknya sudah roboh padahal Tuhan telah memilih Sion sebagai tempat kedudukan-Nya/kediaman-Nya (Mzm. 132:13-14). 

Di Sion ada Bait Suci tempat orang Israel datang untuk menghampiri Tuhan. Kehadiran Tuhan itulah yang ditangisi oleh mereka. Jadi penderitaan yang terbesar ialah mereka tidak bisa lagi mengalami ibadah di Bait Suci seperti waktu dahulu, walau mereka hidup berkecukupan. Penderitaan yang mereka hadapi bukanlah semata-mata penderitaan fisik tetapi lebih ke penderitaan batin bagaimana hati dan jiwanya merindukan Tuhan. Inilah penderitaan yang sesungguhnya. Masih ingatkah kita saat COVID 19 menyerang, pemerintah menginstruksikan masyarakat menjaga jarak hingga gereja memberlakukan ibadah online? Tidakkah hati kecil kita menangis dan sedih berharap kapan pandemi ini berlalu? Kita tidak lagi dapat menikmati kebersamaan seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun kita patut bersyukur Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk beribadah online saat itu.  

Sebagai tawanan, setiap kali berkumpul orang Yehuda meratap mengingat Sion, mereka merasakan kehilangan karena tidak lagi dapat mengalami masa-masa mereka masuk ke Bait Allah untuk beribadah mempersembahkan kurban dll. Batin mereka benar-benar menderita dan ini berlangsung cukup lama yakni 70 tahun.   

Batin mereka makin terkoyak-koyak ketika orang Babel meminta mereka untuk menyanyikan nyanyian Tuhan. Mereka benar-benar sangat sedih karena menggantungkan kecapi tidak lagi dapat memainkannya untuk memuji Tuhan apalagi di negeri asing. Tentu menjadi pergumulan batin sendiri bagaimana harus menyanyikan nyanyian sukacita yang disuruh oleh orang-orang yang menyiksa/mencampakkan mereka.  

Bagaimanapun juga pemazmur berkomitmen untuk tidak melupakan Sion/Yerusalem (ay. 5-6) tempat Tuhan berdiam disana. Mereka menyadari sudah jauh dari Tuhan dan dibuang ke Babel karena pelanggaran mereka. Mereka hidup dalam pemberhalaan hingga dihukum masuk dalam pembuangan dengan tujuan keseriusan untuk kembali kepada Tuhan. Terbukti setelah pembuangan, orang Israel tidak lagi menyembah berhala dan mereka mengagungkan satu-satunya TUHAN/YHWH. Di tengah situasi yang sulit, pengharapan mereka dibangkitkan kembali kepada Sion tempat Tuhan berdiam. Mereka mengingat Tuhan yang ada/eksis juga janji-Nya yang ditepati. 

Aplikasi: hendaknya kita tidak menganggap ringan masalah ibadah dengan alasan sibuk bekerja. Sebaliknya, marilah kita merespons dengan baik bila ada bisikan sekecil apa pun yang mengingatkan kita untuk kembali kepada Tuhan karena siapa tahu ini menjadi jalan bagi kita untuk menerim a pertolongan dari-Nya. Jangan padamkan kerinduan hati untuk menikmati kehadiran Tuhan yang juga dapat dinikmati secara pribadi melalui pembacaan Firman Tuhan setiap hari! Jangan menunggu mendapat “pukulan” seperti dialami orang Yehuda baru kita datang mendekat kepada Tuhan karena kita tidak mengetahui kapan waktunya ajal menjemput!  

  • Karena adanya keadilan Tuhan (ay. 7-9). 
    Pemazmur memanjatkan doa kepada Tuhan agar Ia menyatakan keadilan-Nya terhadap mereka yang telah berbuat jahat terhadap umat-Nya.  

Siapa yang telah berbuat jahat kepada umat Tuhan?

    • Edom/Esau, saudara dari Israel/Yakub. 
      Edom senang melihat Yerusalem runtuh sampai ke dasarnya. Ironis, tegakah kita bersukacita melihat saudara kita di dalam kesulitan? Sungguh sangat menyakitkan sikap semacam ini!  
    • Bangsa Babel. 
      Ternyata bangsa Babel dipakai Tuhan untuk menghukum orang Yehuda (Yes. 13:16; 47:6) walau nanti Babel menerima pehukuman dari Tuhan. Ini membuktikan bahwa pembalasan itu hak-Nya Tuhan (Ibr. 10:30) untuk menyatakan keadilan-Nya. Contoh: Asaf awalnya “iri” melihat orang fasik yang sehat, tidak mengalami kesusahan dan hidup “diberkati” namun akhirnya Asaf sadar dan mengerti kesudahan hidup mereka ketika dia masuk ke dalam tempat kudus Allah (Mzm. 73). 

Aplikasi: kita boleh mengalami ketidakadilan di dunia ini (di rumah, sekolah, pekerjaan dst.) padahal kita sudah berada di jalur yang benar. Namun kita masih memiliki pengharapan dari Tuhan yang mahaadil. Kehadiran dan keadilan Tuhan membuat kita berpengharapan (Mzm. 84:2-3). Dengan demikian kita bersemangat untuk melanjutkan pekerjaan dan pelayanan kita dalam menjalani hidup. Kita tidak terus tinggal dalam keterpurukan karena Tuhan pasti membela kita.  

Pertanyaan: di manakah “tepi sungai Babel” kita? Di rumah? Di pekerjaan yang membuat kita menangis dan  rindu untuk dapat berelasi dengan Tuhan walau kita diberkati secara lahiriah? Ingat, selama masih ada kerinduan untuk mau bersekutu dengan Tuhan maka di situ ada pengharapan seperti dialami oleh orang Yehuda.  

Ketahuilah, hidup berkelimpahan secara finansial tidak dapat mengisi kekosongan batin/jiwa yang hanya dapat dipenuhi dengan kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Sebaliknya, dalam kondisi terjepit dan terpuruk sekalipun, jangan cepat dan mudah berputus asa sebab masih ada pengharapan di dalam penderitaan bila kita memiliki dan mengandalkan Tuhan yang mengendalikan hidup kita. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: