• BERKAT ATAS RUMAH TANGGA
  • Mazmur 128
  • Lemah Putro
  • 2025-07-20
  • Pdm. David Wellyanto
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1773-berkat-atas-rumah-tangga
  • Video Ibadah: KLIK DISINI
berkat-atas-rumah-tangga

Shalom,

Kita pasti mendambakan rumah tangga yang bahagia penuh damai – suami-istri saling menopang, anak-anak tumbuh kembang dengan baik dan semua dalam keadaan sejahtera serta sehat lahir batin. Namun, bagaimana berkat tersebut dapat hadir dalam rumah tangga kita? Dunia menawarkan berbagai cara untuk memperoleh berkat dengan mempelajari banyak konsep teori untuk kerja keras dan cerdas, mengikuti pelatihan dan seminar membangun bisnis, merancang strategi investasi, kiat mendapatkan berkat, memperbanyak literasi keuangan, investasi, membangun pasif income, mindset entrepreneur dll. Bahkan mimbar gereja juga diwarnai janji-janji bahwa iman yang benar identik dengan kelimpahan, kesehatan, mukjizat kesuksesan finansial. Tanpa disadari motivasi sebagian jemaat datang ke gereja adalah demi berkat. Kalau begitu apa bedanya datang ke gereja dengan datang ke tempat pesugihan? Bukankah ini menurunkan nilai Pribadi Yesus yang agung dan mulia menjadi sama dengan berhala kemakmuran? Pola pemahaman jemaat tentang iman menjadi tidak tepat karena menganggap  iman identik dengan kelimpahan materi.

Apa sebenarnya makna “berkat” menurut Firman Allah?

  • “Barakh” merujuk pada berkat Allah yang dapat dilihat seperti harta, kekayaan, kelimpahan, keturunan, menang perang, panen; zaman sekarang dapat disamakan dengan naik pangkat, promosi jabatan, lulus ujian, sembuh dari penyakit.
  • “Esher” yang berarti berbahagia atau diberkati secara rohani,/batiniah yakni keadaan damai dan puas karena hidup di dalam Tuhan. 

Baik “barakh” maupun “esher” menggambarkan berkat dari Tuhan bukan hanya soal “punya apa” tetapi ‘menjadi siapa”, menggambarkan orang yang hidup benar dan takut akan Tuhan menikmati berkat maupun kebahagiaan oleh sebab ketaatan kepada-Nya. 

Alkitab menyebutkan bahwa kita selalu diperhadapkan oleh 2 hal: jalan berkat atau jalan kutuk (Ul. 30:19). Tuhan ingin kita memilih jalan kehidupan itulah jalan berkat (barakh), jalan yang sesuai dan berkenan di mata-Nya. Jadi berkat tidak dapat dilepaskan dari hubungan yang benar dan selaras dengan Allah, keluarga dan komunitas dari umat Allah.  

Mazmur 128 menjelaskan bahwa berkat tidak datang secara kebetulan tetapi ada jalan untuk mencapainya. Bagaimana berkat Tuhan dapat dialami oleh keluarga dan rumah tangga kita?

  • Kenali jalannya (ay. 1). 

Kita perlu mengenali jalan/cara/rahasia untuk beroleh berkat. Berkat rohani atau kebahagiaan bukan sekadar perasaan senang atau nyaman sesaat tetapi hidup diberkati karena berada di jalur yang dikehendaki oleh Tuhan.

Hendaknya kita memilih jalan takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Takut akan Tuhan bukanlah ketakutan yang mencekam kita seperti diteror tetapi kita sadar bahwa kita senantiasa hidup di bawah pandangan mata Tuhan yang kudus. Oleh karena kesadaran itu, kita tidak akan hidup sesuka hati tetapi menghormati Tuhan dan takut mengecewakan atau menyakiti hati-Nya sebab Ia mengasihi kita.

Introspeksi: sudahkah setiap anggota keluarga di dalam rumah-tangga – ayah, ibu, anak-anak – memiliki rasa takut akan Tuhan? Jangan berharap berkat turun dari Tuhan jika kita tidak menaruh rasa hormat dan takut kepada-Nya.

Perhatikan, hasil dari orang yang menghormati Tuhan dapat dilihat dari kegiatan, pemikiran, kehendak, keputusan dan tindakannya yang mencerminkan nilai-nilai Ilahi karena dia menjalani kehidupannya selaras dengan Firman Tuhan. Ini yang disebut ‘berjalan di jalur yang ditunjukkan oleh Tuhan” sebab dia menata hidup berdasarkan Firman Tuhan bukan standar dunia.

Kenyataannya, setiap rumah tangga pasti menghadapi masalah tetapi rumah tangga yang takut akan Tuhan dan seizin Dia mengalami masalah akan mengetahui ke mana harus melangkah. Alhasil, mereka akan tetap berdiri tegak meskipun digempur oleh hujan badai pencobaan bagaikan rumah yang dibangun di atas batu bukan di atas pasir.

Tahukah bahwa berkat itu bukan tentang hasil tetapi lebih mengenai hubungan? Kualitas relasi kita dengan Tuhan menentukan arah berkat yang turun atas rumah tangga kita. Ketika suami, istri dan anak hidup takut akan Tuhan, ini membuka jalan datangnya berkat dari-Nya, menghasilkan sukacita yang tidak terpengaruh oleh keadaan; akan ada damai sekalipun keadaan masih dipenuhi dengan ketidakpastian. Jelas beda berkat yang ditawarkan oleh dunia: mengajarkan “lebih banyak, lebih berbahagia”. Sebaliknya, Firman Tuhan mengajarkan: “hidup takut akan Tuhan mendatangkan kebahagiaan’.

Yesus menggambarkan relasi yang benar antara kita dengan-Nya: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, dia berbuah banyak (siapa yang tetap di dalam Aku, Aku pun di dalam dia, dia berbuah lebat – Terjemahan Lama). Sebab di luar Aku, kamu tidak bisa berbuat apa-apa.” (Yoh. 15:5) Dengan kata lain, persekutuan dengan Yesus yang terus menerus akan menjadi sumber yang menghasilkan buah tanpa ada putusnya.

Perlu diketahui Yesus adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6); bila rumah tangga kita mau mengenal jalan berkat, kita harus mempunyai pengalaman yang benar dengan-Nya dan berjalan dengan taat pada jalan/cara yang ditunjukkan oleh-Nya.

  • Ikuti petunjuknya (ay. 2-3). 

Setelah mengenali jalan yang benar, langkah selanjutnya ialah kita mengikuti petunjuk/rambu-rambu yang Tuhan tetapkan bagi rumah tangga. Di era modern ini, kita biasa mengandalkan GPS – sebuah sistem navigasi supaya kita tidak tersesat. Namun kita sering melewati hari-hari tanpa membaca Firman Tuhan sebagai GPS yang menuntun kita agar tidak tersesat.

Petunjuk untuk beroleh berkat ialah “memakan hasil jerih payah tanganmu” artinya berkat didapat melalui kerja keras dan kerja cerdas dibarengi dengan ketaatan kepada Tuhan. Memang kita bekerja untuk  mengharapkan hasil tetapi prosesnya dilakukan dengan ketaatan dan takut akan Tuhan. Apa pun yang kita perbuat, lakukan dengan  segenap hati seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia (Kol. 3:23). Dengan demikian apa yang kita kerjakan bernilai mulia.

Aplikasi: kita harus memiliki mentalitas: bekerja dengan etos kerja baik, tidak mudah mengerutu, tetapi bekerja dengan sukacita penuh semangat serta jauh dari sikap si pemalas.

Suami yang memiliki etos kerja baik berdampak pada si istri yang menjadi seperti pohon anggur yang subur (a fruitful vine = pohon anggur yang berbuah lebat). Dalam budaya Ibrani, anggur adalah simbol kegembiraan, sukacita, kehangatan, kelimpahan. Istri yang dihargai, didampingi, dan disegarkan secara emosional dan rohani akan menghadirkan sukacita bagi keluarga. Tentu pohon anggur akan berbuah lebat bila dirawat dengan baik.

Aplikasi: suami memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ruang bagi istri agar dapat bertumbuh – tidak cukup hanya didukung secara materi tetapi juga secara rohani sebab istri adalah  penolong yang sepadan yang ditetapkan oleh Tuhan. Istri adalah teman pewaris dari kasih karunia. Istri dan anak yang takut akan Tuhan adalah berkat dari suami yang juga takut akan Tuhan.

Disebutkan pula “anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu”. Tunas zaitun menggambarkan harapan akan generasi penerus yang kuat penuh berkat. 

Bagaimanapun juga pertumbuhan tunas memerlukan waktu, perhatian, arahan supaya tidak tumbuh liar; demikian pula anak-anak kita perlu diarahkan dan dibimbing. Selain itu mereka juga membutuhkan kasih, disiplin dan keteladanan di mana orang tua terutama ayah harus hadir dan terlibat aktif sebagai guru rohani pertama; sementara guru sekolah minggu hanya membantu dan memfasilitasi tetapi tidak sepenuhnya dapat menggantikan peran orang tua dalam keseharian di rumah. Jangan bersikap seperti imam Eli yang tidak mendidik anak-anaknya (Hofni dan Pinehas) dengan baik (1 Sam. 2 :12) berakibat mereka dihukum mati oleh Allah (1 Sam. 3:12-13). Imam Eli selaku ayah tidak mencegah dan menghentikan anak-anaknya yang berbuat amoral serta menghina kekudusan Allah.

Aplikasi: orang tua bertanggung jawab penuh atas pertumbuhan rohani keluarga. Ayah sebagai pemimpin keluarga harus menjadi teladan dalam pola asuh rohani yang bijak diwarnai kasih dan berani menegur dosa untuk menghindari hancurnya kehormatan juga sirnanya berkat atas keturunannya. Rasul Paulus menasihati agar ayah tidak membangkitkan amarah anak-anaknya tetapi mendidik mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4).

Cara Allah memberkati keluarga dimuali dari suami diteruskan kepada istri, anak-anak, keluarga meluas memengaruhi generasi anak cucu dan keturunannya sampai pada bangsa.

  • Pastikan tujuannya (ay. 5-6). 

Apa arah tujuan berkat dilimpahkan kepada kita? Bukan sekadar kesenangan dan kesuksesan keluarga tetapi terwujudnya tujuan ilahi melalui anak, cucu, keturunan berikutnya yang hidup dalam damai dan perkenanan Tuhan.

Jelas dituliskan berkat itu datang dari Sion. Apa itu Sion? Lambang hadirat Tuhan dan pusat ibadah umat sebab dari Sion keluar pengajaran dan Firman Tuhan dari Yerusalem (Mik. 4:2).  Artinya, berkat Tuhan tidak datang dari tempat lain mana pun tetapi dari tempat di mana Nama Tuhan ditinggikan, disembah dan diagungkan. Bagi kita sekarang, Sion menunjuk pada Yerusalem Surgawi tempat orang percaya berkumpul (Ibr. 12:22-23). Di situlah Kristus menjadi pusat penyembahan dan sumber berkat; di dalam Dia, kita menerima segala berkat rohani dari Surga sekaligus dibentuk menjadi keluarga Allah yang hidup. Jadi, rumah tangga yang ingin mengalami berkat harus terhubung dengan Kristus dan hidup/digembalakan di dalam komunitas rohani yang saling mendukung dan meneguhkan iman.

Ketika bergereja, kita harus sadar bahwa kita tidak cukup hanya menjadi anggota gereja tetapi terpanggil untuk melayani Tuhan sebab di tengah pelayanan dan penyembahan yang tulus bersama komunitas orang beriman hati keluarga dibentuk, iman kita ditumbuhkan dan kasih makin dinyatakan. Rumah tangga yang membawa diri kepada Tuhan baik individual maupun bersama keluarga akan menjadi tempat di mana hadirat Tuhan tinggal dan berkat-Nya dicurahkan.

Frasa melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidup” (ay. 5b) dimengerti sebagai mengarahkan hidup pada standar kebahagiaan dari Allah bukan kebahagiaan ala dunia yang sering berubah. Terbukti sukacita berasal dari hidup damai bersama Tuhan. 

Juga “dan melihat anak-anak dari anak-anakmu!“ bukan berbicara soal umur panjang secara biologis tetapi warisan iman yang diturunkan kepada anak dan generasi berikutnya hingga saat ini bagi yang takut akan Tuhan untuk beroleh keharmonisan dan ketertiban Surgawi dalam rumah tangga. 

Kita melihat rencana Allah dalam dimensi injil yang sangat indah bahwa Kristus datang untuk menyelamatkan perorangan, memulihkan keluarga juga membentuk kerajaan-Nya di bumi seperti di Surga. Injil dibutuhkan setiap waktu dalam kehidupan keluarga untuk mendidik anak, keperluan relasi suami istri hingga cakupan lebih luas dalam masyarakat dan pekerjaan. 

Introspeksi: apakah rumah tangga kita sedang menuju pada tujuan Allah? Sudahkah kita, orang tua, membesarkan anak-anak kita dan mengarahkan mereka untuk mewarisi Kerajaan Allah atau hanya mengejar kesuksesan duniawi karena tuntutan gaya hidup? 

Kini kita mengerti bahwa Tuhan memanggil kita membangun keluarga bukan untuk kenyamanan diri sendiri tetapi untuk kemuliaan Nama-Nya. Ketahuilah rumah tangga yang diberkati bukanlah rumah tangga tanpa luka tetapi rumah tangga yang mau terus menerus dipulihkan oleh kasih karunia-Nya, mau dipimpin bukan dengan ambisi tetapi oleh damai sejahtera Kristus yang menjadi Raja di dalamnya. Ringkasnya, panduan ilahi bagi setiap rumah tangga dan keluarga yang rindu diberkati Tuhan tidak datang secara otomatis tetapi melalui jalur utama, yakni: hidup takut akan Tuhan dan seluruh anggota keluarga menghormati Dia, mengikuti petunjuk/rambu Firman Tuhan dengan taat serta memastikan arah tujuan berkat bukan untuk kebahagiaan sesaat tetapi membangun warisan iman yang diturunkan kepada anak cucu. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: