• TANPA TUHAN SEMUA SIA-SIA
  • Mazmur 127
  • Lemah Putro
  • 2025-07-13
  • Pdt. Paulus Budiono
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1771-tanpa-tuhan-semua-sia-sia
  • Video Ibadah: KLIK DISINI
tanpa-tuhan-semuanya-sia-sia

Shalom,

Tema kita kali ini tentang nyanyian ziarah Salomo bertemakan “Tanpa Tuhan Semua Sia-sia” diambil dari Mazmur 127:1-5. Salomo menulis, “jikalau bukan TUHAN membangun rumah”, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” (ay. 1) 

Benarkah Allah ikut membangun rumah? Dan apakah Allah bertindak sebagai satpam untuk mengawal dan menjaga keamanan kota? Bukankah kita mendesain dan membangun rumah atas inisiatif dan uang kita sendiri atau mendapat warisan dari orang tua? Bahkan tidak sedikit bangunan rumah menjadi mangkrak tidak diteruskan membangun hingga selesai karena uangnya tidak cukup atau tidak ada IMB dll. 

Memang Tuhanlah yang membangun rumah, buktinya?

Di era Perjanjian Lama:

  • Bangunan akan macet bila tidak ada Pribadi Allah di dalamnya.

Tuhan sendiri yang menilai dan mengetahui siapa yang membangun hidupnya atas Nama-Nya. Siapa mereka? Mereka mendirikan bagi mereka sendiri sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit dan mencari nama supaya mereka tidak terserak ke seluruh bumi. Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu dan berfirman: “.....mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka sehingga mereka tidak mengerti bahasa masing-masing. Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi dan mereka berhenti mendirikan kota itu.” (Kej. 11:4-8)

Apa akibatnya bila membangun bagi diri sendiri bukan atas Nama Tuhan? Bangunan itu macet bukan karena kurang dana tetapi karena tidak ada Pribadi Allah. Tuhan menceraiberaikan mereka, membuatnya berserakan.

Aplikasi: bangunan rumah tangga kita akan menyatu jika nikah suami-istri dimulai dengan Allah Tritunggal dan Yesus sebagai Mempelai Pria Surgawi dipertahankan. Suami-istri boleh beda suku dan bahasa tetapi dapat menyatu oleh sebab Nama di atas segala nama itulah Nama Tuhan semesta alam. 

Bukankah dunia dengan aneka ragam budaya, agama, suku, bahasa tidak dapat menyatu bahkan masing-masing negara berlomba mengembangkan tehnologi canggih untuk siap menyerang musuh? Tidak ada kasih tetapi yang ada adalah saling curiga dan ketidakpercayaan satu sama lain sebab mereka mencari kebesaran nama untuk diri sendiri; mereka menjauh dari Tuhan yang adalah sumber kasih. Jelas, tanpa Tuhan, bangsa-bangsa akan tercerai-berai. 

  • Tuhan berdiam di bangunan Tabernakel yang didirikan oleh orang Israel atas perintah-Nya melalui Musa. 

12 suku Israel (± 2½ juta orang) dibebaskan dari perbudakan di Mesir di bawah pimpinan Musa dengan tujuan beribadah kepada Tuhan (Kel. 5:1-3). Di padang gurun mereka diperintahkan untuk membangun Tabernakel sebab Ia mau berdiam di tengah-tengah mereka (Kel. 25:8).

Allah sendiri yang memerintahkan orang Israel untuk membangun Tabernakel sebab Ia mau tinggal di dalamnya untuk mempersatukan 12 suku Israel yang menderita. 

Introspeksi: untuk apa kita (dari suku, bahasa, budaya, pendidikan, ekonomi, kedudukan, pengalaman yang heterogen) berkumpul di gereja? Tuhan yang hadir ingin menyatukan kita melalui Firman yang diberitakan oleh hamba-hamba-Nya. Namun jangan puas dengan bangunan rumah (jasmani) yang kita diami sekarang sebab Tuhan telah menyediakan rumah kekal untuk tinggal bersama-Nya kelak di Surga (Yoh. 14:2).

Di era Perjanjian Baru, Tuhan tetap konsisten terlibat dalam pembangunan.

  • Allah adalah ahli bangunan dari segala sesuatu (Ibr. 3:4). 

Memang dalam membangun sebuah rumah dibutuhkan ahli di bidang pembangunan (arsitek, teknik sipil dll.) tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah. 

