Shalom,
Tentu kita meyakini dan membenarkan bahwa tanpa Tuhan semua akan sia-sia, tidak berarti dan tidak bermanfaat. Pemazmur menyatakan kesia-siaan tanpa Tuhan dimulai dari lingkup terkecil yaitu dari keluarga yang meluas menyangkut seluruh aspek hidup kita.
Mazmur 127 ditulis oleh Raja Salomo (ay. 1a) untuk umat Allah pada zamannya maupun kepada kita saat ini, yang isinya berhubungan dengan pesan Raja Daud. Perlu diketahui di akhir hidup Raja Daud, dia menyatakan kepada semua pejabat, orang penting di pemerintahan dan anak-anaknya bahwa dia adalah raja yang diangkat oleh Tuhan dan memiliki kerinduan untuk membangun rumah Allah, tetapi Tuhan tidak mengizinkannya karena dia seorang prajurit yang banyak menumpahkan darah (1 Taw. 28). Allah mengaruniakan anak-anak kepada Daud, dan salah satunya Salomo yang dipilih Tuhan untuk membangun Bait Allah. Namun demikian Daud tidak berdiam diri, dia merancang dan mempersiapkan semua bahannya, dan ini diperkenan oleh Allah. Selain itu, Daud juga menasihati Salomo agar terus berpaut pada Tuhan dan berpegang pada Firman-Nya. Nasihat ini juga ditujukan kepada para pemimpin dan seluruh rakyat Israel. Daud menyerahkan semua rancang bangun rumah Tuhan yang sudah dipersiapkan agar Salomo melanjutkan pembangunannya. Pesan ini terpatri di hati Salomo dan dituangkan di Mazmur 127.
Muncul kata ‘sia-sia’ sebanyak tiga kali dalam Mazmur 127, senada dengan kitab Pengkhotbah yang juga ditulis oleh Raja Salomo bawha segala sesuatu sia-sia di bawah matahari jika tanpa takut akan Tuhan. Pada masa Salomo, janji Allah tentang negeri kepada Abraham digenapi (Kej.15:18-21), dan ada kedamaian luar biasa yang membuat ia berjaya serta dapat melakukan pembangunan kerajaan-Nya. Namun di akhir hidupnya, Salomo melihat, merenungkan dan meneliti banyak hal, akhirnya menyimpulkan bahwa tanpa Tuhan semua sia-sia, lalu menasihati kita untuk takut akan Tuhan.
Mazmur 127 menulis beberapa aspek kehidupan yang sia-sia jika tidak melibatkan Tuhan, yakni:
- Berkaitan dengan pembangunan rumah (ay. 1b).
“Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.”
Salomo memiliki pengalaman membangun rumah tanpa melibatkan Tuhan akan sia-sia. Salomo melihat bagaimana ayahnya, Daud berencana membangun rumah Allah tetapi tidak diizinkan Tuhan. Ayahnya tidak memaksakan diri dan bersikeras mau meninggalkan legacy tetapi taat kepada Tuhan dan hanya mempersiapkan semua bahan & rancang bangunannya. Salomo mewujudkan keinginan ayahnya maka berdirilah bait Allah yang diperkenan oleh-Nya dan menjadi berkat bagi orang Israel juga bangsa lain.
Aplikasi: hendaknya kita belajar bertanya kepada Tuhan sebelum membangun sesuatu, apakah itu rumah, keluarga, karier, usaha, relasi, pelayanan, masa depan. Jangan memaksakan kehendak sendiri kalau Tuhan tidak berkenan, sebab akan muncul permasalahan. Sebaliknya, ketika membangun sesuatu, kita melibatkan Tuhan maka Ia akan memberkati.
Memang Salomo membangun rumah Allah juga istana raja dengan megah (1 Raja. 9:10), tetapi di akhir hidupnya, Salomo mengakui semua sia-sia karena dia telah menjauh/menyimpang dari Tuhan atau tidak lagi mengandalkan Tuhan (Phk. 4). Salomo tidak lagi mengikuti pesan Daud untuk terus mencari Tuhan dan berpaut pada Firman-Nya (1Raj. 11). Bersyukur, Salomo masih ingat Tuhan di akhir hidupnya meskipun sempat jatuh kemudian mengingatkan kita supaya ingat Tuhan.
Perhatikan, rencana membangun rumah (bhs. Ibr. bayith) bukan sekadar pembangunan rumah secara fisik tetapi juga pembangunan rumah tangga/keluarga (bhs. Ibr. bayith) tertulis di 2 Samuel 7:16.
Aplikasi: bagi muda-mudi yang berencana membangun kehidupan nikah dan keluarga, libatkan Tuhan dari awal pacaran. Apakah itu semakin mendekatkan diri kepada Tuhan atau justru menjauhi Tuhan? Perlu bergumul dan melibatkan Tuhan, karena membangun rumah tangga berlangsung seumur hidup.
- Berkaitan dengan penjagaan, tempat perlindungan (ay. 1c).
“Jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”
Daud dan Salomo memiliki pengalaman bahwa sekuat dan semegah apa pun kota dan bangunannya serta sehebat apa pun para penjaga yang mengawal kota, tanpa penyertaan Tuhan maka semua akan sia-sia.
Di masa awal pemerintahannya, Daud menyerang kota Yerusalem di mana orang-orang Yebus ada di sana. Yerusalem merupakan kota yang berkubu dan orang-orang Yebus mengatur penjagaan kota dengan luar biasa sehingga mereka mengejek dan menganggap Daud tidak mungkin dapat mengalahkan Yerusalem. Namun Daud yang disertai Tuhan berhasil menaklukkan kota Yerusalem (2Sam. 5:6-10). Kota itu menjadi kota Daud, kota Sion, dan Salomo menjadikan Yerusalem sebagai ibukota yang dijaga dengan ketat. Sungguh kalau penjagaan melibatkan Tuhan, Ia melindungi kota Yerusalem dengan hebat.
Pada masa Salomo, benar-benar ada kedamaian, tidak ada musuh yang datang untuk menggempur kota Yerusalem maupun Bait Allah. Namun di akhir hidup Salomo, dia mulai melupakan Tuhan dan tidak mengandalkan-Nya maka Tuhan mengizinkan para musuh mulai melawannya. Saat itu memang Yerusalem belum ditaklukan, bukan karena kehebatan Salomo tetapi karena janji Tuhan kepada Daud. Selanjutnya, setelah Salomo meninggal, kerajaannya terpecah menjadi dua karena Tuhan tidak dilibatkan. Bahkan sejarah menyatakan bagaimana akhirnya istana maupun rumah Allah dihancurkan oleh musuh, karena umat-Nya lebih memilih dewa kesia-siaan daripada menyembah Tuhan, mereka lebih mengandalkan kehebatan prajurit dan kuda ketimbang mengandalkan Tuhan.
Introspeksi: apa yang menjadi andalan kita untuk melindungi hidup kita? Apakah harta kekayaan? Kepintaran dengan segudang gelar? Atau kekuatan kita? Semuanya sia-sia tanpa Tuhan! Jadikan Tuhan sebagai Penjaga utama hidup kita!
- Berkaitan dengan pekerjaan untuk mencari nafkah (ay. 2).
“Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
Salomo juga menasihati bahwa sekeras apa pun kita bekerja, kalau tidak melibatkan Tuhan maka semua jerih payah kita di dalam mencari nafkah akan sia-sia.
Bekerja bukanlah suatu hukuman sebab sebelum manusia jatuh dalam dosa, bekerja sudah dimandatkan kepada manusia untuk mengusahakan Taman Eden agar bermanfaat bagi kesejahteraan diri sendiri juga keturunannya. Perbedaannya, setelah dosa masuk, kegiatan bekerja menjadi lebih sukar dan berat.
Sebenarnya Salomo tidak kekurangan apa pun – kekuasaan, kekayaan, percintaan dimiliki dan dinikmati semua tetapi di akhir hidupnya dia menyadari bahwa semua itu sia-sia. Salomo mengakui bahwa dapat menikmati kekayaan, harta benda dan kuasa dan sukacita adalah karunia Allah (Phk. 5:18). Ternyata ada orang yang telah bekerja dengan susah payah tetapi tidak dapat menikmati hasil usahanya seperti perumpamaan Yesus mengenai orang kaya yang bodoh (Luk. 12:15-21).
Kita harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pemazmur mengingatkan supaya kita tidak bermalas-malasan. Ora Et Labora (berdoa dan bekerja) harus seimbang. Tetap bekerja tetapi harus tahu diri dan jangan memaksakan diri serta libatkan dan andalkan Tuhan senantiasa agar semua tidak berakhir sia-sia.
Firman Tuhan menasihati akan kita tidak khawatir (Mat. 6:26-34) karena hidup lebih penting dari makanan tetapi carilah lebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya maka semua akan ditambahkan kepada kita (Luk. 12:22-31). Tuhan memberikan berkat kepada orang yang dikasihi-Nya (Yedija). Oleh sebab itu, jangan kita kuatir hingga membuat tidak dapat beristirahat, tetapi menyerahkan usaha pekerjaan kita kepada-Nya. Dengan melibatkan Tuhan, kita beriman Ia berkuasa dan berdaulat serta turut bekerja dalam hidup kita.
Allah sendiri memberi teladan dalam bekerja. Ia bekerja selama enam hari dan istirahat di hari ketujuh (Kej. 2:2). Demikian pula dengan kita, ada waktu untuk bekerja ada pula untuk istirahat. Jangan kita overwork yang berimbas pada kesehatan! Hari Sabat bukan sekadar istirahat tetapi untuk beribadah dan bersekutu dengan Tuhan.
Aplikasi: hendaknya dalam bekerja kita melibatkan Tuhan supaya Ia memberkati pekerjaan kita, orang yang dikasihi-Nya.
- Berkaitan dengan keturunan, generasi berikutnya (ay. 3-5).
“Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.”
Ditegaskan bahwa anak lelaki adalah milik pusaka Allah dan buah kandungan adalah upah. Pesan terakhir Daud agar Salomo meneruskan perjuangannya dan tetap berpaut kepada Tuhan.
Anak adalah anugerah, sekuat apa pun pasangan suami-istri ingin mendapatkan anak atau keturunan, kalau Tuhan tidak mengaruniainya, pasangan itu tidak akan memiliki anak. Sebagai pasangan ataupun keluarga perlu mehamai kebenaran ini sehingga tidak menuntut atau menyalahkan pasangan yang belum dikaruniakan keturunan. Di sisi lain, jika Tuhan mengaruniakan anak, maka kita sebagai orang tua bertanggung jawab merawat dan mendidiknya. Memiliki anak tanpa mengajarkan tentang Tuhan adalah sia-sia.
Anak (muda) perlu dipersiapkan dengan baik seperti anak panah di tangan pahlawan. Anak perlu dipersiapkan, dididik dan diasah menjadi “anak panah” yang benar-benar tajam dan siap dipakai oleh para pejuang. Kitab Amsal banyak menasihatikan anak-anak untuk mendengarkan didikan orang tuanya. Bukankah tugas mendidik anak dimulai dari keluarga (Ul. 6:6-9)? Anak-anak merupakan mata rantai generasi umat Allah. Ajari mereka untuk hidup takut akan Tuhan (berhikmat) maka hidupnya tidak akan sia-sia tetapi mempunyai tujuan jelas sesuai dengan kehendak Tuhan. Anak-anak yang tidak dididik dengan baik akan menyusahkan orang tua, karena kebahagiaan orang tua ialah kalau melihat anak-anaknya hidup dalam kebenaran (bnd. 3Yoh.1:4).
Sebaliknya, sebagai anak-anak kita bersyukur untuk orang tua atau keluarga yang sudah mendidik kita hingga kita mengenal Allah. Kita perlu menghormati dan membahagiakan mereka. Namun, bagi kita yang mungkin tidak mendapat didikan orang tua sebagaimana idealnya, kita tetap perlu menghasihi dan menghormati orang tua sebagaimana perintah Allah. Seorang anak tidak dapat memilih dilahirkan oleh orang tua yang kaya/miskin, berpendidikan tinggi/rendah, berkulit hitam/kuning dst. namun dia dilahirkan karena ada rencana Tuhan baginya.
Kesaksian Pembicara: sejak kecil Beliau tidak hidup dengan orang tua kandung tetapi diasuh oleh keluarga dari papanya. Bersyukur keluarga tersebut membawanya mengenal Tuhan. Sempat menjadi pergumulan bagi Beliau untuk menghormati orang tua, namun Firman Tuhan mengingatkan bahwa apa pun keadaan dan kekurangan orang tua, Beliau harus mengasihi dan menghormati mereka.
Akhirnya, perlu kita ingat bahwa dosa telah membuat hidup kita menjadi sia-sia, namun Allah tidak menyayangkan Putra-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus untuk menebus hidup kita dari hidup yang sia-sia (Ef. 4:17; Ibr.9:13-14; 1Ptr.1:18-19). Di dalam Yesus kita memiliki pengharapan dan hidup kita berarti, sehingga apa yang kita kerjakan tidak sia-sia (1Kor.15:57-58). Oleh sebab itu, sungguh berbahagia bila kita melibatkan Tuhan di dalam membangun segala sesuatu, mengandalkan Dia sebagai tempat perlindungan, dalam bekerja bahkan membangun generasi berikutnya (Yak. 4:13-15). Yang pasti ialah berbahagia orang yang mengandalkan Tuhan dan tidak menaruh harapannya kepada kekuatan manusia (Yer. 17:7). Amin.