Shalom,
Peristiwa “happy day” benar-benar kita alami saat menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat; karena pada saat itu Roh Kudus menghidupkan kita kembali dari kematian rohani akibat dosa, menjadi ciptaan baru. Dengan kelahiran baru ini, kita menjadi orang benar di hadapan Tuhan oleh karena iman kita kepada Yesus Kristus bukan karena kebaikan atau hasil pekerjaan kita (Ef. 2:8-9). Kebenaran di dalam Yesus dikenakan dan diperhitungkan kepada kita yang menerima pengampunan dosa oleh darah-Nya yang tercurah di kayu salib. Kita kemudian diadopsi menjadi anak-anak Allah sehingga berhak menyebut Allah itu Bapa kita. Kita dijadikan rumah (Bait Allah) bagi Roh Kudus (1 Kor. 3:16) dan Roh Kudus memeteraikan kita untuk jaminan keselamatan yang dijanjikan-Nya (Ef. 1:13-14) menjadi penghuni Kerajaan Allah.
Namun perlu diingat selain mengalami perkara rohani di atas, pada kita juga melekat tanggung jawab kepada Allah. Apa saja tanggung jawabnya?
Kita harus beriman kepada Allah, membangun relasi dengan-Nya melalui doa, memuliakan Dia, mengasihi serta menaati-Nya. Ekspresi memuliakan Allah dapat disampaikan ketika kita beribadah, bersyukur, memuji dan menghormati Dia.
Mengapa kita bertanggung jawab menaati Allah? “Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pkh. 12:13) juga “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yoh. 14:15)
Jelas ketaatan adalah ekspresi kasih murni kepada Allah itulah kasih yang sejati. Tidak mungkin seseorang mengaku mengasihi Tuhan tetapi mengabaikan perintah Firman-Nya atau tidak taat kepada Tuhan.
Berkaitan dengan tema "Ketaatan Mendatangkan Damai Sejahtera" berarti berkat damai sejahtera disediakan bagi mereka yang bertanggung jawab dan mengerti kewajibannya dalam beriman, mengenal dan memuliakan Tuhan, mengasihi serta menaati-Nya.
Kalau begitu ketaatan macam apa yang dapat mendatangkan damai sejahtera?
- Ketaatan karena mengasihi Tuhan (ay. 161-163).
“..........Aku benci dan merasa jijik terhadap dusta tetapi Taurat-Mu kucintai.”
Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk taat karena takut. Tuhan tidak mencari orang-orang yang sekadar menuruti peraturan demi mendapatkan sesuatu. Ingat peristiwa Yesus mengkritik orang-orang yang mengikuti-Nya hanya supaya perut mereka tetap kenyang (Yoh. 6:26)? Dengan kata lain, Tuhan tidak berkenan jika hidup kekristenan kita lebih didorong oleh manfaat bersifat materi ketimbang ajaran dan tujuan mulia yang Tuhan berikan. Ketaatan karena ada maksud tersembunyi tidak akan bertahan lama sebab tidak mengandung kekekalan sama sekali. Tuhan rindu ketaatan yang lahir dari kasih bukan karena takut dihukum atau malu kepada manusia atau karena aturan agama tetapi karena kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya.
Heran, meskipun dianiaya oleh para pemuka dan ditekan oleh keadaan yang tidak adil, pemazmur tidak gentar kepada manusia tetapi kepada Firman Tuhan. Pemazmur lebih takut melukai Tuhan daripada orang-orang yang mempersekusinya. Dia tidak takut kehilangan nyawa asal tidak kehilangan kasih kepada Firman Tuhan. Dia memilih taat dan mengasihi Allah lebih daripada hidupnya sendiri. Inilah contoh kasih tulus di hadapan Tuhan, bukan kasih yang bergantung pada situasi dan tekanan tetapi kasih yang tetap berkobar sekalipun diterpa gelombang dan ancaman. Ketaatan seperti inilah yang mendatangkan damai sejahtera.
Perlu diketahui ketaatan tanpa kasih itu kering, cepat lelah, mudah mengeluh dan cenderung meninggikan “aku”nya karena merasa lebih berjasa dibandingkan yang lain. Jauh berbeda dari ketaatan yang lahir dari kasih, semua akan terasa ringan untuk dikerjakan, tulus dilakukan dan penuh sukacita.
Sikap pemazmur terhadap Firman Tuhan seperti orang mendapat jarahan besar (ay. 162), menggambarkan betapa berharganya Firman Tuhan baginya. Firman Tuhan bukan sekadar peraturan tetapi sumber sukacita dan harta sangat berharga yang melengkapi kemenangan. Pengalaman sukacita atas Firman merupakan buah dari keintiman menjalani hidup bersama dengan Tuhan.
Perhatikan, ketaatan karena mengasihi Tuhan memiliki karakteristik yang unik yakni membenci dan merasa jijik terhadap dusta (ay. 163). Kasih kepada Tuhan otomatis membuat kita benci terhadap apa yang jahat (Mzm. 97:10). Tidak mungkin kita mengasihi kebenaran sekaligus memelihara dusta atau menikmati jalan dosa. Membenci dusta berarti menolak segala bentuk penipuan, kepalsuan dan kemunafikan karena semua ini bertentangan dengan karakter Allah yang benar dan kudus. Yesus Kristus menjadi teladan sempurna, saat berada di Taman Getsemane, Ia menyerahkan seluruh kehendak-Nya kepada Bapa-Nya (Yoh. 8:29). Kasih-Nya kepada Bapa membuat-Nya taat tanpa paksaan sampai mati di kayu salib. Dari ketaatan itulah lahir damai sejahtera bersifat kekal bagi kita semua. Ilustrasi: ketika si anak yang masih kecil tiba-tiba terbangun di tengah malam lalu menangis, sang mama langsung bangun bukan karena digaji tetapi karena kasihnya kepada sang anak untuk menenangkannya. Demikian pula si ayah bekerja membanting tulang tanpa lelah sampai larut malam demi kasihnya kepada keluarga.
Introspeksi: apa motivasi ketaatan kita selama ini? Apakah kita taat karena sedang membutuhkan pertolongan? Ingin hidup aman nan nyaman? Atau karena sungguh-sungguh mencintai Tuhan? Juga di dalam pelayanan, apakah ketaatan kita oleh sebab kesetiaan dan ketaatan? Atau malah menjadi persembunyian supaya kita terlihat saleh padahal kita sedang melakukan perkara-perkara berdosa yang menyakiti hati Tuhan?
Ingat, ketaatan yang benar dimotivasi oleh kasih kita kepada Tuhan. Bukti kita mengasihi Dia dapat dilihat: sudahkah Firman Tuhan menjadi sukacita kita? Apakah kita membenci dosa atau malah berkompromi dengannya? Ketika kita taat karena kasih, kita melakukannya tanpa beban dan sekalipun diuji, hati kita tetap tenang tidak mudah goyah oleh sebab damai sejahtera yang diberikan Tuhan. Hati kita berpaut kepada Tuhan sehingga kita tidak mudah kecewa karena kita mencari Dia bukan mencari hasil, suasana, situasi, atau keadaan.
- Ketaatan yang telah dikerjakan/dilakukan.
Agar beroleh damai sejahtera, ketaatan bukanlah sekadar keinginan untuk taat atau menyimpan Firman di dalam ingatan sebagai pengetahuan tetapi harus sungguh-sungguh dilakukan, dikerjakan, ditunaikan, dijadikan langkah nyata dalam keseharian hidup seperti dilakukan oleh pemazmur yang memuji Tuhan tujuh kali dalam sehari dan melakukan perintah-Nya (ay. 164, 166).
Kata “menantikan”, “melakukan”, “berpegang” tertulis “I have hoped for thy salvation and done thy commandments, my soul has kept thy testimonies” (ay. 167-168) menggunakan kata kerja lampau/perfect yang sudah lewat. Artinya, pemazmur tidak sedang berusaha atau ingin tetapi sudah melakukannya. Jadi, ketaatan yang mendatangkan damai sejahtera bukan baru direncanakan atau masih wacana namun sudah dilakukan, ditunaikan. Namun kenyataannya, banyak orang hanya sebatas mempunyai niat dan rencana baik tetapi tidak pernah melangkah untuk melaksanakannya. Contoh: kita ingin berubah tetapi hari demi hari, minggu demi minggu, bulan berganti tahun tidak juga ada perubahan. Juga banyak orang mengetahui, mengutip, menghafal ayat-ayat Alkitab tetapi damai sejahtera tidak kunjung datang karena mereka tidak melakukannya. Kita akan berbahagia dan mengalami ketenangan batin (damai sejahtera) bila kita melakukan Firman (Yoh. 13:17; Flp. 4:9).
Aplikasi: hendaknya kita tidak berhenti hanya sampai pada rencana dan wacana tetapi harus diwujudkan pada langkah nyata. Terlalu banyak orang berniat untuk taat namun terus menunda dengan alasan nanti saja kalau sudah lulus, ketika sudah lulus dan bekerja beralasan nanti saja kalau sudah mapan dst. Tindakan nyata adalah bukti dari iman yang hidup dan itulah sumber damai sejahtera. Yesus memberi teladan ketaatan sempurna, Ia tidak hanya berbicara kepada Bapa tetapi juga menghidupi kehendak-Nya dengan melangkah ke salib (Flp. 2:8). Jangan menunda-nunda dalam memenuhi panggilan Tuhan, seperti: untuk mengampuni, setia berdoa dan utamakan Tuhan lebih dari yang lain.
Sejak awal dunia, ketidaktaatan menimbulkan hilangnya damai sejahtera. Di Taman Eden, Adam dan Hawa memilih untuk tidak taat dengan melanggar perintah Tuhan. Akibatnya, hubungan mereka dengan Tuhan retak demikian pula hubungan antar mereka. Suasana Taman Eden yang biasanya tenang berubah menjadi gaduh karena Adam tidak lagi menyebut Hawa sebagai tulang rusuk dan dagingnya (Kej. 2:23). Percikan-percikan api membakar kedamaian di antara mereka. Kini Adam dan Hawa hidup dalam ketakutan bukan lagi damai sejahtera akibat ketidaktaatan (Kej. 3:10). Jelas, ketidaktaatan merampas damai sejahtera dan membuka celah datangnya kegelisahan terlebih jika menyangkut kehidupan nikah, sangatlah menyakitkan.
Pembelajaran: hendaknya kaum muda berhati-hati dan menaati rambu-rambu dalam pergaulan, pacaran, tunangan selayaknya pemuda-pemudi di dalam Kristus yakni takut, hormat dan mengasihi Tuhan maka damai sejahtera yang dijanjikan untuk hidup masa depan akan turun.
Harus diakui kita sering gagal, lamban dan enggan melangkah untuk menaati Tuhan. Namun jangan kecil hati karena Ia mengerti keterbatasan kita dan pantang menyerah. Ia akan datang dengan pertolongan yang dijanjikan-Nya seperti telah dilakukan kepada Adam-Hawa dengan mengenakan pakaian dari kulit binatang untuk menutup ketelanjangan mereka (Kej. 3:21). Ia juga menyediakan sarana pemulihan bagi ketidaktaatan kita dengan pengurbanan anak Tunggal-Nya mati disalib. Saat kita berada di titik terendah pun dan merasa tidak mampu bangkit, kasih-Nya tetap bekerja dengan cara yang tidak terduga untuk mengangkat kita.
- Memiliki sikap positif terhadap Firman Tuhan.
Sikap kita terhadap Firman Tuhan menentukan ke dalaman damai sejahtera yang kita alami. Ketaatan yang benar tidak lahir dari pengetahuan berupa hafalan atau pengetahuan kognitif pengisi otak kepala tetapi dari hati yang menghargai, memuliakan dan bersukacita terhadap Firman Tuhan.
Pemazmur menaruh harapan bukan pada kekuatan diri sendiri tetapi kepada Tuhan. Pengharapannya begitu kuat, mendorongnya memilih hidup taat walau tidak mudah untuk dijalani. Inilah sikap orang yang beriman hidup, berharap penuh kepada Tuhan dan menjaga langkahnya. Ketaatannya murni, dibuktikan dengan taat bukan karena dilihat orang tetapi sadar bahwa seluruh hidupnya ada di bawah pengawasan mata Tuhan. Sikap hati seperti ini melahirkan kejujuran rohani yang tidak membagi hidupnya antara rohani dan dunia. Dampaknya, damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal memelihara hati dan pikiran dalam Kristus Yesus (Flp 4:7).
Jelas, sikap hati yang positif terhadap Firman Tuhan menimbulkan ketenangan dan iman makin diteguhkan. Oleh sebab itu pemazmur menuliskan, “Besarlah ketentraman (peace = welfare = kesejahteraan) pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka.” (ay. 165)
Damai sejahtera tidak diberikan kepada semua orang tetapi hanya bagi mereka yang mencintai Tuhan, memelihara perintah-Nya dan hidup dalam kesadaran akan kehadiran-Nya. Damai sejahtera adalah salah satu buah Roh Kudus (Gal. 5:22) yang bekerja di dalam diri kehidupan orang percaya dan tetap tinggal saat badai kehidupan datang. Iman dibuktikan dengan ketaatan yang menjadi langkah nyata dalam perjalanan hidup dan hati yang mencintai kebenaran menumbuhkan damai sejahtera (Yes. 32:17).
Apakah kita menginginkan damai sejahtera? Mulailah dengan taat karena mengasihi Tuhan berlanjut dengan ketaatan yang dilakukan/dikerjakan dalam keseharian serta selalu bersikap positif terhadap Firman maka janji damai sejahtera dari-Nya pasti dicurahkan kepada kita. Amin.