  • Kristus sebagai Anak mengepalai rumah-Nya sementara Musa adalah pelayan yang setia dalam segenap rumah Allah (ay. 5-6). 

Siapa yang dimaksud dengan rumah Allah? Bukan lagi bangunan fisik tetapi kita adalah rumah-Nya. Rumah Allah adalah gereja yang am tidak terdiri dari denominasi-denominasi tertentu saja. Di gereja lokal mana pun kita beribadah, yang penting ialah Roh Kudus berdiam dalam kita yang adalah bait-Nya (1 Kor. 3:16). 

Aplikasi: hendaknya kita memegang teguh janji Tuhan dengan iman bahwa Kristus mengepalai kita, rumah-Nya, sehingga kita tidak mudah dikacaukan oleh ajaran-ajaran tidak sehat yang membuat kita berserakan dan terpecah belah. 

Ketika bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan Mesir, mereka diberkati Allah dengan luar biasa. Tuhan menggerakkan hati bangsa Mesir untuk menyerahkan emas, perak, tembaga, kain dll. kepada mereka (Kel. 3:21-22). Tuhan mau kita diperkaya oleh-Nya untuk dapat memberikan kurban bagi-Nya. Jangan bertindak seperti orang muda kaya yang lebih mencintai harta kekayaannya ketimbang mengikut Yesus berakibat dia meninggalkan Yesus dan kehilangan hidup kekal (Mat. 19:21-22). Tuhan hanya meminta kita menyerahkan hidup kita kepada-Nya untuk beroleh berkat kekekalan dari-Nya. 

Kepada bangunan yang bukan dari Tuhan, Yesus menegaskan, “Bukan setiap orang yang berseru-seru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-ku yang di Sorga.” (Mat. 7:21)

Yesus sangat mengenal isi hati manusia. Ia tidak menilai kerajinan dalam mengerjakan tugas pelayanan tetapi yang terutama ialah sudahkah kita melakukan perkataan-Nya (bukan perkataan manusia) yang kita dengar (Mat. 5 – 7) karena ini sama dengan orang bijak yang mendirikan rumahnya di atas batu (ay. 24)? 

Kalau kita melakukan Firman Tuhan, rumah rohani dan jasmani kita akan dipelihara Tuhan dari serangan hujan, banjir dan angin ujian (ay. 25).  

Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus akan bahan bangunan yang dipakai – dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami yang akan diuji dengan api (1 Kor. 3:12-13). Bahan dari emas dan perak akan semakin murni terkena api sementara bahan dari kayu dan rumput jerami akan ludes terbakar. Termasuk yang mana kita dibangun menjadi rumah Allah? Apakah hati kita seperti emas atau jerami yang mudah terbakar bila terkena panasnya ujian? 

Sungguh kalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya! Oleh sebab itu berikan hidup kita dibangun oleh Roh Kudus yang mampu menyatukan antaranggota tubuh Kristus untuk hidup dalam damai sejahtera walau dalam kesengsaraan (Rm. 5:1-5). 

Perhatikan, Allah sendiri yang menentukan, memerintahkan, mengatur dan mengukur bangunan Tabernakel untuk didirikan. Semua atas inisiatif Allah sepenuhnya. Perabotan Tabernakel juga masih utuh selama 40 tahun walau dibongkar-pasang di padang gurun. Di zaman Raja Daud, dia diberkati luar biasa dan mau membangun Bait Suci tetapi Tuhan tidak mengizinkannya melainkan anaknya, Salomo, yang mendirikan rumah bagi Nama-Nya (1 Taw. 7-8). Sayang, semua perabotan Tabernakel termasuk Peti Perjanjian bahkan Bait Suci Salomo berakhir tragis yakni hancur karena bangsa Israel melupakan Tuhan. 

Betapapun bagusnya rumah Tuhan (kita) didesain dan dibangun, tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya maka semua akan sia-sia. Tanpa Tuhan maka hilanglah kesatuan dan tidak ada damai sejahtera; yang muncul malah kekacauan, pertengkaran menyebabkan perserakan dan perpecahan. Kalau kasih sudah hilang, timbullah kebencian; kalau kelegaan hilang, ketakutan dan kecurigaan melingkupi hidup. Mana yang kita pilih? Marilah terus berjalan di dalam pimpinan Tuhan untuk dibangun menjadi rumah rohani dengan dasar kukuh nan kuat yang tidak rusak dimakan api, tidak ludes dilanda angin dan banjir pencobaan yang hebat sekalipun. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: