• MARI PERGI KE RUMAH TUHAN (JOHOR)
  • Mazmur 122
  • Johor
  • 2025-05-25
  • Pdm. Eko Wahyudi
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1761-mari-pergi-ke-rumah-tuhan-3
  • Video Ibadah: KLIK DISINI
mari-pergi-ke-rumah-tuhan

Shalom, 

Mazmur 122 termasuk kelompok nyanyian ziarah (Mazmur 120 – 134) yang menjadi tradisi bangsa Israel dalam perjalanan ke Yerusalem. Nyanyian ziarah (Shiyr maaleh = song of ascent) adalah nyanyian pendakian.

Nyanyian ziarah bermakna nyanyian dalam ibadah persekutuan yang menggambarkan sukacita, harapan, keyakinan umat Tuhan juga ucapan syukur mengingat kesetiaan Tuhan. Mazmur 122 ini secara khusus membicarakan sukacita dan kegembiraan umat Tuhan saat pergi ke rumah Tuhan di Yerusalem.

Untuk pergi ke Yerusalem tidaklah mudah karena mereka berjalan ke rumah Tuhan tidak dengan tangan kosong tetapi membawa persembahan berupa kambing, domba dan hasil pertanian seperti gandum, minyak. Walau sangat ribet, mereka melakukannya dengan sukacita. 

Apa kata Daud dalam nyanyiannya? “Aku bersukacita ketika dikatakan orang kepadaku: “Mari kita pergi ke rumah TUHAN.” (ay. 1) Ayat ini bernada ajakan dengan sasaran ke rumah Tuhan di Yerusalem; sekarang identik dengan gereja bagi orang percaya atau orang Kristen. Pemazmur menanggapi/merespons ajakan pergi ke rumah Tuhan dengan sukacita padahal perjalanan ke Yerusalem tidaklah mudah.  

Introspeksi: bagaimana respons kita ketika ada orang mengajak kita untuk pergi beribadah? Apakah kita bersukacita? Atau terasa berat penuh beban karena hati kita dingin atau ada hal tidak beres atau hati menyimpan sesuatu yang tidak berkenan kepada Tuhan? Dibandingkan saat mengalami kasih mula-mula beberapa tahun lalu, masihkah kita sekarang tetap bergairah dalam beribadah dan pelayanan menikmati perwujudan kehadiran Tuhan dan kasih-Nya? Atau kita merasa biasa saja saat beribadah, sekadar memenuhi kewajiban liturgi? Jika demikian, jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres dalam kita. Biarlah bara api kasih Tuhan menghangatkan hati yang dingin agar kita tetap bersemangat untuk beribadah!

Apa alasan yang membuat pemazmur (juga kita) bersukacita?

  • Berdiri di pintu gerbang Yerusalem menimbulkan sukacita (ay. 2-5). 

Apa keistimewaan dari pintu gerbang Yerusalem? Pemazmur memandang Yerusalem sebagai kota pusat ibadah dan penyembahan, simbol kesatuan umat, kota yang mempunyai daya tarik/pesona, kota yang mengagungkan dan terhormat di mana di dalamnya ada rumah Tuhan untuk beribadah. 

Yerusalem didirikan sebagai kota yang bersambung rapat menunjukkan kota yang dibangun kuat, tertata rapi dan teratur. Kata Yerusalem terdiri dari “Yeru” = dasar dan “Salem” = shalom = damai sejahtera. Yerusalem adalah kota yang dibangun dengan dasar kuat, tertib, teratur dan ada perlindungan untuk memberikan damai sejahtera. Yerusalem zaman itu menjadi pusat kota yang mengagumkan serta kiblat pertemuan antarsuku Israel untuk beribadah dan bersyukur kepada Tuhan. 

Yerusalem juga menjadi pusat penyembahan dan pengajaran. Ilustrasi: setelah lulus dari perkuliahan di STTIA, para siswa berjuang di daerah mereka masing-masing. Ketika ada undangan KKR di Surabaya, mereka sangat bersukacita dan berupaya datang walau penuh pergumulan karena seperti pulang kampung bertemu dengan sesama rekan seperjuangan. Ketika kembali pulang ke tempat pelayanan masing-masing, mereka bagaikan accu/ baterai yang baru di-charged. Sukacita semacam itulah yang dirasakan pemazmur terhadap Yerusalem yang menjadi pusat ibadah dan penyembahan yang mempersatukan. 

Sesungguhnya Yerusalem bukanlah apa-apa tanpa bait Allah di dalamnya; justru dengan adanya bait Allah maka Allah hadir. Perwujudan kehadiran Allah dirasakan oleh semua orang termasuk pejabat, membuat mereka takut dan hormat kepada-Nya kemudian menjalankan roda pemerintahan dengan jujur dan adil. 

Dikatakan “di sana ditaruh kursi-kursi pengadilan”, ini berbicara pengadilan Allah di mana keadilan-Nya menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa Israel. Ironisnya, tidak semua persoalan dapat diselesaikan di pengadilan kerajaan. Justru di pintu gerbang Yerusalem ada penatua-penatua yang setiap hari duduk di sana menyelesaikan persoalan-persoalan umat yang tidak terselesaikan di pengadilan. Umat dapat konsultasi meminta saran dan nasihat kepada penatua karena persoalan mereka tidak hanya persoalan seremonial tetapi juga hukum moral, hukum sipil, persoalan tradisi, sosial, keluarga dan masih banyak lagi. Banyak persoalan kekeluargaan diselesaikan di pintu gerbang Yerusalem. Contoh: 

    • Kisah Rut dan Boas. Untuk menyelesaikan masalah tanah milik Elimelekh yang mau dijual Naomi, Boas memanggil penebus dan meminta solusi dari tua-tua untuk memutuskan perkara mereka di depan pintu gerbang Yerusalem (Rut 4: 1-3).  
    • Absalom memanfaatkan kesempatan berdiri di pintu gerbang untuk memberikan pengadilan. Setiap pagi dia pergi ke pintu gerbang mencegat orang-orang yang mau menghadap raja Daud dan mencuri hati mereka agar mereka datang mengadukan perkara kepadanya (2 Sam. 15:2-4). 
    • Raja Daud dikudeta oleh Absalom, anaknya, dan dalam peperangan itu Absalom mati kemudian Daud menangis di pintu gerbang untuk menumpahkan seluruh kesedihannya (2 Sam. 18:33). 
    • Yeremia melaksanakan tugas kenabiannya menyampaikan kehendak Allah, memberi tuntunan dan teguran kepada orang Israel di pintu gerbang Anak Rakyat (Yer. 17:19-21). 

Aplikasi: gereja harus menjadi seperti Yerusalem yang dapat memberikan perlindungan, damai sejahtera, ketenangan, kenyamanan dan semua orang yang datang mempunyai pengharapan akan terselesaikan perkaranya. Gereja harus dapat memberikan saran dan solusi bahkan menyiarkan suara kenabian yang menyatakan kehendak Allah. Selain itu gereja menjadi tempat persekutuan semua suku untuk beribadah dan bersyukur kepada Tuhan. Gereja harus merangkul bukan memukul, mengasihi bukan membenci, mempersatukan bukan menceraiberaikan karena faktanya banyak gereja terceraiberai karena ambisi pemimpinnya. Gereja harus rapat, teratur, tertib, memberikan saran dan solusi, perlindungan serta damai sejahtera bukan malah membuat orang kesandung kemudian keluar pindah gereja.

  • Doanya didengar oleh Tuhan (ay. 6-7). 

Ada suatu keyakinan bahwa orang-orang yang berdoa di Yerusalem akan didengar dan dikabulkan. Contoh: saudara kita yang beragama Islam rela menunggu tahunan untuk dapat naik haji ke Mekkah; juga saudara seiman beragama Katolik rindu ke Vatikan untuk berdoa di sana dan yakin doanya didengar. Demikian pula tradisi orang Yahudi sangat memercayai kalau mereka pergi ke Yerusalem, doa mereka akan didengar. Bahkan saat tercerai-berai di tempat pembuangan, mereka berdoa menghadap ke Yerusalem dengan keyakinan doa mereka akan didengar. (1 Raja. 8:29-30).  

Kata “Biarlah orang-orang yang mencintai-Mu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada di lingkungan tembokmu...” (ay. 6-7) sering dipakai untuk berdoa dan bersaksi. Kata “biarlah’” menyiratkan doa penuh harapan bahwa doanya akan dikabulkan tanpa paksaan tetapi menyerahkan seluruh kehendaknya kepada Allah. Contoh: saat berdoa di Taman Getsemani sebelum masuk dalam sengsara penderitaan, Yesus  mengatakan, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku...” (Mat. 26:39)

Pada masa itu sudah menjadi tradisi adanya keyakinan bahwa doa menghadap ke Yerusalem akan dikabulkan. Bahkan saat mereka bercerai-berai di tempat pembuangan sekalipun, mereka percaya doa menghadap Yerusalem akan didengar. 

Dalam doanya, Raja Salomo memohon kalau umat-Nya berbuat dosa dan tercerai berai, kiranya Tuhan mendengar doa mereka saat menghadap Tuhan di Yerusalem (1 Raja. 46-49). 

Ketika Daniel dan kawan-kawan terancam kematian, Daniel berdoa di rumahnya di kamar atas dengan tingkap-tingkap terbuka menghadap Yerusalem (Dan. 6:11). 

Aplikasi: siapa pun yang datang berdoa ke rumah Allah, tempat kediaman-Nya, Tuhan mendengarkannya. Oleh karena itu marilah kita menjaga kesakralan gereja tempat kita digembalakan supaya hadirat Allah tetap ada dan doa kita didengar oleh-Nya.  

Mengapa kita yakin doa kita akan didengar? Karena kedatangan kita untuk berdoa di gereja merupakan simbol pengakuan kita terhadap keberadaan Allah di Surga. Kalau tidak percaya Allah ada, tentu kita akan malas datang beribadah. Ketika melangkahkan kaki pergi ke gereja yang identik dengan Yerusalem, kita percaya Allah hadir dan mendengar serta mengabulkan doa kita sesuai dengan kedaulatan-Nya. 

Pemazmur mengakhiri tulisannya, “Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu.” (ay. 9)

Rasa sukacita dan cinta kepada Tuhan dengan beribadah ke rumah Tuhan akan tercermin dalam usaha nyata untuk mencari kebaikan bersama di dalam rumah-Nya. Ini adalah ekspresi dari rasa memercayai Tuhan lalu aktif mengusahakan kebaikan untuk sesama dalam hal jasmani, rohani juga terhadap komunitas umat Allah. Kita patut memerhatikan dan peduli terhadap jemaat yang sedang susah, penuh keluh kesah, yang dalam pergumulan berat sebagai bentuk kasih. Kita bangun ibadah menjadi mazbah untuk memuliakan Nama Tuhan dan menjadikan tempat daya tarik jiwa-jiwa untuk beribadah kepada-Nya.

Hendaknya kita rindu datang ke rumah Tuhan/gereja untuk beribadah dan melayani. Kita menyadari gereja adalah tempat yang nyaman untuk berdoa, bersekutu, memberikan saran, solusi, menyuarakan suara keadilan, tempat melepaskan kesedihan dll. Dan menjadi tugas kita yang telah beroleh damai sejahtera dan keadilan untuk membawa banyak orang ke rumah Tuhan untuk merasakan pengalaman serupa; dengan demikian, Nama Tuhan makin dipermuliakan. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: